Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Lapindo, Pemerintah "Menyerah"

Kompas.com - 12/09/2008, 03:00 WIB

Jakarta, Kompas - Di tengah optimisme beberapa pihak semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, bisa dihentikan, pemerintah ”menyerah” dan menganggap semburan lumpur tak bisa dihentikan. Penanganan selanjutnya difokuskan pada penanganan masalah sosial dan pembangunan infrastruktur.

Menurut pemerintah, anggapan semburan lumpur tak bisa ditutup merupakan opsi terburuk setelah melalui beberapa kali pertemuan dengan banyak ahli. ”Selalu ada dua kesimpulan, optimistis dan tidak. Kami mengambil opsi terburuknya, semburan tak bisa dihentikan,” kata Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Djoko Kirmanto dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Khusus DPR di Jakarta, Kamis (11/9). Rapat dihadiri Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) DPR, BPLS, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Negara Lingkungan Hidup, unsur pimpinan daerah Provinsi Jatim, dan unsur pimpinan Lapindo Brantas Inc.

Djoko mengakui, penanganan semburan lumpur secara teknis dan sosial sangat berat. Begitu pun upaya membangun infrastruktur seperti jalan tol pengganti tidak mudah dilakukan karena menghadapi kendala pembebasan lahan.

Sementara itu, Bupati Sidoarjo Win Hendrarso masih berharap semburan dapat dihentikan meskipun masuk dalam program jangka panjang. ”Kami berharap ada alokasi anggaran dari pemerintah dan sumber lain,” katanya.

Terkait penghentian semburan lumpur, General Manager Lapindo Brantas Inc Imam Agustino menyatakan, mereka telah mengupayakannya secara maksimal, termasuk metode sumur penyelamat (relief well) dan insersi bola-bola beton. Namun, seluruh upaya yang menelan biaya hampir Rp 1 triliun itu gagal.

Konsekuensinya, semburan lumpur dengan volume sekitar 100.000 meter kubik per hari itu hanya ditanggul dan dialirkan ke Sungai Porong sebelum dialirkan ke laut.

Dalam pertemuan itu, Bupati Win Hendrarso meminta agar lumpur tidak terus-menerus dibuang ke Sungai Porong karena merugikan petani sawah dan petambak ikan bandeng di kawasan yang dialiri Sungai Porong. ”Buatkan kanal pembuangan menuju laut,” kata Win Hendrarso.

Pemerintah tak tegas

Menurut salah satu anggota TP2LS dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) DPR, Azwar Anas, seringnya terjadi protes dan pemblokadean oleh warga karena dipicu ketidaktegasan pemerintah.

”Kalau pemenuhan hak-hak normatif warga cepat dilakukan, pemblokiran tak akan terjadi. Penanganan sosial dan infrastruktur harus bersamaan,” katanya.

Menyangkut status tanah, Kepala BPN Joyo Winoto menegaskan, khusus dalam kasus dampak lumpur di Sidoarjo, tanah berstatus Petok D dan Letter C dapat diproses dalam akta jual beli. Ia juga menjamin pemanfaatan hak pakai dan hak guna usaha dalam waktu tertentu dari tanah itu.

Kepala BPLS mengatakan, pembangunan tanggul penahan lumpur menghadapi kendala karena ada sejumlah warga yang menolak menerima pembayaran ganti rugi. Belum adanya pembayaran ganti rugi dalam sejumlah kasus karena adanya sengketa tanah di kalangan keluarga pemilik tanah.

Rekomendasi TP2LS

Pertemuan empat jam kemarin di Pansus Lumpur Sidoarjo DPR menghasilkan sejumlah rekomendasi, seperti memasukkan sebagian Desa Siring Barat, Jatirejo, Mindi, dan Besuki di sebelah timur jalan tol ke dalam revisi Perpres No 14/2007 yang mencakup ganti rugi.

Lalu, rekomendasi penambahan anggaran untuk penanganan dampak sosial, infrastruktur, dan lingkungan. Rekomendasi lainnya, penyelesaian uang muka 20 persen dan meminta BPN memberi solusi hukum soal status tanah Petok D dan Letter C.

Rapat juga memutuskan agar pembayaran sisa ganti rugi 80 persen cepat diwujudkan. ”Pihak Lapindo juga jangan memaksa warga menentukan pilihan mereka. Kalau mau cash and carry, jangan dipaksa untuk resettlement. Biarkan mereka memilih,” kata Ario Wijanarko, anggota F-KB DPR. (GSA)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com