JAKARTA, KOMPAS.com - Jika Indonesia memiliki genre musik khas dangdut, maka Korea Selatan juga mempunyai genre musik Trot.
Trot memiliki banyak kemiripan dengan genre musik dangdut.
Selain karena penggunaan tempo 2/4 dan 3/4 yang diambil dari musik foxtrot, musik trot juga kerap digunakan sebagai musik pengiring dansa di Negeri Ginseng.
Lirik lagu trot umumnya berisi tentang kesedihan atau penderiataan yang diakibatkan perpisahan atau kemalangan.
Di antara tema-tema lain yang populer adalah cinta antara pria dan wanita, cinta terhadap keluarga, serta keindangan alam.
Musik trot berkembang semasa penjajahan Jepang atas Korea.
Lagu pop Korea yang disebut yuhaengga berkembang sebagai campuran musik rakyat Korea dan musik pop Jepang yang berirama torotto atau foxtrot.
Sejak pertengahan tahun 1920-an, industri rekaman Korea sudah memiliki pasar tersendiri untuk lagu-lagu berirama trot.
Puncak kepopuleran trot terjadi pada awal tahun 1930-an di mana radio mulai sering memutarkan musik tersebut.
Kepopulerannya bahkan semakin terbantu berkat adanya fonograf dan piringan hitam.
Popularitas trot kemudian menurun karena genre musik lain mulai naik daun.
Namun musik trot kembali menarik perhatian masyarakat Korea setelah terjadi Debat Ppongjjak di kalangan intelektual Korea pada tahun 1980-an.
Mereka lantas mulai menyebut trot sebagai genre asli Korea atau lagu pop tradisional dari Korea.