JAKARTA, KOMPAS.com - "Boneka cantik dari India // Menjadi idaman sepanjang hari // Kini kudapat boneka baru untuk hadiah ulang tahunku..." Suara penyanyi lawas Ellya Kadam berkumandang dari sebuah komputer jinjing di ruang redaksi KPG, lantai tiga gedung Kompas Gramedia, Palmerah Barat, Jakarta, Jumat (24/2/2017) sore.
Lagu yang dirilis 1963 itu diputar di sela diskusi "Dilupakan Jangan: Dendang dan Bincang Lagu Lama Indonesia". Sebab, salah satu jenis musik yang menjadi pembahasan adalah dangdut yang pernah populer pada era 1970-an di Tanah Air.
"Tahun 1972 sudah ada istilah dangdut, sudah disebutkan istilah itu di koran Kompas. Tapi sebelumnya sudah ada," ucap Etnomusikolog dari Universitas Pittsburgh Andrew Weintraub.
"Itu dari orkes Melayu yang dimasukkan unsur rock oleh Rhoma Irama terus juga Ellya Kadam pakai banyak lagu India. Diterjemahkan dan diadaptasi sedikit untuk konsumsi di sini (di Indonesia)," tambahnya.
Perbincangan kemudian beralih ke musik hiburan pascakemerdekaan di era 1950-an. Kolektor musik dan pendiri Irama Nusantara, David Tarigan, mengatakan bahwa salah satu musisi yang memiliki pengaruh terhadap musik Indonesia saat itu adalah pianis jazz Nick Mamahit.
"Nick Mamahit bersama Mas Yos, pemilik label Irama. Musik hiburan istilahnya saat itu, mereka yang buat pakemnya di tahun 1950-an. Ada unsur jazz, tetapi dicampur dengan musik pop," ujar David.
Kemudian, David menyebutkan nama Wandi Grup, kelompok musik yang menurut dia memberikan warna berbeda dalam industri musik pada era 1970-an. Wandi Grup menggabungkan musik tradisional Sunda dengan musik populer 1970-an.
Salah satu contohnya adalah lagu "Papatong" dari album Wandi Group Pop Sunda Volume 3, campuran musik Sunda, lagu pop dengan sedikit unsur The Beatles di dalamnya. Soal pencampuran jenis musik, lanjut David, sebenarnya sudah terjadi pada masa 20 tahun sebelumnya.
Pada 1958, Oslan Husein dan Orkes Teruna Ria, menggubah lagu "Bengawan Solo" karya Gesang Martohartono dengan musik rock 'n roll bergaya Elvis Presley. Saking populernya, David menyebut bahwa lagu itu disinyalir menjadi salah satu artefak kedatangan musik rock 'n roll di Indonesia.
Namun, musisi-musisi yang ingin memainkan musik trendi dari Barat pada masa itu tak bisa langsung melakukannya karena pada era Soekarno jenis musik tersebut termasuk tak lazim.
"Di albumnya aja dikasih tahu ini masih muda, banyak salah, jangan kaget. Banyak anak-anak muda saat itu yang memainkan musik trendi mencari cara bisa masuk dapur rekaman," ucap David.
"Jadi mereka mencampuradukkan musik barat, seperti rock 'n roll dan latin chacha, dengan segala sesuatu berbau Indonesia. Istilahnya nasionalismenya tetap ada. Hasil percampuran itu menghasilkan sesuatu yang spesial," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.