Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalang Setan itu Masih Nomer Satu Dalam Sabetan

Kompas.com - 02/07/2008, 22:41 WIB

Dalam rangka ulang tahun bhayangkara ke 62, Ditlantas Polda Metrojaya menggelar pertunjukan wayang kulit dengan Ki Dalang Manteb Sudarsono yang membawakan lakon Arjuna Wiwaha. Rangkaian ultah Bhayangkara yang jatuh pada 1 Juli tahun ini diawali dengan apel siaga yang dipusatkan di Monas dengan inspektur upacara Presiden SBY.

Seperti galibnya pertunjukan wayang semalam suntuk, Ki manteb pun membuka pertunjukannya dengan adegan Limbukan. Adegan yang menampilkan tokoh perempuan gemuk dengan sisir besar di rambutnya bernama Limbuk yang ditemani oleh ibundanya yang bernama Cangik. Saat adegan ini berlangsung, Ki Timbul memperkenalkan beberapa bintang tamu yang mendukung pergelarannya. Di antaranya Yati Pesek, Nunung Srimulat, Tukul, Tarsan, dan Marwoto.

Setelah itu, Ki Manteb juga menjawab surat yang dilayangkan oleh seorang penonton yang menanyakan perihal SMP Bung Karno di Karang Pandan yang isunya milik Ki Manteb. Dalang kondang ini pun menjawab, dirinya punya keinginan yang kini sudah terpenuhi. Keinginan tersebut adalah memajukan pendidikan, agama, dan kesenian. Dalam hal  pendidikan, Manteb mendirikan sekolah murah di daerah Karang Pandan yang bernama SMP Bung Karno.

Pada Selasa malam itu, Manteb menggelar lakon Arjuna Wiwaha. Arjuna Wiwaha berarti perkawinan Arjuna. Syair epos ini ditulis oleh Mpu Kanwa yg menurut dugaan, hidup pada zaman Raja Airlangga. Raja Airlangga atau sering pula disingkat Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan yang memerintah tahun 1009-1042, dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.

Konon,  Mpu Kanwa mempersembahkan karya Arjuna Wiwaha kepada raja Airlangga. Untuk menghormati raja itu ia melukiskan kekuasaannya dengan mengambil Arjuna sebagai contoh. Lakon Arjuna Wiwaha yang digelar di halaman Polda Metro Jaya memang permintaan Dirlantas Kombes Pol Drs Joko Susilo MSi yang mengagumi Ki Manteb.

Usai adegan Limbukan, Manteb memunculkan suasana di Kerajaan Himahimantaka yang dipimpin oleh Raja Niwatakawaca. Pada adegan ini, Manteb mengeluarkan wayangnya dengan beragam karakter hasil kreasinya. Bermacam mahluk aneh dengan berbagai keunikannya dimunculkan di sini.

Tak lama kemudian muncul Raja Niwatakawaca yang diiringi oleh prajurit kepercayaannya yang bernama Mamang Muka yang didampingi Togog. Diceritakan, Raja Niwatakawaca memiliki keinginan hendak mempersunting bidadari tercantik di kahyangan bernama Dewi Supraba.

Tentu saja, para dewa menolak mentah-mentah keinginan Niwatakawaca. Merasa dilecehkan, Niwatakawaca pun murka. Dengan kesaktiannya, ia mengerahkan prajuritnya ke kahyangan untuk memeroleh Dewi Supraba secara paksa.

Suasana berganti. Kali ini Manteb menampilkan keluarga Pandawa yang sedang kehilangan salah satu ksatrianya yang bernama Harjuna. Keluarga Pandawa tak tahu ke manakah ksatria tampan yang dijuluki lelaning jagad itu pergi.

Sedang suntuk mereka mebicarakan Harjuna, mendadak muncul preman dari kerajaan Himahimantaka yang ingin mengobrak-abrik semua kerajaan, termasuk kerajaan para keluarga Pandawa. Tentu saja, keluarga Pandawa melawan. Peperangan pun berlangsung dengan dahsyat.

Pada adegan ini, Ki Manteb kembali menunjukkan kelasnya sebagai "dalang setan". Dalang yang memiliki sabetan yang indah sekaligus atraktif. Ya, dalam hal sabetan, Manteb memang tiada duanya. Namun beberapa bibit muda seperti Bayu Aji Pamungkas yang putra dalang Anom Suroto serta Purbo Asmoro patut diwaspadai oleh Manteb. Bahkan, Bayu konon mewarisi kemerduan suara ayahnya yang terkenal dalam olah vokal. Orang bilang, salah satu kelemahan Manteb adalah di sisi vokal.

