Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Levi Gunardi, Mencintai Negeri Lewat Piano

Kompas.com - 17/08/2008, 03:06 WIB

Mengenakan blue jeans dengan sweater warna hiam, Levi menyapa penonton yang hadir di Gedung Balai Pemuda Surabaya pada Kamis malam (14/8) dengan santun sebelum memulai pertunjukan konser Musikku untuk Bangsasku.

Levi Gunardi pun mulai bercerita tentang repertoar karya Frederick Chopin (1810-1849)yang akan dibawakan sebagai pembuka konser piano tunggalnya. Katanya, karya Chopin yang berjudul Andante Spianato and Grand Polonaise adalah sebuah karya yang terdiri dari dua bagian yang sangat berbeda. Di bagian awal, sangat terasa ciri khas Chopin dalam membuat melodi yang selalu diiringi "Spianato" yang berarti berputar-putar. Sedangkan pada bagian Grand Polonaise, Chopin seolah ingin menunjukan nasionlisme dirinya sebagai bangsa Polandia (meski Chopin lebih banyak hidup di Paris). Kesan megah tertuang sempurna di bagian ini.

Levi kemudian duduk hikmat di depan piano. Hening sesaat sebelum akhirnya komposisi Chopin mengalun lembut, menghadirkan keteduhan dan keindahan padang rumput dengan angin  sepoi-sepoi. Baru setelah berlangsung sekira tiga menit, tempo merangkak lebih cepat dan dinamik.

Tak kalah menariknya adalah ekspresi Levi yang menyatu dengan lagu. Beberapa kali ia menahan nafas saat memasuki kepedihan yang ditawarkan Chopin lewat notasi-notasinya. Di saat lain, Levi tampak menghela nafas lega saat ia berhasil menyelesaikan puncak komposisi terpanjang yang dimainkan Levi pada malam itu.

Tepukan riuh pun membahana dari sekira 200 penonton yang mayoritas mahasiswa beberapa perguran tinggi di Surabaya seirama dengan emosi Levi yang mencapai puncaknya.

Levi berdiri sambil membungkuk ke arah penonton. Ia pun kembali bercerita tentang dua komposisi yang akan dibawakannya.

"Dua repertoar berikut yang akan saya bawakan adalah karya Mochtar Embut dan Jaya Suprana," ujar Levi membuka percakapan.

Mochtar Embut, ungkap Levi, adalah komponis dan musisi otodidak. Embut mulai berkarya sejak usia 9 tahun. "Sehingga tak heran jika beliau menghasilkan 100 lebih lagu. saya bikin tiga saja sudah capek," kata Lewi yang disambut tawa penonton.

Kali ini Lewi akan memawakan satu komposisi milik Mochtar Embut (1934-1973) yang berjudul Kamajaya. Sebuah komposisi yang diilhami dari kisah pewayangan Batara Kamajaya yang memiliki pasangan abadi Dewi Kamaratih. Mereka dianggap sebagai simbol keluarga yang harmonis.

Bisa ditebak, karya ini memang mengedepankan harmoni yang liris. Kamajaya dibuka dengan suasana jawa yang romantik yan boleh jadi oleh penciptanya memang dimaksud untuk menggambarkan percintaan Kamajaya dan Kamaratih, sepasang kekasih yang saling mencinta dan dijadikan simbol ketampanan dan kecantikan oleh orang Jawa, sehingga saat acara hamil tujuh bulan biasanya ada gambar kamajaya dan kamaratih pada kelapa muda yang menjadi pelengkap upacara. Tradisi ini merupakan simbol harapan agar anak mereka kalau lahir kelak secantik kamaratih atau setampan kamajaya.

Disusul repertoar Fragmen karya jaya suprana. Intro ini sungguh mengingatkan kita pada lagu Untukmu Indonesiaku karya Guruh
Sukarnoputra. Tak jelas benar, siapa lebih dulu yang membuat. Fragmen, meski masih dalam nuansa jawa, ia  bergerak cepat. Boleh jadi karena nafas musik Bali yang kaya dinamika juga menyusup dominan pada lagu ini.

