Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gasing yang Berpusing

Kompas.com - 22/01/2008, 16:08 WIB

Menyaksikan orang-orang bermain gasing di acara ujipetik gasing yang diadakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 7-9 Desember lalu, saya terkenang dengan pemain gasing asal Pontianak bernama Pak Taufik (59) yang saya jumpai di kota Khatulistiwa itu pada pertengahan tahun 2007. 

Elok nian gerak Taufik dalam bermain gasing. Sambil melompat tinggi-tinggi, disertai pekikan mirip jago silat, dilemparkannya gasing ke tanah. Dan,.. wus wus..gasing pun berpusing cepat dan gagah, serupa bumi yang berpusar pada porosnya.

Gasing yang berputar cepat, dan lagak Taufik yang memainkannya, kesannya memang seperti sedang menantang pemain gasing lainnya untuk beradu di arena.

Benar saja, tak lama kemudian, seorang pemain gasing lainnya seperti disulut emosinya untuk meladeni tantangan Taufik. Lalu...buk! Sekali pukul, gasing lawan itu pun langsung menukik pada kepala gasing Taufik, sekalian membungkam kekeh Taufik yang semula berlagak jumawa.

Sayang, pada acara ujipetik kali ini Pak Taufik tak datang ke Jakarta untuk beraksi kembali. Tapi saya beruntung, masih bisa menyaksikan beberapa jagoan gasing dari berbagai daerah untuk mengikuti ujipetik.

Cara bermain mereka ada yang seperti Pak Taufik, ada yang memindahkan gasing yang sedang berputar dari satu tempat ke tempat lainnya seperti yang dilakukan peserta dari Kepulauan Natuna, ada pula yang mengangkat gasingnya dan meletakkannya di tangan.

Usai masing-masing utusan melakukan semacam pameran bermain gasing secara individual, selanjutnya para utusan itu dipersilakan main gasing per daerah yang diwakili.

Kontingen dari Batam maju. Mereka menampilkan dua pemain dan satu wasit. Sebelum mereka bermain, wasit memberikan maklumat aturan main yang harus dipatuhi kedua pemain. Misalnya, pemasang (orang yang kalah dalam undian pada awal permainan--undian biasanya dilakukan dengan koin--), menjadi orang yang pertama bermain dan siap menerima pukulan. Atau, apabila gasing pemasang berhasil dimatikan putarannya oleh pemukul, maka pemukul mendapat poin 2 (dua), dan seterusnya.

Pertandingan pun dimulai. Pemasang memainkan gasingnya tepat di tengah arena yang sudah diberi lingkaran. Sesaat kemudian, pemukul bersiaga menghantamkan gasingnya pada gasing pemasang.

Rupanya gasing pemasang cukup tangguh. Kendati terkena pukulan, ia masih tetap berputar. Bahkan, setelah dipindahkan ke lingkaran lain untuk adu ketahanan lama berputar, justru gasing pemasang yang lebih lama berputar. Maka jadilah gasing pemasang mendapat nilai satu dan beroleh kesempatan jadi pemukul.

Silih ganti permainan berlanjut. Hingga salah satu di antara keduanya mengumpulkan 10 poin untuk mendapatkan kemenangan.

Gasing adalah permainan rakyat

Pakar folklor Dr. James Danandjaya, MA menengarai bahwa gasing termasuk ke dalam Folklor Sebagian Lisan. Artinya, gasing adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya, yang oleh orang modern seringkali disebut tahayul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan, ditambah dengan gerak isyarat, yang dianggap mempunyai makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik Roma, yang dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan roh jahat, dan ditambah lagi dengan benda material yang dianggap dapat menangkal pengaruh jahat, atau membawa rezeki, seperti batu-batu permata tertentu. Bentuk folklor ini misalnya, permainan rakyat (gasing, congklak, dan lain-lain), teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, pesta dan lain-lain.

