Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Idy Muzayyad pun memberikan tanggapannya berkait hal itu.
"(Aturan) kami enggak melihat atau menyasar orang per orang, ya," ujar Idy saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/2/2016).
Ia mengatakan, larangan yang dibuat oleh KPI tidak dimaksudkan untuk memutus rezeki seseorang, tetapi untuk mengembalikan tayangan televisi ke tujuan awal penyiaran, yakni mendidik dan sesuai norma.
"Penyiaran televisi itu untuk menampilkan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa. Kedua, masyarakat kita kan memiliki norma kesopanan, kesusilaan, serta kesantunan sendiri yang berbasis pada agama serta nilai yang ada. Jadi, bukan diputarbalikkan," kata dia.
Mengenai seorang pelaku seni dipekerjaan lagi atau tidak karena pengaruh dari larangan KPI, menurut Idy, hal itu perlu dikembalikan kepada stasiun televisinya.
"Kalau dasarnya kemanusiaan, saya balik begini, kenapa enggak televisi mempekerjakan orang tidak dengan peran seperti itu, peran yang membawa indikasi di luar norma," tuturnya.
"Kembali ke orangnya dan juga siaran televisinya karena kadang-kadang gaya begitu kan juga tuntutan peran. Dia laki-laki beneran, lama-lama bisa 'melambai', itu kan faktor lingkungan dan tuntutan (kerja), dan lainnya," tambah Idy.
Diberitakan sebelumnya, Tessy menganggap pencekalan dirinya di televisi karena tampil layaknya wanita menjadi awal perkenalannya dengan narkotika.
(Baca: Kata Tessy, Ia Frustrasi dan Kenal Narkotika karena Gaya Lawaknya Dicekal)
"Selama ini, saya sudah lama enggak nongol di TV. Enggak usah ngomong lagi kan, itu lantaran KPI? KPI juga berperan (jadikan) saya pemakai barang haram (narkotika) itu karena frustrasi," ujar Tessy di Rumah Sakit (RS) Polri, Kramatjati, Jakarta Timur, tempat ia dirawat, Selasa (9/2/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.