Pemilik nama lengkap Akhadi Wira Satriaji tersebut mengunggah video lagu yang berdurasi lebih dari lima menit itu melalui akun savebangka di Youtube pada 27 September 2013. Tautan video tersebut kemudian di-share oleh banyak orang ke media sosial.
"Lagu Kaka Slank itu menyemangati kami yang terus berjuang untuk mengampanyekan Save Bangka," ujar Toar Pantouw, salah satu fotografer underwater Sulut, Sabtu (28/9/2013).
Pulau Bangka merupakan pulau kecil di Minahasa Utara yang hanya memiliki luas 4.700 hektar dan penduduk 2.700 jiwa. Di pulau yang terdiri dari empat desa itu direncanakan akan dilaksanakan eksplorasi oleh sebuah perusahaan besar luar negeri, karena pulau tersebut menyimpan kekayaan alam biji besi. Jika benar-benar dilakukan, penambangan itu dikhawatirkan akan membawa dampak buruk yang sangat besar bagi lingkungan Pulau Bangka dan penduduk yang mendiaminya.
"Rencana itu akan merelokasi warga yang berada di sana, pindah ke pulau lainnya. Bayangkan, mereka yang sudah dari nenek moyangnya ada di Bangka harus dipaksa untuk dipindah," tegas Toar, yang juga merupakan salah satu pegiat aksi peduli lingkungan.
Toar berharap, dengan lagu yang dicipta oleh Kaka tersebut, pihak-pihak yang tetap ngotot melakukan eksplorasi di Pulau Bangka akan berpikir kembali. Selain mencipta lagu, Kaka juga merilis petisi online menolak rencana penambangan di Bangka melalui www.change.org/SaveBangkaIsland. Dalam petisi itu Kaka meminta Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang, dan Bupati Minahasa Utara, Sompie Singal, bertanggung jawab. "Petisi ini aku buat untuk dorong mereka menyelamatkan pulau Bangka dan stop tambang itu. We have to save it," tulis Kaka dalam petisi itu.
Penolakan tersebut dilancarkan pula oleh para pemerhati lingkungan di Sulut. Mereka bersama dengan para warga Pulau Bangka telah meluncurkan berbagai aksi terhadap Pemerintah, dari berdoa bersama, menandatangani spanduk penolakan, pameran foto, hingga berhadapan dengan para petugas penjaga perusahaan tambang yang bersangkutan.
Penambangan di Pulau Bangka dianggap ilegal mengacu ke Undang-Undang No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyebut larangan aktivitas bisnis untuk pulau-pulau yang memiliki luas di bawah 5.000 hektar.
"Di pulau eksotis itu juga terdapat endemik Sulawesi seperti tarsius,kuskus, rusa, dan duyung. Belum lagi keindahan bawah lautnya yang tidak kalah dengan Bunaken. Semua ini akan punah jika tambang itu tidak dihentikan," tegas Toar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.