Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soimah Pancawati, Pernah "Ditawar" Pengusaha Kalimantan

Kompas.com - 24/08/2009, 14:30 WIB

DIALAH sri panggung jagat seni tradisional yang mulai merambah industri hiburan. Hampir tiap hari wajah ayunya muncul di acara Segeerr, produksi sebuah stasiun televisi swasta. Sungguh, penampilannya memang benar-benar menyegarkan.

Kini jadwal Anda sebagai penyanyi kian padat?
Syukur alhamdulillah. Setelah lebih banyak berkarier di Yogya dan Jawa Tengah, sejak akhir Mei lalu, saya mulai muncul di acara komedi Segeerrr produksi ANTV. Inilah pertama kali saya masuk televisi Jakarta. Di acara itu saya menyanyikan lagu-lagu band yang sedang ngetop dalam cengkok Jawa, tapi liriknya diganti sesuai kepentingan cerita. Segeerrr ditayangkan Senin sampai Jumat. Syutingnya tiga hari mulai Rabu. Hari Sabtu, saya balik lagi ke Yogya. Sebenarnya, saya juga ditawari oleh stasiun televisi lain, tapi ANTV sudah mengontrak saya di acara menjelang puasa. Jadi, nanti tiap hari di Jakarta terus.

Bagaimana ceritanya ditawari acara televisi nasional?
Sebelumnya saya lebih beraktivitas di daerah, sebagai pesinden. Saya juga bergaul dengan komunitas lain di dunia nyanyi, yaitu bergabung dengan Mas Djaduk Ferianto bersama Kua Etnika dan Sinten Remen, acapella Mataraman bersama Mas Pardiman Djojonegoro, juga ikut kelompok musik hip-hop sampai sekarang. Sudah sering saya pentas bersama kelompok-kelompok itu. Pihak televisi menghubungi saya setelah aktivitas kesenian saya diliput Kompas.

Kenapa tertarik menekuni dunia seni?
Saya lahir di Pati, sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Sewaktu saya SD, musik yang terkenal di daerah saya adalah musik gambus. Saat itu, saya sudah senang menyanyi dan menari. Bahkan, saya sudah sering tampil menari di acara 17 Agustus di desa dengan bayaran Rp 3-4.000. Wah, sudah girang banget. Melangkah SMP, bayaran saya naik menjadi Rp 7.500.

Saya suka seni tradisional karena dekat rumah saya, sering ada pertunjukan ketoprak tobong sampai berbulan-bulan. Di Pati, ketoprak tobong merupakan pentas yang cukup heboh. Saya masih ingat, salah satu pemainnya adalah Marwoto. Ibu jualan nasi untuk melayani orang tobong itu. Hubungan kami pun seperti keluarga. Makanya saya bisa tiap malam nonton pentas ketoprak.

Lantas, kapan mulai nyinden?
Setelah tinggal di Yogya. Ceritanya, bulik (tante) saya, MM Ngatini, adalah seorang penari dan mengajar di Padepokan Tari Bagong Kussudiarjo, Yogya. Saat mudik, bulik tahu keponakannya ini bisa menari dan menyanyi. “Kamu di Yogya saja. Di sana banyak sekolah seni,” ajak bulik. Lulus SMP, saya ke Yogya, maunya masuk Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI). Tapi, jurusan tari penuh. Yang kosong tinggal jurusan karawitan dan teater. Bulik menyarankan saya masuk karawitan karena menari bisa belajar di padepokan. Ternyata saya bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Bahkan, saat kelas satu, saya sudah dapat job menjadi sinden.

Kok Anda cepat sekali dapat tawaran?
Pada masa itu, para dalang memang sering ke SMKI untuk mencari bibit baru di bidang nyanyi. Nah, saya termasuk yang terpilih. Selain itu, semua tak lepas dari jasa bulik. Beliau begitu lincah dan rajin mengenalkan saya dengan para seniman lokal. Selain itu, bulik sering mengantarkan saya naik sepeda motor ke berbagai ajang lomba. Mulai dari fashion, bintang televisi, lomba karaoke dangdut se-Jateng-DIY. Kebetulan saya juara satu terus.

Dalam lomba model, misalnya, saya diajari bulik untuk merebut perhatian juri dengan sedikit trik. Di panggung saat diwawancarai, saya kasih sedikit tembang. Ini memang jadi kelebihan saya karena saya yakin model-model pesaing saya enggak bisa nembang.

Cerita dong awal-awal jadi sinden.
Saya pertama kali nyinden akhir kelas 1 SMKI. Saya enggak begitu canggung karena sebagian sinden lain dan penabuhnya kakak kelas saya. Saya kerap jadi sinden dengan dalang antara lain Sutono Hadisugito, Seno Nugroho.