James menambahkan, Gasing adalah sejenis permainan rakyat yang ada di banyak negara, seperti antara lain di Eropa, Amerika dan Asia Tenggara. Di Eropa dan Amerika disebut top. Di Filipina pada suku bangsa Tagalok disebut turumpo (Lopes, 1980: 236-241). Di Jawa Timur disebut gasing.

Penyebutan ini di Indonesia juga beragam. Di Sulawesi Utara dalam bahasa Bolaang Mongondow disebut Paki, bahasa Sangir menyebut Kasing, bahasa Talaud menyebutnya Asing. Di Jawa sebagain menyebut panggal.

Gasing terbuat dari berbagai bahan. Namun paling dominan adalah terbuat dari kayu. Di Tanjungpinang, pembuat gasing biasanya menggunakan kayu pelawan punai, pelawan tanduk, gemeris, tiampan, mentigi. Di Jawa biasanya menggunakan kayu waru, jambu biji.

Cara memainkan gasing umumnya menggunakan tali yang dililitkan di badan gasing sebelum dilemparkan ke tanah. Kini anak-anak di wilayah perkotaan mengenal gasing impor (dari China dan Jepang) yang disebut baylade yang menggunakan bahan baku dari plastik.

Gasing umumnya memiliki empat bentuk. Yakni, bentuk jantung, bentuk piring, bentuk buah perembang dan bentuk guci.

Meski masing-masing daerah memiliki ciri sendiri-sendiri dalam permainan ini, namun intinya permainan gasing memiliki dua cara untuk bermain. Pertama, adalah adu lama berputar, dan kedua adalah menghentikan lawan dengan cara memukul gasing ke gasing lawan yang sedang berputar.

Permainan gasing menurut pendapat pengajar Universitas Jember Dr Ayu Sutarto, juga dipercaya dapat membantu sosialisasi dan pembentukan kepribadian seseorang. Sebab, lanjut Sutarto, struktur dan dinamika dari berbagai bentuk permainan seringkali menggambarkan perilaku, nilai, dan harapan tertentu.

Di samping itu, dalam suatu kebudayaan tertentu, permainan juga menumbuhkan bermacam-macam kontrol sosial. Bagi orang dewasa, permainan dapat difungsikan untuk menjaga kerukunan sosial atau menekan konflik serta ancaman dalam kehidupan bermasyarakat (Zurcher, 1974:38).

Senada dengan pendapat Ayu Sutarto, staf pengajar dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dra. Mayke S. Tedjasaputra, M.Si, menekankan bahwa permainan gasing sebagai alat permainan mempunyai fungsi majemuk. Karena bisa digunakan untuk bermain; sebagai sarana untuk menyalurkan ide dan kreativitas dengan cata merancang, menciptakan dan membuat gasing; dan sebagai sarana untuk berkompetisi.

Mayke menambahkan, dari sudut psikologi sebagai suatu ilmu, kegiatan bermain (termasuk permainan gasing--Red) mempunyai manfaat untuk perkembangan fisik dan motorik anak, perkembangan kognitif, dan sosial-emosional.

Riwayat Gasing
 
Gasing telah dikenal secara luas di seluruh pelosok Nusantara. Semua daerah yang ada di wilayah kepulauan Indonesia umumnya memiliki permainan ini. Itulah sebabnya, bangsa Indonesia yang masyarakatnya multietnik, terdiri dari berbagai suku bangsa  mengenal berbagi jenis permainan gasing.

Daerah asal permainan ini dan penyebarannya secara kronologis di wilayah nusantara belum diketahui secara pasti. Data sejarah berupa naskah-naskah kuno maupun data arkeologi, baik artefak maupun non artefak tentang permainan ini belum ditemukan, hingga sulit untuk mengungkap sejarah dan penyebaran permainan gasing di wilayah nusantara secara pasti.

