Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Sejarah Sunda Belanda

Kompas.com - 07/03/2009, 15:49 WIB

Oleh Henry H Loupias

Menelusuri sejarah kebudayaan Indonesia, termasuk sejarah Sunda, mau tidak mau mesti berhubungan dengan negeri Belanda. Banyak arsip dan artefak penting yang disimpan di Belanda hingga kini masih dipeliharadengan baik.

Di negeri Belanda paling tidak terdapat dua lembaga penting yang mengoleksi cukup banyak arsip dan artefak Sunda, yaitu Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volkenkunde (KITLV) di Leiden dan Museum Tropen di Amsterdam. Bahkan, di tempat yang disebutkan terakhir, pengunjung dapat menikmati diorama dalam ukuran asli secara proporsional dan boneka model kecil. Displai tersebut berusaha membawa pengunjung pada keadaan ataupun suasana yang mendekati aslinya.

Beberapa koleksi berbentuk miniatur, seperti miniatur rumah joglo dari Jawa, dan boneka model yang mengenakan pakaian tradisional dari berbagai daerah, termasuk Bali, ditampilkan dengan jumlah koleksi cukup banyak. Tampak juga sekelompok pemain gamelan yang diperagakan dengan boneka model kecil berukuran lebih kurang 15-20 sentimeter. Meskipun ukurannya kecil, boneka itu cukup detail dan informatif. Manuskrip Sunda "buhun"

Koleksi foto dan naskah KITLV sungguh mengagumkan. Bayangkan, peta-peta kuno Kota Bandung yang orisinal dan sudah berusia sekitar seabad masih tersimpan dengan baik. Di antara peta-peta tersebut ada yang digambar secara manual dan ditulis dengan tangan. Hanya, karena sudah tua, beberapa bagian, terutama pada lipatan sedikit rusak. Namun, secara keseluruhan peta tersebut masih bisa dibaca dan digunakan sebagai dokumen atau referensi.

Salah satu koleksi KITLV yang menarik adalah sebuah manuskrip tentang permainan tradisional anak-anak Sunda yang berasal dari berbagai daerah sejak tahun 1900-an. Manuskrip tersebut terdiri dari lembaran hasil ketikan manual di atas kertas ukuran folio serta tulisan tangan. Beberapa tulisan dilengkapi dengan ilustrasi sederhana dengan medium pensil atau tinta. Ilustrasi tersebut menggambarkan cara permainan beserta peralatannya.

Manuskrip tersebut tidak dipinjamkan ke luar kecuali untuk difotokopi di tempat tersebut. Harga per lembar 0,60 euro (sekitar Rp 9.600 dengan kurs 1 euro = Rp 16.000). Jumlahnya sekitar 130 lembar. Jadi, biaya fotokopinya 130 x Rp 9.600 = Rp 1.248.000.

Jika dihitung dari harganya, itu termasuk sangat mahal. Namun, kalau kita lihat dari nilai kesejarahan, orisinalitas, dan kepentingannya mengenai sejarah kaulinan barudak di Tatar Sunda, harga tersebut tidak ada artinya. Belum tentu museum atau pusat kebudayaan Sunda di Bandung memiliki arsip serupa.

Di Museum Tropen, Amsterdam, terdapat satu paviliun yang disebut The Netherlands East Indies di lantai pertama. Isinya adalah berbagai koleksi seni budaya dari tanah Hindia Belanda, termasuk yang berasal dari Tatar Sunda.

Di salah satu displai terdapat tayangan audiovisual film dokumenter mengenai kehidupan sehari-hari keluarga Preangerplanter. Displai itu dilengkapi dengan dokumentasi foto-foto mereka di rumah dengan latar belakang para pembantu atau lebih populer dengan sebutan jongos. Jongos wanita memakai kebaya dan jongos lelaki memakai sarung dengan ikat kepala. Pada waktu itu acara minum teh sering kali dijadikan kesempatan orang Belanda yang baru datang dari negerinya untuk mengenal lingkungan sosialnya yang baru di Hindia Belanda.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau