Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arsip dan Perawatan Film Masih Memprihatinkan, Peran Pemerintah Dibutuhkan

Kompas.com - 29/09/2016, 20:55 WIB
Andi Muttya Keteng Pangerang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Sinematek Indonesia Adi Surya Abdi mengungkapkan, hingga kini sarana dan prasarana hingga sumber daya manusia untuk pengarsipan dan perawatan film belum maksimal.

Padahal, lanjut dia, kedua unsur itu begitu penting karena film termasuk warisan bangsa. Karena itu, selain kesadaran dari sineas sendiri, pemerintah juga diharapkan tak lepas tangan.

"Kami memerlukan peremajaan SDM (sumber daya manusia), kami memerlukan peremajaan alat. Siapa yang harus bertanggung jawab? Pemerintah," ucapnya dalam wawancara khusus dengan Kompas.com di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Jakarta Selatan, Senin (22/8/2016).  

"Untuk merawat film sebagaimana arsip film di luar negeri, kita membutuhkan peremajaan dari sumber daya manusia dan equipment. Nah, itu yang sampai hari ini tidak pernah bisa terwujud. Kenapa? Karena kepedulian pemerintah terhadap arsip film itu rendah," imbuhnya.

Adi menjelaskan, Sinematek sudah dialihkan hak pengelolaannya dari Pemprov DKI ke Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) sejak belasan tahun lalu. Karena itu, biaya operasional Sinematek diketahui berasal dari yayasan.

Di satu sisi Sinematek mengalami keterbatasan biaya. Untuk meremajakan SDM dan alat-alat membutuhkan biaya yang tak sedikit.

Adi mencontohkan, saat ini Sinematek memerlukan mesin pembersih pita film negatif dan positif, lalu mesin pemindai atau scanning seluloid untuk alih media ke digital, serta perangkat penunjang komputerisasi lainnya.

"Itu sudah M (miliaran). Kalau mau melangkah ke restorasi, lebih gede lagi kami perlu (alat-alat itu). Pertanyaannya, siapa yang mau kasih? Pendonor ya paling CSR, tapi kan harus dikoordinasikan dengan pemerintah karena inikan perintah Undang-Undang," katanya.

Lanjut Adi, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, seharusnya pemerintah tetap hadir meski Sinematek Indonesia bukan milik negara sepenuhnya.

Dalam Pasal 38 ayat 5 menyebutkan bahwa, "Pengarsipan film sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat dukungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah'. Kemudian, Pasal 51 berbunyi, "Pemerintah berkewajiban memberikan bantuan pembiayaan apresiasi film dan pengarsipan film".

"Artinya kami enggak perlu minta mestinya. Mereka bikin program tentang arsip apa yang harus mereka lakukan. Mereka bisa bekerja sama dengan lembaga pengarsipan yang sudah ada dan sudah eksis," katanya.

"Atau mereka bikin baru. Kalau bikin baru, yang mau diarsipin film apa. Sebenarnya kekayaan kita kan film seluloid, yang menjadi objek vital," tambah Adi.

Ia menambahkan, tanpa diberi tahu, sebenarnya pemerintah sudah paham betul betapa kurang maksimalnya fasilitas perawatan dan pengarsipan film Tanah Air, begitupun dengan SDM-nya.

Hanya saja pihaknya menilai ketegasan serta kepedulian pemerintah masih perlu ditingkatkan.

"Kami juga harus maklum. Pemerintah inikan jabatannya itu silih berganti. Ada pejabat yang membawahi film, concern. Tapi tiba-tiba dia diganti. Yang baru belum tentu concern," ucap Adi.

Namun, sebaiknya untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah sejak awal membuat pemetaan utama atau blue print untuk perfilman Indonesia. Khususnya dalam bidang pengarsipan dan perawatan film.

"Kalau misalnya pemerintah mempunyai grand design terhadap kepentingan perfilman, mereka punya blue print desain yang jelas, siapapun pun yang mendapatkan (menjabat), bisa. Ini yang kami harapkan. Saya optimistis ini pelan-pelan sudah mulai ada tanda-tanda," kata Adi.

Ikuti juga kelanjutan artikel ini dalam program Visual Interaktif Kompas.com (VIK) "Napas Baru Film Doeloe".

Kompas Video Para Perawat "Harta Karun" Perfilman Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau