YOGYAKARTA, KOMPAS - Animator Indonesia perlu lebih berani menggali dan mengolah tema serta kultur lokal yang potensial karena banyaknya. Selain keberanian animator, perkembangan animasi membutuhkan dukungan pemerintah dan industri media.
Hal ini dikatakan Creative Director Serial Animasi Malaysia Upin dan Ipin Muhammad Usamah Zaid bin Yasin usai menjadi pembicara di seminar animasi LA Lights Indie Movie 2010 di Taman Budaya Yogyakarta, Senin (2/8). "Indonesia sebenarnya mempunyai animator- animator yang kuat dalam berkarya," katanya.
Zaid mengatakan, dengan pengemasan yang menarik, animasi dengan tema serta kultur lokal akan digemari masyarakat karena kedekatan kisahnya. Masyarakat dapat memahami dan masuk dalam cerita. Hal ini setidaknya telah terbukti pada serial animasi Upin dan Ipin yang digemari di Malaysia dan Indonesia. Kisah dalam serial yang pertama dibuat tahun 2006 merupakan tema-tema lokal berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Selain itu, kata Zaid, dukungan pemerintah Malaysia pun sangat penting. Industri animasi di Malaysia berkembang sejak pemerintah memberikan berbagai program dukungan animasi sejak 2000. Saat ini, animasi menjadi salah satu sumber pemasukan negara. Animasi-animasi yang bertema kelokalan ini juga menjadi media promosi budaya Malaysia di luar negeri.
Beberapa dukungan tersebut berupa dana bantuan, mempermudah akses pada pasar di luar negeri, serta penyediaan sarana berupa software maupun hardware bagi para pelaku animasi yang masih lemah.
Animator dari Jakarta Harris Reggy mengatakan, dukungan pemerintah Indonesia pada industri animasi sangat minim. Selain itu, media di Indonesia pun berminat pada animasi produksi lokal. Akibatnya, banyak produksi animasi Indonesia yang tidak terserap pasar. "Karena dana besar dan waktu lama, televisi akhirnya tidak berminat," ujarnya.
Menurut Harris, sebenarnya Indonesia mempunyai banyak animator berkualitas. Namun, banyak di antara mereka yang terpaksa bekerja di luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.