"Kelompok indie ini akan terus ada karena luapan kreatifitas seseorang tidak akan pernah habis. Karena industri tidak bisa menampung, jadi akan menumpuk," terangnya. Karena itulah, dikatakan Triawan, beberapa komikus memutuskan berada di jalur independen atau indie dan menggunakan pameran sebagai media publikasi.
Sekarang sebenarnya, lanjut Triawan, mereka mulai banyak terbantu oleh perkembangan internet. "Jadi pameran seperti ini bagus untuk komunitas besar indie untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Kalau tidak, akan ditaruh dimana ini? Paling di web," ucap ayah penyanyi Sherina Munaf ini.
Dirinya lantas menyarankan agar komunitas komik indie membentuk suatu asosiasi resmi. Supaya kegiatan publikasi karya mereka bisa diakomodir oleh pemerintah, khususnya Badan Ekonomi Kreatif. "Saya minta sebagai pemerintah di Badan Ekonomi Kreatif agar bisa berhubungan tidak secara individual, tapi kepada komunitas dan asosiasi resmi agar bisa dibuatkan program. Ke depannya punya rencana apa. Namun baiknya, harus resmi asosiasinya. Kalau perorangan, agak susah," ucap Triawan.
Dalam pameran Retrospektif Komik Indie ini, ada 24 komikus yang ikut berpartisipasi dari segala usia. Seluruh karya yang dipamerkan merupakan arsip komik indie koleksi perpusatakan Akademi Samali dari 1994 hingga 2015. Juga ada sumbangan dari koleksi pribadi. Bukan hanya pameran, ada pula bazar komik, seminar komik Asia Tenggara, dan diskusi buku Retrospektif Komik Indonesia 1995-2005. Acara ini digelar mulai Jumat 8 Mei hingga 16 Mei 2015, pukul 10.00 hingga pukul 18.00 WIB.