Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aura Jazz dan Politik

Kompas.com - 30/04/2013, 08:00 WIB
Frans Sartono

Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan itu, naik panggung, lalu duduk di belakang piano merek Fazioli. Kemudian mengalunlah ”Spain”, komposisi jazz terkenal karya Chick Corea. Hadirin, mulai dari politisi, pengusaha, hingga pencinta jazz, pun riuh bertepuk tangan.

Dia pianis yang kami kontrak untuk main malam ini,” seloroh MS Hidayat, Menteri Perindustrian yang membuka hajatan ”In the Mood: A Jazz Evening with Idang Rasjidi and Friends” di Soehanna Hall, gedung The Energy, Jakarta.

Perhelatan juga menampilkan Salamander Big Band dengan konduktor Devy Ferdianto plus penyanyi Nenden dan Gail Satiawaki. MS Hidayat pun belakangan dipanggil naik ke panggung. Ia melantunkan ”Girl from Ipanema” bersama Imelda Rosaline dengan iringan Salamander Big Band. ”Dulu saya bercita-cita jadi penyanyi, tapi tidak kesampaian,” katanya.

Cukup mulus ia menyelesaikan lagu bossanova karya Antonio Carlos Jobim itu. Bahkan, di akhir coda, ia berani mengambil nada tinggi dan aman- aman saja. ”And when she passes, I smile - but she doesn’t see....”

Begitu lagu berakhir, penonton bertepuk riuh.
Bahkan, mereka berteriak meminta tambahan lagu, ”More...more..!”
Hangat, akrab
Malam itu, jazz menjadi medium pergaulan sosial yang hangat, akrab, dan menyenangkan.

Gita Wirjawan dan MS Hidayat malam itu seperti sedang menanggalkan atribut formal sebagai menteri. Mereka adalah penikmat jazz seperti halnya musisi dan hadirin lain. MS Hidayat, misalnya, mengucapkan selamat datang kepada Yenny Wahid sebagai politikus yang menggemari jazz. Politisi, seniman, wartawan, dan pencinta musik berbaur dalam satu penikmatan. Hadir pula Ginandjar Kartasasmita, Bob Tutupoly, dan Ananda Sukarlan. Lia Amelia dari Bank Saudara juga naik panggung dan fasih bernyanyi jazz.

Perhelatan itu diprakarsai Arifin Panigoro, Gita Wirjawan, Wisnu Wardhana, dan M Chatib Basri yang adalah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Sebelum konser dimulai, Arifin dan kawan-kawan memberikan sambutan yang membuat hadirin tergelak. Ia meminta hadirin memperhatikan ”aura” dari para tokoh yang hadir, termasuk Gita Wirjawan, MS Hidayat, dan Chatib Basri yang bersapaan Dede.

”Pak Dede ini banyak gosipnya. Jadi atau enggak jadi, dilihat saja auranya. Sudah kelihatan dari sekarang,” kata Arifin. Maksudnya jadi menteri.

Hadirin tertawa mendengar guyonan itu.

”Kalau Pak Gita (auranya) hari ini akan terasa pada pianonya yang kelas satu,” kata Arifin menyindir Gita Wirjawan yang menggunakan piano Fazioli bikinan Italia, yang termasuk piano terbaik di dunia.

”Beliau menteri perdagangan, tapi kan sekarang running juga. Lebih dari itu (jabatannya) nanti,” ujar Arifin.

”Nah, tinggal Pak Hidayat. Dia menteri perindustrian yang single. Siapa tahu..,” kata Arifin disambut tawa riuh, lalu melanjutkan. ”Dilihat saja auranya satu per satu. Bapak ini jadi presiden atau tidak, jadi menteri keuangan atau tidak. Jadi...”

Tanah Air

Setelah guyonan ngalor ngidul yang mengarah ke panggung politik 2014 itu, Idang Rasjidi and Friends memainkan lagu ”Tanah Air” karya Ibu Sud dengan vokalis Amelia Ong. Idang membuat lagu patriotik itu dalam nuansa senyap yang membuat suasana merinding. Suling yang dimainkan oleh Saat meliuk-liuk, seperti mengajak orang menyusup ke pedalaman Tanah Air yang jauh dari hiruk-pikuk politik.

Saat adalah seniman dari Melak, Kalimantan Timur, dengan lingkungan hutan dan sungai. Ia sangat adaptif dengan realitas auditif di sekitarnya. Ia tidak sok mencoba agar permainannya terdengar seperti jazz.

”Aku mengkhayal dulu, membayangkan, merenungkan keadaan Tanah Air, negeri ini. Aku telusuri dulu suasana negeri. Yang keluar di benak saya kok negara kita yang penuh bencana, kerusuhan,” kata Saat tentang lagu ”Tanah Air”.

Saat

merespons permainan Idang pada piano, Yance Manusama (bas), Iwan Wiradz (perkusi), dan Wahyu Angga (drum). Dan lihat bagaimana setiap musisi saling merespons.

Oleh Idang dan kawan-kawan, ”Tanah Air” menjadi sangat Indonesia.

Saat bermain sesuai jiwa aransemen Idang Rasjidi. Idang membuat ”Tanah Air” menjadi ungkapan keprihatinan. Di tengah serunya pentas politik Idang merasakan orang seolah- olah lupa pada pijakan hidup dan tujuan hidup bernegara. ”Orang-orang seperti lupa, tidak punya tempat berpijak. Saya ajak orang kembali ke tempat kita berpijak, yaitu Tanah Air kita,” kata Idang.

”Ini merupakan semacam ’perlawanan’ saya di tengah ingar-bingar politik saat ini,” kata Idang.

Ada semacam tema yang tampaknya dirancang Idang dan kawan-kawan sebagai bagian dari bentuk tanggung jawab sosialnya sebagai seniman.

Ia, misalnya, memilih ”Di Bawah Sinar Bulan Purnama” yang dibawakan Sastrani Titaranti. Penyanyi yang berbasis vokal klasik ini sama sekali tidak berpretensi ngejazz. Idanglah yang menjadikan suguhan terasa beratmosfer jazz.

Dengan indah, suasana malam terang bulan di tepi pantai itu tersuguh lewat suara Sastrani. Idang merancang aransemen dengan atmosfer terang, penuh harapan. Seperti tergambar dalam lirik Maladi, ”Si miskin pun yang hidup sengsara, semalam itu bersuka...”

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com