Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merayakan Film Pendek di Layar Lebar

Kompas.com - 13/07/2014, 14:55 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Di sebuah kafe, Genda dan Handi yang tidak saling mengenal, duduk saling membelakangi. Genda lebih banyak diam, sementara Handi sibuk dengan kopi pesanannya. Sikap Genda yang menyiratkan kegundahan, membuat Handi tertarik memulai percakapan. Meski awalnya ragu, perlahan Genda mulai membuka diri. Kisah demi kisah pun mengalir dari mulut Genda. Pembicaraan mendalam terjadi antara keduanya, meski masih duduk saling membelakangi.

Adegan antara Handi dan Genda tersebut muncul dalam film Horison, satu dari tujuh film peraih penghargaan XXI Short Film Festival 2014 yang diputar di jaringan bioskop XXI sejak 3 Juli lalu. Film berdurasi 17 menit karya Samuel Ruby dari Singapura ini meraih penghargaan Film Pendek Favorit XXI Short Film Festival 2014.

Selain merekam adegan pembicaraan antara Handi dan Genda, Horison juga menampilkan adegan-adegan dengan alur mundur untuk menyelami kisah Genda. Dialog di antara keduanya dibangun dengan kalimat-kalimat metafora yang memaksa penonton mengumpulkan konsentrasi untuk mencernanya. Pada akhirnya, Horison membawa pada akhir cerita yang bisa ditebak-tebak.

Film pendek lain adalah Asiaraya karya Anka Atmawijaya Adinegara dari Jakarta. Film berdurasi 10 menit ini mendapatkan penghargaan Special Mention Official Jury untuk Film Pendek Animasi. Film ini berkisah tentang pengorbanan seorang tentara Jepang dalam mewujudkan janji negaranya untuk memerdekakan Indonesia dari cengkeraman bangsa Barat. Film ini menyajikan sisi lain perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan.

Kisah menarik tentang kehidupan keluarga keturunan Tionghoa yang bersahaja tersaji dalam film Akar garapan Amelia Hapsari dari Jakarta. Berdurasi 22 menit, Akar menggambarkan secara utuh kehidupan sebuah keluarga Tionghoa sejak memutuskan tinggal di Indonesia hingga kemudian melakoni kehidupan sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Gambar-gambar dan dialog disajikan dengan "telanjang", tanpa bumbu-bumbu. Tidak jarang, gambar dan dialog-dialog yang tersaji memancing tawa penonton. Muncul pesan kuat bahwa mereka adalah bagian dari Indonesia. Hidup dan mati mereka untuk Indonesia. Film ini meraih penghargaan sebagai Film Pendek Dokumenter Terbaik dan Special Mention Film Pendek Dokumenter Pilihan Media.

Dialog jujur
Film Selamat Tinggal, Sekolahku karya Ucu Agustin dari Jakarta berkisah tentang perjalanan seorang anak penyandang disabilitas di sekolah luar biasa. Lintang, bocah penyandang tunanetra parsial, harus meninggalkan sekolahnya setelah 7 tahun menjalin persahabatan dengan teman-temannya.

Berdurasi 13 menit, film peraih penghargaan Film Pendek Dokumenter Pilihan Media ini menyampaikan makna persahabatan mendalam. Dialog-dialog yang muncul terasa jujur, membawa penonton pada suasana haru. Di balik keharuan, ada semangat menyambut masa depan yang lebih baik.

Ironi tentang ujian nasional yang kerap diwarnai ketidakjujuran muncul dalam Lembar Jawaban Kita karya Sofyana Ali Bindiar dari Bandung. Film yang meraih penghargaan sebagai Film Pendek Fiksi Naratif Pilihan Indonesian Motion Picture Association ini berkisah tentang Ali yang berjuang mempertahankan kejujurannya di tengah kondisi yang sudah sedemikian permisif terhadap kecurangan ujian nasional. Sebuah kritik terhadap kebobrokan mental.

Dua film terakhir adalah Kitik dan Sepatu Baru. Film Kitik yang meraih penghargaan Film Pendek Animasi Terbaik dan Film Pendek Animasi Film Media ini berkisah tentang tradisi khitan pada suku Karo, Sumatera Utara. Film berdurasi 6 menit karya Ardhira Anugerah Putera dari Jakarta ini menyajikan gambar-gambar animasi yang halus. Kisahnya diangkat dari kekayaan budaya Tanah Air yang diolah dengan jenaka.

Sepatu Baru karya Aditya Ahmad dari Makassar meraih penghargaan sebagai Film Pendek Fiksi Naratif Terbaik dan Film Pendek Fiksi Naratif Pilihan Media. Film ini menyuguhkan kisah sederhana tentang hasrat kuat seorang bocah perempuan untuk menggunakan sepatu baru.

Sayang, hujan yang tak henti mengguyur kampungnya yang kumuh, membuatnya harus berupaya keras menghentikan sang hujan. Sebuah kisah sederhana yang disajikan dengan cerdas. Alur cerita mengalir, menyajikan simbol-simbol yang mudah dicerna. Kisahnya yang menggelitik berhasil mengundang tawa penonton.

Ketujuh film yang diputar dalam XXI Short Film Festival 2014 ini merupakan bukti bahwa karya-karya film pendek di Tanah Air patut diapresiasi penonton dan mendapatkan tempat yang layak di dunia perfilman Tanah Air. Karya-karya yang baik akan menjadi perangsang terbaik animo penonton. (DWI AS SETIANINGSIH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com