Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkibarlah Indonesia...

Kompas.com - 21/08/2016, 12:46 WIB

Oleh: FRANS SARTONO

Bendera merah putih berkibar-kibar seiring alunan "Berkibarlah Benderaku". Lagu karya Ibu Soed itu dibawakan Twilite Orchestra dengan konduktor Addie MS dalam konser "Simfoni Negeriku" di Aula Simfonia Jakarta, Sabtu (13/8) malam. Lagu patriotis dan lagu daerah mengalun menawan dalam bahasa simfonik.

Suasana emosional terasa di Aulia Simfonia Jakarta. Tanpa dimohon, penonton mengibar-ngibarkan bendera kecil yang memang tersedia di setiap bangku.

Itu sudah dimulai sejak lagu "Hari Merdeka" gubahan Hs Mutahar yang dengan semarak, penuh gereget, dibawakan Twilite Orchestra bersama paduan suara Twilite Chorus, Paduan Suara Mahasiswa Universitas Mercu Buana, dan Perbanas Institute Choir.

Semangat lagu sampai ke penonton. Setidaknya, mereka secara spontan melambai-lambaikan Merah Putih mungil.

Lagu-lagu cinta Tanah Air ditempatkan pada bagian kedua setelah jeda dalam pergelaran Simfoni Negeriku.

Pada bagian pertama, Twilite menyuguhkan lagu-lagu daerah dari berbagai pelosok Indonesia. Lagu-lagu yang digarap dengan kaidah-kaidah musik seriosa Barat yang itu sering disebut sebagai musik "klasik".

Addie MS dan Twilite Orchestra tertantang untuk membuat telinga orang non-Indonesia menikmati lagu daerah. Di sisi lain, ia juga ingin musik "klasik" diapresiasi penikmat musik pada umumnya di Indonesia.

"Bagaimana orang Indonesia merasa, 'Eh... ini aku pernah dengar (lagu daerah/lagu cinta Tanah Air), tapi klasik banget.'" tutur Addie.

Maka, lagu seperti "Rasa Sayange", "O Ina Ni Keke", sampai "Bungong Jeumpa" disuguhkan dengan bunyi-bunyi orkestral.

Untuk menyimfonikan lagu daerah, Addie sebagai penggarap aransemen tidak perlu membawa-bawa instrumen daerah ke panggung. Simfoni terbuka untuk membahasakan lagu dengan caranya sendiri.

Addie cukup luwes dan jeli dalam membubuhkan sekelumit elemen-elemen rasa yang kira-kira menjadikan telinga penikmat familiar.

Nuansa Nusantara

Pada lagu "Yamko Rambe Yamko", lagu daerah Papua itu, misalnya, disisipkan beat, pukulan ritmis perkusif lewat alat musik tom-tom. Bebunyian itu ini mengingatkan kita pada bunyi tifa Papua. Tentu ini hanya berlaku bagi mereka yang mengenal tifa.

Selanjutnya Addie menampilkan biola sebagai dasar bagi melodi. Biola rimis itu terinspirasi dari komposisi "Bolero" karya komponis Perancis, Maurice Ravel.

Muncul efek perkusif dari biola yang dimainkan dengan teknik col legno, yaitu memukul dawai biola menggunakan bagian kayu dari alat penggesek. Bunyi nada-nada terasa agak samar, sementara efek perkusif ritmis terasa lebih kuat.

Di atas efek perkusif itu, flute, biola dua memainkan melodi lagu "Yamko Rambe Yamko" yang akrab dengan telinga penonton.

Lagu ini berakhir dengan tepuk tangan panjang dari audiens, termasuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, chairman Twilite Indra Usmansjah Bakrie.

Untuk lagu "Ayam Den Lapeh", Addie tertarik pada lirik dan judul lagu yang secara harafiah berarti ayamku lepas.

Langkah-langkah kaki ayam kecil yang lepas, dan rasa sedih karena kehilangan menginspirasi Addie untuk menggunakan biola yang dengan teknik pizzicato, atau dipetik dengan jari, bukan digesek.

Begitu juga kontra bas yang juga dipetik. Efek perkusif ini menjadi dasar bagi flute dan klarinet, dan French Horn untuk memainkan melodi lagu "Ayam Den Lapeh".

Selebihnya Addie lebih banyak bermain dengan harmoni, dan warna atau color dari instrument yang menjadi salah daya pesona musik simfoni.

"Ayam Den Lapeh" merupakan lagu berbahasa Minang karya Abdul Hamid/Nurseha yang dibawakan Orkes Gumarang dalam kemasan musik berbau Latin.

Sekadar catatan, pada era 1950-an, sebelum rock n roll mewabah, musik Latin memang sedang digandrungi. Dalam versi Twilite Orchestra "Ayam Den Lapeh" menemukan wajah simfoniknya.

Begitu juga "Yamko Rambe Yamko" dan lagu daerah lain, serta lagu-lagu patriotis.

Dengan bahan lagu-lagu daerah, Twilite juga dengan menawan menggarap "Nusantara Fantasia untuk Solo Harpa dan Orkes".

Menampilkan harpist Rama Widi, karya ini memuat "Cik Cik Periuk", "Tokecang", "Mande Mande", "Sigulempong", dan "Padang Bulan".

Lagu dari daerah, dengan karakter lokal masing-masing, terangkum dalam konserto untuk harpa dan orkestra yang unik. Nuansa Nusantara yang hadir dalam bentuk simfoni.

Penyanyi pop

Kehadiran penyanyi pop Lea Simanjuntak dan penyanyi seriosa Daniel Kristianto menghadirkan suasana yang lebih cair. Daniel tampil dalam "Indonesia Pusaka" karya Ismail Marzuki, dan Lea membawakan "Tanah Airku" (Ibu Soed).

Mereka berduet dalam "Rayuan Pulau Kelapa" didukung paduan suara lengkap.

Ada catatan kecil soal distribusi suara saat Lea membawakan lagu "Tanah Airku". Pada bagian akhir dari lirik yang berbunyi "Tanahku yang kucintai.."

Suara Lea "terbanting" oleh gemuruh, atau tingkat kekerasan bunyi orkestra, sehingga kurang terdengar.

Tanpa mikrofon, Lea menggunakan suara kepala (head voice) untuk nada tinggi, dengan dan tingkat kelantangan maksimal. Akan tetapi, hal ini tidak mengganggu seluruh penampilan Lea.

Addie MS mengakui, dirinya seharusnya membuat penyesuaian aransemen untuk lagu yang dibawakan Lea tersebut.

Terutama, pada bagian yang menuntut tingkat sonoritas suara yang tinggi, serta kemampuan jangkau suara yang tinggi pula. Di pentas, tangan kiri Addie tampak memberi isyarat kepada musisi untuk menurunkan tingkat keras bunyi.

Akan tetapi, jiwa garapan karya tersebut memang menempatkan bagian tersebut sebagai klimaks dengan tanda dinamik fortissimo (fff), alias sangat keras.

Pengalaman Lea sebagai penyanyi pop cukup mendukung. Ia mampu menjalin komunikasi yang baik dengan penonton, termasuk gesture dan gaun merahnya itu.

"Saya muncul lewat the whole packaged," kata Lea. Dan benar, "Tanah Air" mendapat tepuk tangan panjang penonton.

Twilite Orchestra lewat simfoni mampu mengobarkan patriotisme, mengibarkan Indonesia....

-----------

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Agustus 2016, di halaman 24 dengan judul "Berkibarlah Indonesia...".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com