Di balik kesan dingin nan misterius yang terlanjur dilekatkan publik—juga media— pada sosoknya, Nicholas Saputra sebenarnya pribadi yang cukup hangat dan rileks.
Ia bisa asyik berceloteh panjang tentang berbagai hal yang menarik perhatiannya. Mulai dari film, isu lingkungan, masa remajanya, keluarga, hobinya berpergian, seni, sampai soal kedatangan Raja Salman dari Saudi Arabia.
Ya, kami bertemu di Restoran Plataran Dharmawangsa di suatu pagi yang cerah, tepat di hari kedatangan Sang Raja di Jakarta.
Lalu lintas Jakarta hari itu bisa dipastikan akan berlangsung cukup ribet. Kami pun bersyukur, janji bertemu hari itu sedikit melipir di selatan Jakarta, cukup berjarak dari pusaran keriuhan kedatangan tamu negara.
“Sudah paling bener deh, jadinya ketemuan di sini,” ujar Nico.
Di awal pertemuan pagi itu, Nico harus “dijemur” dulu di halaman restoran yang asri, untuk sesi pemotretan. Mumpung restoran belum buka di jam makan siang, pemotretan bisa berlangsung lebih leluasa.
Nico bebas menampilkan sisi dirinya yang kasual, tak melulu harus dimisterius-misteriuskan seperti imaji yang kerap tampil di majalah-majalah selama ini.
Ayam-ayam mutiara yang cantik dan burung-burung merpati putih di halaman sesekali berseliweran di sekitarnya selama rana kamera membidik sosoknya berkali-kali.
Mungkin burung-burung itu merasa satu jenis organisme yang sama dengan Nico. Maklum saja, dalam film yang baru diluncurkan di Indonesia, Interchange, Nico berperan sebagai manusia burung. Lebih tepatnya menjadi burung rangkong gading yang terperangkap dalam sosok manusia bernama Belian.
Peran sebagai Belian itu menandai 16 tahun sudah kiprah Nico di dunia film. Tak terasa. Nico bukan lagi remaja lelaki yang diidolakan publik begitu rupa lebih karena karisma fisiknya. Ia bertumbuh.
Kematangan diri tertangkap lewat tuturannya yang tangkas dan artikulatif. Sesekali, cengiran jahilnya pun terbit ketika melempar komentar jeli tentang suatu obrolan pagi itu—yang sepertinya cukup kami saja yang tahu.
Usai pemotretan, Nico menyesap teh hangat earl grey bercampur susu. Ia lalu minta camilan pada pelayan resto. Tak lama, pisang goreng dalam potongan-potongan mungil yang masih hangat mendarat di meja kami.
Pisang goreng bersaus gula merah itu lalu dicomotnya berkali-kali, terlumat habis di mulutnya. Sepertinya dia lapar. Mungkin juga belum sempat sarapan. Obrolan kami lalu berlanjut.. Tentang dirinya.
Ikuti perbincangan hangat dengan Nico selengkapnya dalam rubrik Gaya Hidup Harian Kompas Minggu, 5 Maret 2017. Untuk akses versi digital dengan berlangganan di Kompas.id.
Ada pula ulasan lengkap sepak terjang generasi muda Makassar di dunia film. Karya mereka pun sanggup tampil di bioskop jaringan 21 dan ditonton ratusan ribu orang.
Selain itu, 'hadir' ulasan film Galih dan Ratna versi generasi milenial, gebyar perhelatan musik Java Jazz, dan berkangen-kangen dengan Air Supply. Dapatkan pula berbagai inspirasi desain coffee table dan simak promotor musik Anas Alimi berbagi cerita tentang rumahnya yang menenangkan dan menyenangkan. (SF)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.