JAKARTA, KOMPAS.com -- Industri televisi tak bisa dilepaskan dari tampilan visual yang nyaman dilihat mata. Karena itu, program informasi pun dikemas sedemikian rupa agar sama menariknya dengan program hiburan.
Lewat Kata Kita, Kompas TV menghadirkan program informasi dalam kemasan perbincangan (talk show) ringan tanpa mengurangi kedalaman isu yang dibahas. Di tengah hiruk pikuk putaran kedua pemilihan gubernur DKI Jakarta, September lalu, misalnya, Kata Kita mengangkat tema pemuda dan politik.
Program ini diawali prolog yang menampilkan beberapa berita aktual pilihan, biasanya tak lebih dari tiga isu, disampaikan oleh presenter tetap acara ini, Timothy Marbun. Isu-isu pada prolog disampaikan dengan menekankan sisi yang terkesan menyentil. "Kelakuan politisi, misalnya, bisa 'lucu' juga kan," kata Timothy, yang juga produser program acara ini.
Wawancara yang mengungkapkan pendapat anak-anak muda di jalan soal isu politik mengawali segmen perbincangan tentang isu utama. Berikutnya, tema Pemuda dan Politik dibedah dengan melongok sisi kreatif.
Kali ini kesadaran anak muda merespons isu politik dibahas oleh pekerja seni Ine Febriyanti dan praktisi politik Sys NS. Ine menyoroti betapa politik menjadi ranah yang berjarak dengan masyarakat, khususnya anak muda, karena politisi tak pernah sibuk dengan isu yang kecil tetapi konkret dan "dekat" dengan rakyat. Sementara, Sys berpendapat, makin banyak anak muda alergi dengan politik karena contoh berpolitik yang jelek dan buruknya pendidikan politik.
Dukungan jajak pendapat
Pendapat narasumber dalam program acara ini selalu ditinjau ulang dengan hasil jajak pendapat Litbang Kompas. Data hasil jajak pendapat itu disajikan dalam grafik dan dipresentasikan oleh peneliti senior Litbang Kompas ini.
Terkait tema Pemuda dan Politik itu, misalnya, hasil jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan, sejak tahun 2004, partisipasi pemilih dalam pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah makin turun. Partisipasi pemilih muda bahkan lebih rendah lagi dibandingkan pemilih yang tak lagi tergolong pemuda.
Perbincangan dan pembahasan data ini diselingi tampilan video film dan musik yang menarik terkait isu yang dibahas. Selingan grafis dan video membuat kemasan acara ini terasa lebih ringan dan menarik.
Diskusi juga menjadi makin renyah dengan penampilan Cameo Project dan wawancara Kompas TV dengan wali kota termuda dunia, Bashaer Othman, yang menjabat di Allar, Palestina.
Timothy menjelaskan, Kompas TV berusaha menjaga agar program acara perbincangan ini tidak terjebak jadi dangkal, semata karena terlalu mengedepankan fungsi menghibur. "Pilihan isu yang diangkat pun bukan semata sensasional, melainkan harus isu yang didukung dengan data ilmiah lewat kerja sama dengan Litbang Kompas," tutur Timothy.
Ketika Kota Solo diguncang isu soal maraknya tindakan teror pada awal September lalu, misalnya, Kata Kita mengangkat tema Pelestarian Seni Tradisional, tetap dengan membedah sudut pandang anak muda.
Perbincangan pada episode itu dilakukan dengan mengambil tempat di luar studio, yakni di depan pendopo Pura Mangkunegaran, Solo. Di tempat digelar pementasan Matah Ati. Perbincangan dengan Atilah Soeryadjaya—penulis naskah, sutradara, dan produser Matah Ati—serta direktur artistiknya, Jay Subyakto. Episode ini lebih menarik karena beberapa kali disisipi tayangan pementasan spektakuler Matah Ati.
Tentu juga diselingi lontaran-lontaran opini anak muda tentang bagaimana mereka mengapresiasi seni tradisi serta sajian grafis jajak pendapat Litbang Kompas tentang pelestarian seni tradisi.
Di pengujung program, Kata Kita kerap menyuguhkan epilog dari tokoh-tokoh yang sudah dikenal masyarakat, seperti Dahlan Iskan, Komarudin Hidayat, dan Sudjiwo Tedjo. Selama sekitar dua menit, mereka menyampaikan perenungan pribadi tentang isu di luar topik yang biasa mereka sampaikan pada publik.
Begitulah, elemen hiburan memang kian deras masuk ke wilayah jurnalisme televisi kita. Ada yang bisa menyeimbangkan di antara muatan jurnalisme ada juga yang tidak. Tengoklah, di televisi banyak perbincangan yang lebih kental muatan pertunjukan daripada pembahasannya sehingga esensi dari tema yang diperbincangkan kabur.
Sebaliknya, terlalu banyak perbincangan tanpa pengemasan dan elemen pertunjukan pun membuat acara jadi kering, berat, dan membosankan. (DAY/BSW)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.