Ada pengalaman tak enak saat kami pentas di daerah Karanganyar (Jateng). Penontonnya brutal-brutal. Kala itu, penonton minta sebuah lagu campursari yang sedang ngetop. Karena lagu yang kami bawakan masih klasik, tak ada persiapan membawakan lagu permintaan penonton. Mereka berteriak-teriak, salah satunya meledek saya, “Sanggule sinden kayak siwur! (sanggul sindennya seperti gayung dari batok kelapa)”. Sungguh ini pengalaman berharga. Saya pun mulai belajar merias diri agar penampilan lebih menarik.

Seberapa sering mendapat undangan pentas?
Sering sekali. Tapi, saya termasuk pilih-pilih dalang. Yaitu dalang yang enggak suka godain sindennya. Dulu, saya jadi sinden sejak awal pertunjukan sampai akhir cerita. Belakangan saya pilih pas adegan limbukan atau goro-goro. (adegan dalam format wayang kulit sekarang yang lebih mengedepankan hiburan.)

Saat bersamaan, saya juga dapat ajakan pentas campursari. Bersama Pak Manthous (salah satu pionir musik campursari), saya sering pentas ke mana-mana. Sebenarnya, saya sempat rekaman. Sayang, sebelum sempat beredar, Pak Manthous sakit-sakitan sampai sekarang.
Saya juga sering diundang menyanyi. Karena kesibukan menyanyi, saya sejenak meninggalkan tari. Saya lebih fokus ke nyanyi, yang menghasilkan duit. Ha ha.

Wah, Anda termasuk laris?
Memang benar. Hampir tiap hari saya pentas, sampai-sampai saya sering tidur di kelas. Tapi guru maklum. Usai SMKI, saya sempat masuk ISI. Tapi, karena pentas makin tak terbendung, semester enam saya mengundurkan diri. Selain pentas, saya juga kerap ikut mengisi untuk stasiun televisi lokal. Antara lain ikut Obrolan Angkring sejak kelas 2 SMKI, acara Pangkur Jenggleng, dan ikut main ketoprak. Bahkan, saya juga jadi presenter acara Klinong Klinong Campursari bersama Dimas Tejo.

Honor yang Anda terima lumayan besar, ya?
Saya memulai dari honor belasan ribu sampai jutaan. Untuk presenter televisi, honornya hanya puluhan ribu. Tapi, dari situ nama saya makin dikenal masyarakat.

Dunia hiburan, kan, rawan gosip. Bagaimana cara mengatasi?
Ke mana-mana saya selalu minta dikawal suami saya, Herwan Prandoko (28). Kami pacaran sejak saya kelas 2 SMKI, kebetulan dia adik kelas saya. Saya sadar, panggung hiburan itu rawan godaan.

Memangnya Anda pernah dapat godaan?
Wah, pernah! Saat undangan pentas di Kalimantan yang didanai seorang pengusaha sukses setempat, di depan suami, dia terang-terangan bilang, saya tak perlu mengajak suami saat pentas. Bahkan, suatu kali lewat telepon dia terang-terangan “menawar” saya.
Saya diundang kembali pentas ke Kalimantan, tapi harus datang sendiri. Dia akan menjemput saya di bandara. “Kamu mau minta berapa? Sebut saja. Atau 1 M seperti artis yang pernah bersama saya.” Jelas sekali, kan, apa maunya. Tentu saja saya terang-terangan menolak. Saya memang tampil blak-blakan di panggung, tapi saya bukan jenis artis yang seperti itu. Itu sebabnya, saya minta suami yang jadi manajer. Untuk urusan job, langsung berhubungan dengan suami.

Bagaimana cara merawat kesehatan dan kecantikan?
Sejujurnya saya termasuk teledor soal kesehatan. Kalau sudah sibuk, paling makan hanya sekali. Sekarang mulai rajin mengonsumsi vitamin. Soal merawat diri, saya juga termasuk paling malas ke salon. Makanya banyak yang tidak percaya, tanpa perawatan macam-macam, saya tetap bisa mempertahankan kelangsingan tubuh, meski saya sudah punya dua anak Aksa Uyun Dananjaya (6) dan Diksa Naja Naekonang (3). Meski demikian, untuk urusan panggung, sangat saya perhatikan. Khusus untuk busana, saya sendiri yang mendesain.

Dengan makin banyaknya job di Jakarta, ada rencana pindah?
Saya mengalir saja. Belum terpikir ke sana. Tapi, saya maunya tetap tinggal di Yogya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com