Menurut informasi dari orang-orang tua penggemar permainan ini, permainan gasing di wilayah Pulau Tujuh (Natuna) Propinsi Kepulauan Riau telah ada sejak jaman penjajah Belanda, bahkan jauh sebelum masa itu telah ada. Di wilayah Jawa Barat, permainan ini dikenal sebelum masa kemerdekaan. Sementara di wilayah Sulawesi Utara dikenal sejak tahun 30 an.

Di beberapa daerah Indonesia, permainan ini disebut dengan istilah yang berbeda, seperti permainan Gangsing atau Panggal (Jakarta dan Jawa Barat), permainan Pukang (Lampung) permainan Gasing (Jambi, Bengkulu Tanjungpinang, dan wilayah kepulauan Riau, Sumatra Barat) permainan Begasing (Kalimantan Timur), permainan Megangsing (Bali), permainan Maggasing (Nusatenggara Barat),  permainan Apiong (Maluku).

Masyarakat Bolaang Mongondow di daerah Sulawesi Utara misalnya, mereka mengenal gasing dengan sebutan Paki. Masyarakat Bugis di daerah Sulawesi Selatan menyebutnya dengan Maggasing atau Agasing (Makasar). Masyarakat Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutnya dengan istilah Gangsingan, dan lain lain.

Permainan ini dapat dimainkan oleh anak-anak, orang dewasa, dan orang tua di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya datar dan keras. Dengan cara memutarkan gasing, yaitu alat permainan dari kayu keras berbentuk bulat lonjong, jantung, piring terbang, silinder dan bentuk-bentuk lainnya yang merupakan ciri khas daerah masing-masing dengan bantuan seutas tali. Permainan ini dapat dimainkan secara perorangan atau beregu dengan jumlahnya bervariasi, di mana masing-masing daerah berbeda. Demikian pula dengan jenis, bentuk dan ukuran gasing, jenis bahan baku gasing dan aturan permainan gasing dimasing-masing daerah berbeda.

Permaianan Gasing

Secara umum dapat digambarkan bahwa gasing merupakan salah satu alat permainan yang dibuat dari kayu keras dengan bentuk badan bulat, bulat lonjong, jantung, piring terbang (pipih), kerucut, silinder dan bentuk-bentuk lainnya yang merupakan ciri khas kedaerahan dengan ukuran bervariasi, terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki / paksi .

Bagian-bagian gasing tersebut, di setiap daerah Indonesia bervariasi. Ada gasing yang memiliki kepala dan leher, seperti gasing yang dijumpai di Ambon (Apiong). Sementara gasing Jakarta dan Jawa Barat tidak memiliki leher, melainkan hanya kepala. Demikian pula pada gasing Jakarta dan Jawa Barat, tampak secara jelas paksi (taji) yang dibuat dari paku atau logam, sementara pada gasing Natuna (propinsi kepulauan Riau), paksinya tidak tampak.

Pada umumnya gasing dimainkan dengan cara dan urutan sebagai berikut :

1. Pertama-tama si pemain memegang gasing tersebut   
    pada tangan kiri.

2. Kemudian tangan kanan si pemain melilitkan seutas 
    tali pada gasing dimulai dari  bagian paksi hingga
    bagian badan gasing secara kuat. Sementara
    dibeberapa wilayah Indonesia, lilitan tali dimulai
    pada bagian kepala gasing hingga bagian badan.

3. Gasing yang telah dililit tali tersebut, di pindahkan
    ketangan kanan si pemain, selanjutnya dilempar
    scara keras kepermukaan tanah yang datar dan

Secara umum gasing  yang tersebar di wilayah Indonesia, berdasarkan jenisnya dapat dikelompokkan kedalam gasing adu suara, gasing adu putar, dan gasing adu pukul/adu kekuatan (gasing uri/penahan dan gasing pangkak/pemukul). Diwilayah Jakarta dikenal jenis gasing adu suara yaitu gangsing,  dan gasing adu pukul/kekuatan yang disebut panggal.