Tapi, kelebihan Manteb juga bukan cuma di sabetan, namun juga pada dinamika dialog para tokohnya. Misalnya, saat Baladewa menantang seorang raksasa, Manteb menggunakan dialog yang cepat namun tetap terjaga artikulasinya. Tak cuma itu, ia juga pandai mengendalikan emosi penonton.

Sementara sebagian prajurit Himahimantaka melabrak anak-anak Pandawa, pasukan lain kerajaan itu langsung dipimpin oleh Niwatakawaca menyerbu Junggring Saloka, negeri para dewa.

Betara Guru, bos para dewa khawatir, negerinya bakal hancur oleh amuk Niwatakawaca. Oleh tangan kanannya yang bernama Narada, disarankan agar dewa memerintahkan Begawan Ciptaning untuk melawan Niwatakawaca. Betara Guru setuju, tapi Ciptaning harus diuji dulu oleh tujuh bidadari. Apabila Ciptaning lolos ujian dan tak mempan rayuan bidadari, baru boleh dijadikan lawan Niwatakawaca. Tak cuma itu, betara Guru juga turun langsung menguji kesaktian Harjuna. Guru menjelma jadi seorang pemburu bernama Raden Keratarupa.

Tepat pukul 00.41, adegan gara-gara mulai berlangsung. Begawan Ciptaning yang sedang bertapa didampingi oleh punakawan, Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Mereka masuk diiringi lagu Dara Muluk. Gareng, Petruk dan Bagong tidak berani mengganggu Semar yang sedang semedi membantu begawan Ciptaning yang sedang bertapa.  Untuk menghibur diri, Gareng, Petruk dan Bagong mulai menyanyi dan saling meledek.

Setelah Begawan Ciptaning bertapa beberapa bulan lamanya, hari itu ia harus membatalkan tapa. Sebab, mendadak ada seekor  babi hutan yang mengamuk dan semakin mendekati tempat begawan Ciptaning bertapa. Begawan Ciptaning segera mengambil anak panah dan kemudian dilepaskannya tepat mengenai leher babi hutan, bersamaan dengan lepasnya anak panah milik raden Keratarupa yang juga menancap pada leher si babi hutan tersebut. Babi hutan tersebut adalah jelmaan dari patih Mamangmurko.

Begawan Ciptaning dan Raden Keratarupa berebut kebenaran atas anak panah yang mengenai babi hutan. Akhirnya di antara dua ksatria itu pun terjadi perang. Saat tiada yang kalah dan menang, Ciptaning  menjelma kembali menjadi Arjuna, sedangkan Raden Keratarupa menjelma kembali menjadi Batara guru sekaligus mengangkat Arjuna sebagai jago dewa untuk menghadapi Niwatakawaca. Agar menang,  Batara Guru memberi pusaka kyai Pasopati, kemudian Arjuna diboyong ke kayangan.

Bathara Guru dihadap oleh para Dewa, dan Raden Arjuna yang akan diwisuda untuk menjadi jago Dewa. Setelah persiapan selesai, Arjuna diwisuda menjadi jago Dewa untuk menumpas murkanya Prabu Niwatakawaca yang menentang kodrat, yakni ingin mempersunting Bathari Supraba. kemudian Arjuna berangkat ke Himahimantaka didampingi Bathari Supraba.

Prabu Niwatakawaca menerima kedatangan Togog dan Bilung yang melaporkan tewasnya Patih Mamangmurko dan Patih Mamanggono. Sang Prabu sangat marah mendengar berita tersebut, namun saat kemarahannya sampai di ubun-ubun, Abdi Emban menghadap, seraya memberi kabar bahwa Bathari Supraba berada di Kedaton. Supraba mengatakan, kedatangannya memang siap untuk dipersunting sang raja.

Prabu Niwatakawaca sangat gembira mendengar keterangan dari  Supraba sehingga secara tidak sadar, sang raja memberitahu segala rahasia hal yang ingin diketahui oleh Dewi Supraba. Sang raja juga memberi tahu letak kesaktiannya, termasuk Aji Gineng, sampai letak pengapesannya juga diberitahukan kepada Bathari Supraba. Saat bersamaan, keterangan sang raja didengar oleh Arjuna yang juga berada di kedaton tersebut dengan menggunakan Aji Panglemunan (tak nampak oleh mata). Akhirnya terjadilah perang antara Arjuna melawan Prabu Niwatakawaca.

Arjuna tidak berdaya melawan kekuatan Prabu Niwatakawaca. Namun pada waktu Arjuna tak berdaya ia melihat keanehan pada Prabu Niwatakawaca yang sedang tertawa terbahak-bahak. Arjuna melihat sinar yang berada di telak sang raja, yang merupakan sinar dari Aji Gineng. Kemudian dengan gerak yang sangat cepat, Arjuna melepaskan Pasopati tepat mengenai telak Prabu Niwatakawaca, yang membuat sang raja tewas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com