Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Yang Ketu7uh”, Film Dokumenter Ketujuh tentang Presiden Ketujuh

Kompas.com - 15/09/2014, 22:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Di Indonesia, film dokumenter tak lazim tayang di gedung bioskop. Kita biasanya menyaksikan film-film dokumenter di televisi nasional dalam program khusus atau di jaringan televisi berbayar yang menayangkan “National Geographic” atau “Discovery Channel”. Masyarakat Indonesia lebih suka menyaksikan film-film fiksi ala holywood di bioskop.

Sepanjang catatan yang ada, sampai saat ini baru ada enam film dokumenter yang tayang di jaringan bioskop nasional. Keenam film itu adalah “Student Movement in Indonesia” (2002) karya Tino Saroengallo, disusul sequelnya: “Setelah 15 Tahun” (2013). Lalu ada “The Jak” (2007) dan “The Conductors” (2008) karya Andi Bachtiar Yusuf. Di tahun yang sama, juga ada “Pertaruhan” dari Nia Dinata, sebelum akhirnya “Jalanan” (2014) karya Daniel Ziv.

Tino Saroengallo adalah sutradara pertama yang bisa membawa film dokumenter ke jaringan bioskop komersial sejak Indonesia merdeka. Komersial artinya, masyarakat mau datang dan membayar untuk menonton sebagai bentuk penghargaan, di luar perhelatan sosial-budaya atau dukungan sponsor.

Dokumenter ketujuh

Di tengah ketidaklaziman ini, ada film dokumenter yang akan tayang di jaringan bioskop nasional. Ini yang unik: film dokumenter berikut ini serba tujuh. Film ini berjudul “Yang Ketu7uh” karya sutradara Dandhy Dwi Laksono dari rumah produksi WatchdoC. Film ini merekam proses pemilihan Presiden RI ketujuh yang baru saja berlalu. Nah, film ini akan menjadi film dokumenter ketujuh yang tayang di bioskop. Film ini akan tayang serentak pada 25 September 2014.

Dokumenter ini berkisah tentang para pemilih dalam proses Pemilu 2014 yang disebut-sebut paling fenomenal karena seolah membelah masyarakat menjadi dua kubu. Film yang melibatkan sembilan belas jurnalis dan videografer ini diproduksi mulai awal 2014, meski beberapa bahan telah dikumpulkan sejak Pemilu 2009.

“Produksi film ini adalah bagian dari tradisi Watchdoc, di luar agenda rutin memproduksi dokumenter untuk sejumlah stasiun televisi di Indonesia,” ujar Andhy Panca Kurniawan, produser eksekutif WatchdoC dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (15/9/2014).

Sebelumnya, WatchdoC telah memproduksi dokumenter berjudul “Kiri Hijau Kanan Merah” (2009) tentang aktivis HAM Munir dan “Alkinemokiye” tentang pemogokan buruh tambang emas Freeport di Papua (2011). “Alkinemokiye” mendapat penghargaan di Screen Below the Wind Film Festival dan telah berkeliling di setidaknya lima kota dari tiga negara di Eropa.

“Film ‘Yang Ketu7uh’ bukan karya partisan dan tidak dibiayai salah satu kubu calon presiden. Ini film tentang rakyat yang memiliki hak pilih dan menaruh harapan pada calon presiden yang ketujuh, siapapun yang akhirnya menang,” imbuh ko-sutradara, Hellena Souisa.

“Ketika media makin partisan, film yang tak punya tanggung jawab moral untuk berimbang, terpaksa turun tangan,” kata Dandhy, Sang Sutradara.

Film ini pertama kali dipertontonkan di tempat terbuka, Taman Fatahillah Jakarta, pada malam HUT Kemerdekaan RI, 16 Agustus 2014, dan dihadiri 3.000 orang. Penyelenggaranya adalah Kata Data dan Jakarta Old Town Revitalization Corporation (JOTRC)

Untuk tahap awal, film yang memanfaatkan teknologi drone journalism untuk merekam tata ruang Jakarta dan sekitarnya ini akan hadir di Jakarta, Tangerang, Bekasi, Makassar, Yogya, dan Solo. 

Trailer terbaru versi bioskop:


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com