Sebuah karya lagu pada prinsipnya bisa dinyanyikan oleh siapa saja dengan tafsir dan gaya personal tiap pembaca lagu. Dalam album Fariz RM & Dian PP in Collaboration With keluaran Target Pop, Sammy Simorangkir melantunkan lagu "Kau Seputih Melati" karya Yockie Suryo Prayogo dengan karakter vokalnya yang khas. Dia melakukan reinterpretasi atas lagu yang pernah dipopulerkan Dian Pramana Poetra pada awal 1980-an itu. Sammy berhasil keluar dari bayang-bayang versi Dian PP dan menjadikan lagu itu miliknya.
Produser eksekutif album ini, Seno M Hardjo, menuturkan, Sammy sempat gamang menyanyikan lagu tersebut mengingat "Kau Seputih Melati" pernah populer lewat versi Dian PP. Setelah diyakinkan, Sammy mampu mengeksekusi lagu dengan mantap pada take atau perekaman suara yang ketiga.
"Jadi, Sammy itu memang jago banget," kata Seno memuji.
Oleh produser, lagu itu dirancang sebagai duet Sammy dengan Dian PP. Akan tetapi, Dian sendiri menilai versi yang telah dibuat Sammy sudah sangat bagus. Dian akhirnya dengan bijak memosisikan diri sebagai featuring, semacam bintang tamu pada lagu yang pernah mengangkat namanya itu.
"Setelah mendengar Sammy nyanyi-nya penuh energi, penghayatan yang mantap, dan aransemen vokal yang tertata dengan baik, tak perlu lagi dibantu Dian PP. Lebih baik aku sebagai featuring, di belakang saja," kata Dian.
Pada lagu tersebut warna Dian masih terasa hadir, tetapi tidak mendominasi. Justru di situlah letak kekuatan lagu yang aransemennya digarap Andi Rianto tersebut. Paraf atau karakter khas Dian tidak hilang, tetapi citranya sebagai penyanyi yang pernah memopulerkan lagu itu masih membayang di antara gaya Sammy yang prima.
Kualitas dan komersial
Produser eksekutif album ini cukup jeli dalam memilih penyanyi dan penata musik. Di masa susah jualan album fisik seperti saat ini, ia bisa menyeimbangkan antara tuntutan kualitas dan komersial sebuah album. Sejumlah penampil pada album ini mempunyai massa yang cukup besar. Penyanyi tersebut diharapkan bisa merengkuh pasar yang disasar oleh album ini, yaitu remaja dan kaum muda pada umumnya. Sebut saja Fatin yang menyanyikan lagu "Demi Cintaku". Begitu pula Indah Dewi Pertiwi yang kebagian lagu "Semua Jadi Satu" yang pernah mencatat angka penjualan sekitar 300.000 keping album di masa susah.
Penampil lain, seperti Maliq & D'Essentials ("Barcelona"), Sandhy Sondoro ("Sakura"), Glenn Fredly ("Aku Cinta Padamu"), dan Citra Scholastika ("Kurnia dan Pesona"), masing-masing punya massa yang tidak sedikit.
Di samping itu, ada pertimbangan katakanlah agak "idealis". Misalnya ada penyanyi sopran Isyana Saraswati dalam "Paseban Kafe" yang bernuansa agak nge-jazz. Grup Sore dalam "Jawab Nurani", 3 Composer ("Masih Ada"), dan Ecoutez ("Di Antara Kita"), Tuffa ("Antara Kita"), dan Angel Pieter ("Biru"). Dan nyatanya, mereka mendapat respons pasar. Setidaknya, dalam acara hearing season dengan pengelola radio, ada sebuah stasiun radio yang menyasar pendengar muda, kelas menengah atas, memilih lagu "Biru", "Paseban Kafe", dan "Masih Ada".
Lintas generasi
Fariz RM (55) dan Dian PP (53) adalah musisi, penyanyi, dan penggubah lagu yang karyanya ikut mewarnai era 1980-an. Lagu-lagu pada album Fariz RM & Dian PP in Collaboration With populer pada era 1980an—kecuali lagu "Demi Cintaku" yang ditulis Dian PP pada pertengahan 1990-an. Antara lagu-lagu tersebut dan usia para penyanyinya terentang jarak 20-30-an tahun.
Ketika Fariz memopulerkan lagu "Sakura" pada 1980, Sandhy Sondoro masih berumur 7 tahun. Saat lagu "Kau Seputih Melati" populer pada awal 1986, Sammy Simorangkir baru berusia 4 tahun. Pada tahun-tahun tersebut, Fatin belum lahir, dia kelahiran tahun 1996.
Dian mengaku sempat terkaget-kaget saat mendengar lagu-lagunya dinyanyikan, dibaca ulang, oleh penyanyi-penyanyi yang berselisih usia antara 20-30 tahun dengan usianya. Mereka datang dengan referensi dengaran yang berbeda dengan saat Dian menggarap lagu-lagu tersebut pada era 1980-an.
"Anak muda sekarang penuh kejutan. Waktu saya dengar Glenn atau Sammy bawakan lagu-lagu itu, kok, jadi berubah. Tidak seperti apa yang saya pikirkan. Itu kejutan yang bagus buat saya," kata Dian bangga.
Lagu "Biru" gubahan Dian-Deddy Dhukun yang dulu dibawakan Vina Panduwinata dengan mengalir lembut bagai orang kasmaran itu kini berubah bernuansa pop country yang rancak serupa gaya-gaya Taylor Swift. Lagu "Semua Jadi Satu", yang dulu dibawakan Malyda dengan gaya agak nge-beat, kini semakin mengajak orang jingkrak-jingkrak dengan rasa electronic dance music. "Barcelona"-nya Fariz relatif kurang banyak berubah meski warna Maliq & D'Essentials cukup terasa di situ.
Lagu-lagu era 1980 itu dibaca ulang dengan kacamata penyanyi muda hari ini. Lagu-lagu lawasan itu mencoba mengikuti tren musik hari ini, mencoba menyapa telinga pendengar hari ini. Ia mencoba tidak terjebak sebagai album nostalgia. (XAR)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.