Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Namaku Pram: Catatan dan Arsip", Mengenal Lebih Dalam Pramoedya Ananta Toer

Kompas.com - 17/04/2018, 20:38 WIB
Irfan Maullana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai upaya dalam melihat lebih dekat Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan besar yang pernah dimiliki Indonesia, Titimangsa Foundation bekerjasama dengan Dia.Lo.Gue, dan didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, menggelar pameran bertajuk ‘Namaku Pram: Catatan dan Arsip’.

Pameran ini menampilkan sosok Pram yang bukan hanya sebagai penulis, tetapi lebih sebagai manusia dalam kesehariannya dan dokumentator Indonesia.

Pameran ini resmi dibuka pada Selasa (17/4/2018) hari ini di Galeri Indonesia Kaya dengan menampilkan Slamet Rahardjo, Najwa Shihab, Ratna Riantiarno dan Ananda Sukarlan.

Penikmat seni juga dapat menyaksikan mini pamerannya yang akan diselenggarakan di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia pada tanggal 17 April–2 Mei 2018 mendatang, sedangkan pameran yang menampilkan lebih banyak catatan dan arsip Pram ini juga dapat dilihat di Dia.Lo.Gue Kemang pada 17 April–20 Mei 2018.

Namaku Pram: Catatan dan Arsip merupakan sebuah pameran yang menampilkan barang-barang keseharian Pram dan kegiatannya yang suka sekali mencatat dan mengarsipkan segala sesuatu.

Pameran ini tercetus setelah suksesnya penyelenggaraan pementasan Bunga Penutup Abad pada 2016 dan 2017 lalu.

Baca juga : Buku Pramoedya Ananta Toer Bantu Hanung Pramantyo Hidupkan Kartini

Naskah pementasan yang diprakarsai oleh Titimangsa Foundation dan didukung Bakti Budaya Djarum Foundation ini, merupakan adaptasi dari novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer.

"Penting untuk diketahui oleh masyarakat umum, terutama generasi muda, bahwa Indonesia pernah mempunyai seorang penulis yang tidak hanya unggul dalam karya, tetapi juga merupakan seorang pencatat yang rajin dan konsisten dalam mendokumentasikan berbagai peristiwa dari seluruh pelosok tanah air," ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.

"Semoga pameran Namaku Pram: Catatan dan Arsip ini dapat memperlihatkan sisi lain seorang Pramoedya Ananta Toer dalam kesehariannya dan dapat menginspirasi generasi muda untuk lebih mencintai sastra Indonesia serta menjadikan sastra sebagai bagian gaya hidup sehari-hari," lanjutnya.

Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, 6 Februari 1925 dan karya-karyanya mulai dikenal sejak tahun 1950-an seperti cerpen dan novel. Selama tujuh dekade masa hidupnya dipakai untuk menulis lebih dari 50 buku, dan cerita-ceritanya ini diterjemahkan ke dalam 42 bahasa dunia termasuk di antaranya Bahasa Spanyol pedalaman dan Bahasa Urdu.

Pramoedya Ananta Toer merupakan satu-satunya penulis Indonesia yang berkali-kali menjadi kandidat peraih Nobel Sastra. Pramoedya Ananta Toer dan karya-karyanya lebih dari sekedar hadiah Nobel atau sejumlah penghargaan lainnya yang ia terima dari dunia internasional.

Karya-karya Pramoedya tak pernah berhenti menjadi inspirasi banyak orang demi memaknai sejarah perjuangan kemanusiaan di tengah berbagai penindasan. Terutama lewat empat novelnya yang terpenting yang ditulisnya semasa menjalani tahanan di Pulau Buru. Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca, merupakan empat novel yang dikenal dengan tetralogi Pulau Buru.

Baca juga : Mengapa Pramoedya Ananta Toer Jadi Google Doodle Hari ini?

Happy Salma, seorang aktris yang juga menjadi Penggawang Titimangsa Foundation mengungkapkan, "Saat saya sedang berproses dalam pementasan 'Bunga Penutup Abad' pada 2 tahun yang lalu, saya mempunyai nazar, bahwa apabila pementasan ini menuai kesuksesan, saya ingin sekali membuat sebuah pameran yang berfokus pada Pram."

"Karya-karya Pram telah memberikan pengaruh besar dalam cara saya memandang dan menjalani hidup. Pameran ini merupakan salah satu bentuk rasa terima kasih saya untuk Pram yang secara tidak langsung menjadi guru hidup saya."

"Saya ingin lebih banyak lagi orang yang tahu tentang Pram dan membaca karya-karyanya. Bahwa karya sastra mampu menggerakkan hati banyak orang dan membangun karakter seseorang dan pada akhirnya karakter bangsa adalah benar, dan Titimangsa Foundation berupaya untuk selalu konsisten dalam mengapresiasi karya sastra Indonesia," demikian Happy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau