Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Katon Mati-matian Memotret Ira

Kompas.com - 31/03/2010, 22:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS. com -- Di luar dunia musik, Katon Bagaskara, artis musik solo dan personel KLa Project, menekuni hobi fotografi. Sejumlah karyanya dipamerkan dalam pameran foto dengan tema "Cerita dari Seseorang...," di galeri TeMBI Rumah Budaya, Jakarta, 29 Maret hingga 2 April 2010.

Ada satu foto karya Katon yang menarik perhatian. Foto itu menampilkan aktris Ira Wibowo, istrinya. Foto berjudul "Ira in Mak Itam Heritage Train" tersebut diberinya keterangan, "Matian-matian mengabadikan Ira di dalam gerbong kereta yang gelap gulita di malam hari, saat perjalanan ke kota Padang dalam rangka pengambilan Mak Itam, Sang Loko Kereta Tua untuk menyemarakkan pariwisata Sumbar jauh sebelum gempa....". Kepada Kompas.com Katon bercerita tentang hobinya itu dan foto Ira tersebut.

Sejak kapan mengenal dan tertarik fotografi?
Saya mengenal dunia fotografi sejak masih duduk di bangku SMP. Waku itu saya ikut ekstrakurikuler fotografi. Waktu itu masih pakai film, belum ada digital. Jadi, saya agak malas dan sempat meninggalkan dunia fotografi, karena jujur saja saya kurang suka dengan film. Kendalanya harus nyetak sendiri, harus punya studio atau kamar gelap, dan memakan waktu lama untuk proses penyelarasan warna.

Nah, setelah era digital sudah mulai, dua tahun belakangan ini saya kembali menekuni dan tertarik lagi sama fotografi. Ternyata foto sama dengan musik. Saya harus kembali mempertajam pandangan visual saya setelah selama ini saya selalu memanjakan indra pendengaran saya lewat lagu-lagu.

Saya masih kurang peka dengan estetika visual. Mungkin, orang berpikir, foto yang bagus dan baik adalah foto yang cemerlang dan indah. Padahal, menurut saya, banyak hal lain seperti bayangan dan lain-lain yang masih indah dilihat.

Kalau sedang memotret, paling suka mengambil obyek foto apa?
"Saya suka landscape dan ruangan-ruangan yang memiliki kedalaman. Saya juga kurang suka memotret model, saya lebih suka memotret orang dalam keadaan sebenarnya, tidak diatur dan ditata. Bagi saya, gambar lebih hidup dan bercerita.

Pernah mengalami kesulitan ketika ada perubahan era teknologi fotografi?
Kesulitan dari era film ke digital tentu saya alami. Saya harus memahami istilah dan tools yang ada pada kamera digital. Karena itu, saya sangat tertarik dengan komunitas-komunitas foto. Selain itu, saya juga suka membaca berbagai buku tentang dunia fotografi. Atau, kalau ada waktu luang, saya browsing di fotografer.net. Di situ banyak yang bisa saya pelajari.

Dan, teman saya, Leo van Wijaya, yang selalu mendukung saya untuk belajar terus mendalami fotografi. Dia juga memberi tahu saya kalau photoshop itu bukan manipulasi, karena awalnya saya sangat tidak suka foto saya di-touch up dengan photoshop. Menurut Leo, semua foto memang harus melalui proses yang sama. Begitu juga pada era film. Setiap orang berhak memberikan kontras, brigthness, dan ketajaman gambar atas hasil fotonya.

Dalam pameran ada foto Ira di dalam lokomotif yang dipamerkan. Dalam keterangan foto itu, foto itu diambil matia-matian. Maksud anda?
Foto itu diambil saat saya dan Ira diundang oleh Gubernur Sumatera Barat untuk meresmikan kereta pariwisata di sana, namanya lokomotif Mak Itam. Konon, lokomotif itu sempat dipinjam dan diambil kembali oleh Sumatera Barat karena memang asli sana.

Saat itu kami mau naik kereta bersama-sama. Sayangnya, waktu saya dan Ira naik, keretanya sudah penuh. Saya dan Ira akhirnya menyusul saja, karena tidak mungkin kami berdiri (dalam kereta) selama tiga jam.

Waktu itu kami diminta memakai baju vintage ala 60-an, biar berasa tahun 60-an. Tapi, sampai di tempat tujuan, ternyata sudah malam sekali dan gerimis dan enggak mungkin saya mengambil foto dengan keadaan gelap seperti itu.

Akhirnya, saya nekat jalan-jalan ke dalam stasiun tua itu. Padahal, semua lampu sudah mati. Untung, masinisnya memperbolehkan kami masuk. Kami jalan hanya dengan penerangan dari handphone.

Saya lalu bilang ke Ira, "Sayang sekali kalau enggak motret," karena Ira sudah pakai baju vintage. Sampai akhirnya saya melihat ada sudut yang mendapat penerangan dari lampu luar. Saya bilang ke Ira, "Sepertinya oke tuh foto di situ." Meskipun minim cahaya dan keadaannya memang tidak memungkinkan untuk foto, saya bereksperimen.

Segala upaya saya lakukan, dari pakai timer, menyelelaraskan ketajaman gambar dan warna, hingga yang paling sulit saat itu adalah mencari titik fokus. Sampai akhirnya saya berhasil menciptakan satu foto itu. Saya puas dan memamerkannya kepada teman saya yang saat itu kameranya dan lensanya lebih canggih.

Kamera jenis apa yang anda gunakan pada saat itu?
"Saya hanya menggunakan Nikon D80 dengan lensa sigma yang tidak terlalu bagus. Dan, saya puas dengan pujian teman saya bahwa kamera tidak harus selalu canggih, tapi siapa yang meramu dan membuat fotonya. Kamera D80 saya adalah kamera digital pertama saya dan sampai saat ini masih saya gunakan. Saya punya lensa wide angle, lensa fix, lensa 50 ml, dan terakhir kemarin baru saya beli lensa sigma yang sudah canggih dengan menggunakan optikal.

Ada rencana untuk membuat pemeran foto tunggal?
Soal rencana pameran tunggal tentu saya sangat tertarik. Awalnya, ketika TeMBI menawarkan, saya sempat bertanya, "Yakin akan memajang dan memamerkan hasil foto saya?" Ketika TeMBI bilang oke, saya dengan senang hati memberi. Itu artinya, ada orang lain yang menilai karya saya dan TeMBI merasa karya saya memang pantas dipamerkan. (C9-09)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com