Keragaman jenis gasing dapat dijumpai pula di wilayah Jawa Barat, meliputi gasing kelangenan (gasing adu suara) dan gasing adu (gasing kolo dan gasing gandek). Sementara di wilayah Tanjungpinang dan sekitarnya (propinsi Kepulauan Riau), dikenal gasing penendin, penahan dan pemangkak. Khusus museum gasing yang terletak di kecamatan Pulau Belakang Padang, Batam hanya dikenal gasing jenis ori (penahan) dan gasing pemangkak atau pengacau. Di wilayah Riau Daratan, dikenal jenis gasing jantung yang khusus diadu dalam pertandingan dan gasing beralik yang hanya dimainkan untuk hiburan atau hanya dipusingkan (diputar)  saja. Di Bali dikenal gasing adu kekuatan, terdiri dari gasing penahan (Belek) dan gasing pemukul (gasing Gebug).

Peralatan pendukung untuk memutar gasing adalah tali yang panjang diameter dan bahan bakunya bervariasi pada setiap wilayah Indonesia, tergantung pada sumber daya alam yang tersedia di lingkungannya. Di Tanjungpinang dan wilayah sekitarnya pada umunya tali yang digunakan untuk memutarkan gasing dibuat dari kulit batang pohon Sukak atau kulit pohon Turih Pandan yang dipintal dengan panjang 3 meter untuk gasing penendin dan gasing penahan. Sementara untuk gasing pemangkak digunakan tali sepanjang 1,5 meter. Di Kalianda, Lampung Selatan, digunakan tali dari kulit batang pohon Kerbang (sejenis pohon yang daunnya seperti daun pohon sukun) yang di pintal sepanjang 1,5 meter untuk memutarkan gasing dalam pertandingan. Di Jawa Barat, tali yang digunakan untuk memutar gasing pada umumnya dibuat dari bahan kain yang dipintal sepanjang 1 meter.

Arena untuk permainan gasing pada umumnya berupa tanah datar dan keras tidak berdebu dan tidak berumput dengan ukuran arena disetiap daerah di wilayah indonesia bervariasi. Di Jakarta arena gasing berbentuk lingkaran berdiameter 0,5 - 1 meter. Sementara di Tanjungpinang, arena gasing berbentuk persegi empat berukuran 10 x 10 meter dengan bagian atas arena di beri pasir halus. Sementara di desa Munduk, kecamatan Banjar (Bali), arena gasing berbentuk persegi berukuran lebih besar dari arena gasing di wilayah Tanjungpinang dengan kondisi tanah agak kental. Arena tersebut dibagi dalam 4 kuadran yang berukuran sama, digunakan oleh masing-masing pemain melepaskan gasing (pemasang atau pemelek) dan memukul gasing (pemangkak).

Permainan gasing dapat dilakukan secara perorangan dan beregu dengan jumlah anggota regu bervariasi pada masing-masing daerah di Indonesia. Di Bali satu regu dapat berjumlah 6 orang atau lebih, sementara di Tanjungpinang 1 regu berjumlah 10 orang atau lebih dan Jakarta 1 regu berjumlah 5 -10 orang. Di Jawa Barat khususnya Pandeglang 1 regu berjumlah 2 - 6 orang dan di Garut 1 regu berjumlah satu orang hingga tak terbatas.

Secara umum permainan gasing dilakukan oleh 2 orang (perorangan) atau 2 regu, terdiri dari laki-laki. Hal ini berkaitan dengan persyaratan permaianan yang memerlukan kemampuan fisik, gerak cepat dan kelincahan. Satu orang atau satu regu dalam permainan ini bertindak sebagai pemukul atau pemangkak. Sementara regu lain bertindak sebagai penahan atau pemasang. Pemukul (pemangkak) dan penahan ditentukan melalui undian, yaitu dengan mengadu perputaran gasing dari masing-masing perwakilan regu (Bertendin istilah Melayu Natuna).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com