Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kinclong di Luar, Keropos di Dalam

Kompas.com - 04/07/2009, 15:03 WIB

PADA 7 Juli tepat 32 tahun lalu, bangunan bekas gudang – bagian dari Westzijdsche Parkhuizen – diresmikan Gubernur DKI kala itu, mendiang Ali Sadikin, sebagai Museum Bahari. Untuk merayakan keberadaan museum yang sejatinya berada pada bangunan bikinan abad 17 dan 18 ini, museum menggelar Pekan Museum Bahari bertema “Membangun Semangat Kebaharian Indonesia”.

Menurut Kepala UPT Museum Bahari, Gathut Dwi Hastoro, pembukaan acara itu akan diisi antara lain dengan seminar tentang semangat kebaharian dengan pembicara antara lain Direktur Museum Ditjen Sejarah dan Purbakala Depbudpar, Intan Mardiana; Bambang Budi Utomo dari Pusat Penelitian Arkeologi; dan akademisi dari Universitas Indonesia, Kusno Yulianto.

Museum Bahari berada di kawasan kota tua, bagian dari 846 hektar kawasan kota tua Jakarta. Lokasi museum yang sepertinya terpisah dari tiga museum lain di kawasan kota tua memang seringkali terlewatkan oleh wisatawan lokal. Padahal tembok museum ini merupakan tembok kota Batavia yang masih tersisa sehingga kisah yang menempel pada bangunan ini begitu tebal.

Persoalan klasik, publikasi yang minim dan kegiatan yang bergantung pada anggaran Pemprov DKI, membuat museum ini sepertinya terlupakan. Gedung bekas gudang ini hanya bisa diam dalam bisu di tengah kawasan yang belum juga dibenahi. Jika pasang datang, maka air pun meluap hingga ke sepanjang Jalan Pasar Ikan di depan museum ini. Airpun mendesak masuk ke salah satu ruangan museum ini. Atraksi dan keriaan sepertinya enggan mampir di sini.

Berbeda dengan kondisi kawasan Museum Bahari, kawasan inti kota tua di seputaran Taman Fatahillah kini mulai mentereng – setidaknya jika dipandang dari luar. Pasalnya, PT ICI Paints Indonesia berkomitmen membalut tembok bangunan museum di kawasan ini agar lebih indah dipandang. Sayangnya, belum ada rencana membedaki cat tembok Museum Bahari – barangkali karena tadi, letaknya terpisah.
         
Wakil Ketua Paguyuban Kota Tua, Jacky Sutiyono, yang menjadi penghubung masuknya produsen cat ke kawasan kota tua, menjelaskan, “Program pengecatan ini terus berlanjut, pemilik bangunan diharapkan mau membenahi bangunannya, mengecat bangunannya. Ini dalam rangka membenahi kawasan supaya bisa lebih menarik dan hidup.”

Sementara itu Presiden Direktur PT ICI Paints Indonesia Jerry Goei menambahkan, program pengecatan kawasan kota tua nantinya akan diatur per kawasan. Maksudnya, “Misalnya di kawasan Taman Fatahillah, warna cat di museum (Museum Sejarah Jakarta –Red) putih keabu-abuan, maka di kawasan itu nantinya semua seragam dengan cat yang mengandung warna putih dan abu-abu. Di kawasan lain, warnanya bisa lain.”

Semua upaya ini tentu perlu disambut baik, baik oleh pemilik bangunan, pemerintah setempat namun yang perlu tetap diingat adalah bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan cagar budaya di mana  segala tindakan renovasi harus mengikuti kaidah-kaidah pelestarian.
 
Semangat mempersolek bangunan tentu harus diimbangi dengan upaya membenahi kondisi bangunan itu sendiri – misalnya, kondisi gedung MSJ yang penuh rayap, tembok yang retak dan lembab. Tak lupa juga tata pamer yang belum maksimal lantaran berbagai keterbatasan, seperti tak adanya ruang penyimpanan koleksi storage dan vitrin untuk menyimpan koleksi masterpiece.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com