Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggali Makna dan Inspirasi dari Benda-benda Peninggalan Sejarah

Kompas.com - 04/08/2008, 22:34 WIB

Ada kecemasan yang mengkawatirkan dan memprihatinkan. Di antara banyak persoalan bangsa, salah satu yang akhir-akhir ini diberikan perhatian lebih oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, adalah kurangnya perhatian generasi muda untuk melestarikan benda-benda cagar budaya. Kenapa perhatian dan kepedulian kepada benda-benda cagar budaya itu kurang?

Kesalahan sistem pendidikan kita yang cenderung hafalan untuk pelajaran sejarah? Atau karena generasi muda itu tidak melihat dengan mata dan kepalanya sendiri kekayaan khasanah bangsa itu, sehingga rasa memiliki dan kepedulian untuk menjaga dan melestarikan itu tak muncul?

Terlepas apa pun jawabannya, apa yang dilakukan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Direktorat Nilai Sejarah, patut dicatat. Misalnya, dengan gencarnya menerbitkan buku-buku dan menggelar Lawatan Sejarah Nasional.

Baru-baru ini, misalnya, diterbitkan buku Album Benda Cagar Budaya dan Wisata Sejarah: Kenali Negerimu, Cintai Negerimu. Dicetak dalam edisi luks, dengan harapan agar sedikit-banyak masyarakat khususnya generasi muda tahu dan bisa mencintai sejarah dan budayanya. Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Hari Untoro Dradjat mengatakan, saat ini kebutuhan akan informasi tentang wisata sejarah menjadi bagian yang terpenting dalam mendorong dan menggairahkan kembali pariwisata nasional. Namun demikian, informasi berupa terbitan buku tentang wisata sejarah yang mencakup seluruh Indonesia masih sedikit.

"Banyak hal yang dapat diajarkan oleh sejarah, paling tidak ada empat guna atau fungsi sejarah, yaitu guna inspiratif. Dapat memberikan inspirasi atau ilham kepada setiap orang yang berjuang memperbaiki kehidupan masa kini dan masa yang akan datang. Kemudian guna instruktif, yakni dapat memberikan keterampilan atau pengetahuan yang dapat ditiru atau dicontoh oleh generasi berikutnya. Guna rekreatif, dapat memberikan kesenangan dan guna edukatif, memberikan wawasan yang sifatnya mendidik," jelasnya.

Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, sejarah menuntun kita agar tidak menuju arah yang salah atau agar tidak mengulangi kesalahan. "Kalau kau tidak tahu masa lalumu maka jangan harapkan kau akan mampu bermimpi tentang masa depanmu," mengutip kata-kata orang bijak. 

Sejarah selalu meninggalkan jejak-jejak dan peninggalan sejarah. Dokumen sejarah, tempat, dan benda-benda peninggalan sejarah merupakan sumber inspirasi untuk membangkitkan kebanggaan akan bangsa dan dapat menciptakan sebuah " heroisme baru" yang penting dimiliki bangsa ini, terutama di kalangan generasi muda.

"Sebagai bangsa yang besar kita memiliki banyak sekali sejarah dan budaya yang mengagumkan dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Warisan-warisan tersebut bentuknya beragam ada berupa gedung-gedung, monumen, benda cagar budaya, naskah-naskah kuno, dan bentuk lainnya yang keberadaannya patut kita jaga, lindungi, dan pelihara sebaik-baiknya agar tidak lenyap, rusak, atau berubah bentuk sehingga tetap dapat disaksikan oleh generasi mendatang pewaris bangsa ini dan dijadikan sumber rujukan ilmu pengetahuan, pengenalan jati diri serta meningkatkan kecintaan pada tanah air," ungkap Jero Wacik.

Dalam dilematik

Sebuah bangsa dapat dicitrakan dalam kaitannya dengan nilai-nilai sejarah dan budayanya. Sehingga muncullah ungkapan yang mengatakan bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan budayanya". Tetapi, coba kalimat itu dibalik menjadi " Bangsa yang menghargai sejarahnya dan budayanyalah yang akan menjadi bangsa yang besar".

Apakah bangsa Indonesia sudah menghargai sejarah dan budayanya sendiri? Barangkali, suatu pertanyaan yang harus kita jawab bersama. Mungkin dengan membangun museum Manusia Purba Sangiran di kawasan perbukitan tandus yang terletak di tengah perbatasan Kabupaten Sragen dan Karanganyar dan Museum Kailasa di Kawasan Dataran Tinggi Dieng yang dikelilingi bukit gundul, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, kedua museum itu di Provinsi Jawa Tengah, jawaban dari pertanyaan bagaimana bangsa Indonesia menghargai sejarah dan budayanya.

