Ingin Seperti David Foster

Musisi, menurut Irsa, adalah pekerjaan di balik layar. Pada saat mengaransemen atau mencipta lagu, misalnya, musisi butuh tempat hening. Bahkan, kala tampil di panggung pun, musisi sebenarnya berada di belakang vokalis. ”Frontliner-nya ya vokalis,” ujarnya.

Kenyataan itu kadang-kadang membuat orang atau pengundang acara lebih menghargai vokalis dibandingkan dengan musisi. ”Contoh yang mudah, deh, dari pemberian konsumsi. Makanan yang disuguhkan untuk musisi bisa berbeda dengan vokalis. Kalau musisi cukup nasi kotak ha-ha-ha,” kata Irsa.

Lepas dari duka itu, menjadi musisi ”panggilan” dirasa Irsa jauh lebih bebas. ”Aku sampai belum tertarik untuk bikin album karena dalam bayanganku aku akan jadi terikat. Terus, di mana-mana harus bawain lagu yang itu-itu lagi. Aku maunya jadi band leader seperti Mbak Dian HP, bisa main lagu apa saja lalu bikin aransemen. Bisa jadi music director, bikin musik film, jingle iklan,” papar Irsa.

Kalaupun nantinya membuat album, Irsa ingin seperti David Foster.

”Punya album, tapi bisa ke mana-mana juga. Suatu saat bisa bikin jingle, pada saat yang lain mengaransemen lagu, dan David Foster bikinin lagu juga buat Michael Buble. Keren.”

Irsa menyadari, untuk bisa seperti Dian HP atau David Forster, misalnya, ia membutuhkan banyak perangkat. Harus ada manajer, pengelola keuangan, dan pengacara. ”Aku bukan tipe orang yang bisa me-marketing diri, jadi ya butuh manajer. Hanya saja, sampai saat ini aku belum nemu,” tuturnya. (IVV)