Selanjutnya Levi membawakan repertoar The Dancer, karya Levi sendiri. Sebuah karya Levi yang dibuat tahun 10991 dan baru ditulis setelah 12 tahun mengalir dalam keliaran Levi yang menyebabkan The Dancer berubah-ubah notasinya. The Dancer akhirnya ditulis pada 2004. Semenjak itu Levi pun harus taat dengan komposisi yang ditulisnya sendiri .

The Dancer bercerita tentang penari bali yang mendapat peran utama dalam sebuah pementasan. Sesuai dengan inspirasi yang ia dapat, Levi pun banyak mengambil rasa dan suasana gamelan bali.

Ada yang menarik sebelum Levi menampilkan Hongarian Rhapsody no 2 karya Franz Liszt (1811-1866). Ujar penyuka musik trance dan rock ini, repertoar milik Liszt inilah yang membuat dirinya menjadi pianis seperti sekarang ini. Levi mengaku, dirinya mengenal karya Liszt ini sejak kanak-kanak. Maklumlah, Hongarian Rhapsody memang telah akrab di telinga anak-anak seluruh dunia lantaran komposisi ini dipakai sebagai ilustrasi musik untuk film Tom and Jerry dan Bugs Bunny. Dan konon, 60 persen pianis di seluruh dunia terinspirasi menjadi pianis gara-gara Karya Liszt ini.

Saat memainkan komposisi ini, nyatalah kelas Levi sebagai pianis klasik yang gemilang. Ia menunjukan kepiawaiannya dalam skill,
terutama saat ia beraksi dengan speed yang tinggi.

Usai jeda yang diisi oleh grup musik Surabaya bernama Titan, Levi masuk kembali dan langsung berinteraksi dengan penonton. Seorang penonton perempuan bernama Sarah dari Fakultas Hukum Unair, bertanya kepada Levi, kenapakah bapak satu anak ini harus mengambil tema penari Bali pada lagu karyanya, The Dancer? Kenapa nggak tari jaipong, atau tari Aceh  misalnya.

Levi pun bercerita, saat usianya 15 tahun, ia sempat menonton acara di tv yang menayangkan tari Bali. Acara itu sedemikian mengesankan buat Levi, sampai akhirnya ia membuat komposisi dengan latar cerita kisah penari Bali. "Tapi tak menutup kemungkinan nanti saya belajar musik Padang atau Batak, misalnya," papar Levi.

Selanjutnya, seorang perempuan bernama Rahmi, dosen Fakultas Hukum Unair menyakan pendapat Levi tentang apresiasi musik bangsa Indonesia. Dengan sigap Levi pun menjawab bahwa bangsa kita masih ketinggalan dengan negara luar. "Tapi dari beberapa kota Indonesia belakangan muncul pianis-pianis berbakat. Cuma sayangnya, di Indonesia belum ada konservatori, sehingga mereka lari ke luar negeri. Tapi celakanya, setelah di luar negeri dan mereka betah di sana, mereka banyak yang malas pulang ke Indonesia.

Levi mengakhiri sesi ini dengan repertoar karya Amir Pasaribu berjudul Berceuse dan Tembang Alit karya Jaya Suprana yang dilanjutkan dengan tanya-jawab kembali. Akhirnya, Levi pun menutup konser Musikku untuk Bangsaku dengan lagu Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki.

Hingga puncak acara, penonton tetap terpaku di tempat duduknya masing-masing. Tepukan membahana mengiringi kesuksesan Levi menampilkan repertoar dari lima komponis Indonesia. Levi tak sekedar menampilkan permainan tingkat tinggi, tapi juga interpretasi yang mendalam tentang karya-karya yang dibawakannya. Dan Levi, adalah pianis muda yang masih mau mencintai negeri ini dengan caranya sendiri, yakni mengangkat karya anak negeri lewat denting pianonya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com