Sangiran menjadi situs sangat penting bagi sejarah geologi di Indonesia karena mencakup lapisan stratigrafi dari 2 juta sampai 200 ribu tahun yang lalu. Hal ini merupakan data terpenting untuk mengungkapkan proses evolusi manusia purba, budaya dan lingkungannya. Bahkan, Unesco telah menetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (World Culture Heritage) sejak tahun 1996 lalu.

Walau sudah 12 tahun berjalan, barangkali belum banyak generasi muda yang tahu, dan ironisnya, masyarakat setempat tidak tahu akan itu. Karena itu, jangan heran, potensi yang dimiliki menghadapi ancaman yang disebabkan oleh proses alam dan kegiatan manusia. Jual-beli fosil yang menjadi kekayaan dunia itu, dilaporkan masih ada, walau secara diam-diam.

Terlepas dari persoalan itu, jika Anda pergi ke Museum Manusia Purba Sangiran, jangan kaget, tidak banyak yang bisa disaksikan dan belum tertata dengan baik. Di situ Anda tak akan dapat menyaksikan fosil manusia purba, kecuali tayangan video tentang Sangiran. Pemerintah kini tengah mengembangkan Situs Manusia Purba Sangiran menjadi obyek wisata, yang merupakan salah satu upaya dalam pelestarian lingkungan dan budaya.

Untuk mengelola Situs Sangiran, tahun 2008 ini telah terbentuk Balai Pelestarian Manusia Purba Sangiran. Kini sedang dibangun museum senilai Rp25 miliar dan tanggal 28 Juli lalu juga sudah ditandatangani Perjanjian Kerjasama antara Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Sragen, dan Pemerintah Kabupaten Karanganyar tentang Perlindungan, Pengembangan Kawasan Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia Sangiran Early Man Site .

Sementara itu, Museum Kailasa di Kawasan Dataran Tinggi Dieng sudah selesai dibangun dan diresmikan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik bersamaan dengan peresmian Candi Arjuna yang selesai dipugar, yang berada tak jauh dari Museum Kailasa. Mencermati Museum yang ditata dengan baik dan informasi yang sangat menarik, museum menampilkan arca-arca temuan yang sangat berharga dan bercerita banyak tentang keunikan ciri-ciri Candi Dieng, yang merupakan jejak peradaban Hindu Jawa kuno pada abad VII-VIII Masehi.

Candi-candi di Dieng, menurut 22 prasasti berbahasa Jawa kuno yang ditemukan, merupakan pusat kegiatan religius dan didirikan oleh pemuja Siwa. Salah satu keistimewaan, ditemukannya asca Siwa Trisirah yang diketahui sebagai bentuk pemujaan terhadap Siwa yang tertua. Juga Siwa Nandisawahanamurti. "Kompleks percandian Dieng merupakan salah satu peninggalan yang sangat penting artinya, karena merupakan Candi Hindu tertua yang diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-7," kata Jero Wacik.

Luas Situs Percandian Dieng mencapai 900.000 meter persegi, berada pada ketinggian antara 1200 2500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Karena alamnya yang indah, bagi pemeluk agama Hindu, Dieng sering dijadikan sebagai tempat wisata religi, karena suasananya yang sunyi, sehingga cocok digunakan sebagai tempat bersemedi. Pemda setempat sedang mengusulkan Dieng sebagai pusat semedi dunia. Dengan konsep seperti ini, Dieng diharapkan mampu menarik wisatawan mancanegara yang ingin berwisata religi.

Cuma sayangnya, pada saat ini lahan situs purbakala ini terpaksa disewakan untuk lahan pertanian kentang dan sayur mayur lainnya. Hal inilah yang menjadi awal pengrusakan lingkungan situs purbalaka Dieng. Ternyata, di balik potensi luar biasa Situs Sangiran dan Situs Percandian Dieng, ada masalah yang tak kalah peliknya. Tampaknya, tak cukup membuat papan yang berisi kutipan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992, yang berisi larangan merusak, mengambil atau memindahkan, mengubah bentuk, dan memisahkan bagian, kelompok, dan kesatuan benda cagar budaya yang berada di dalam situs dan lingkungannya. Walaupun dengan ancaman Barang siapa yang melanggar larangan ini, dikenakan sanksi pidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya seratus juta rupiah , masyarakat seakan-akan tak peduli.

Namun, bagi Menbudpar Jero Wacik, sebagaimana yang ia tulis dalam prasasti peresmian Candi Kailasa, yang terpenting adalah: "Museum adalah tempat mengabadikan benda-benda bersejarah. Perhatikan bendanya, pelajari filsafat-filsafat yang dikandungnya. Yang kita dapatkan adalah; Toleransi menghasilkan harmoni, harmoni melahirkan kebahagiaan . "

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com