JAKARTA, KOMPAS.com -- Efek Rumah Kaca (ERK), band yang lebih dikenal dengan lagu-lagu kritik, ikut menyoroti kesesakan Jakarta ketika ambil bagian dalam rangkaian acara Jakarta Biennale #14 2011.
Rangkaian acara seni itu ditujukan untuk mengajak masyarakat merespon kondisi Jakarta yang sudah sesak. Para seniman menginisiasinya dengan karya-karya mereka. Diawali pada Juli 2011, rangkaian acara tersebut dirancang akan mencapai puncaknya pada November 2011, Desember 2011, dan Januari 2012.
Tema rangkaian acara itu, Jakarta Maximum City: Survive or Escape? Tema itu mewakili pertanyaan besar mengenai arah masyarakat Jakarta dalam menghadapi kesesakan di kota mereka, bertahan atau kabur.
Ditargetkan oleh penyelenggara rangkaian acara tersebut, yaitu Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), kira-kira 200 seniman--rupa, musik, tari, teater, dan film--unjuk gigi. dalam bentuk seni lukisan, musik, tari, teatrikal, sampai pemutaran film.
Tempat-tempat indoor dan outdoor di Jakarta dipilih menjadi tempat-tempat rangkaian acara itu, dari mal-mal besar pacific Place dan Senayan City, Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Galeri Nasional, hingga pelataran stasiun kereta, taman kota, klenteng, ruas jalan, sungai, dan jembatan layang.
Jumat lalu (29/7/2011) di TIM, Efek Rumah Kaca (ERK) mendapat kesempatan tampil dalam konser Blues 4 Freedom, yang merupakan bagian dari Jakarta Biennale #14 2011. Grup tersebut naik ke pentas tanpa Adrian Yunan Faisal (bas), yang sedang sakit. Jadi, yang hadir hanya Cholil Mahmud (vokal dan gitar), Akbar Bagus Sudibyo (drum dan vokal latar), dan seorang pemain bas yang sementara menggantikan Adrian.
Dalam penampilan kira-kira satu jam tersebut, ERK menyuguhkan tujuh lagu--"Desember", "Mosi Tidak Percaya", "Debu-debu Berterbangan", "Sebelah Mata", "Hilang", "Di Udara", dan "Jalang". "Penampilan lagu-lagu yang kami bawakan kemarin biasa-biasa saja, seperti konser sebelumnya. Tapi, kalau dikaitkan dengan konser Blues 4 Freedom Jumat kemarin (29/7/2011), ada juga lagu tentang kemarahan," kata Cholil sekaligus mewakili rekan-rekannya ketika diwawancara melalui telepon genggamnya, Selasa (2/8/2011).
Mengenai rangkaian acara Jakarta Biennale 2011, Cholil mengaku belum menonton pamerannya. "Terus terang, kami belum melihat pamerannya," ujarnya.
Namun, ia memiliki pandangan tentang Jakarta. "Menurut saya, masyarakat Jakarta yang mayoritas berpendidikan seharusnya tanggap dengan bentuk-bentuk pelayanan publik yang ada sekarang ini. Kita seharusnya menuntut melalui berpolitik pada tempatnya. Selama ini, rakyat cuek, bukan artian cuek benar-benar cuek, tetapi kalaupun ada yang mau ngomong masih takut menuntut," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.