Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Film Animasi Menunggu Duarr...

Kompas.com - 22/05/2010, 15:28 WIB

Berbeda dengan kenikmatan menonton dua jam film animasi yang menghibur, membuat film animasi adalah proses panjang yang rumit. Apalagi jika proses itu tidak didukung dana kuat. Namun, dalam situasi serbasulit itu, selalu ada wajah-wajah optimistis yang berupaya mewujudkan mimpi membuat film animasi layar lebar menyentak Indonesia.

Hanya dengan merawat mimpi itulah, animator muda Yogyakarta bisa memelihara jiwa. Sambil menunggu saatnya tiba, mereka bekerja di sejumlah studio animasi yang hidupnya kembang kempis sesuai masuknya proyek. Sejumlah animator lain mencoba peruntungan pada perusahaan animasi di Batam dan Malaysia.

Salah satunya adalah Zukh Ronnee, animator dari Imunimasi Studio di Yogyakarta, yang bercita-cita membuat film animasi layar lebar. Bersama teman-temannya, lulusan Sekolah Menengah Seni Rupa Yogyakarta ini mencoba meraih mimpi itu perlahan dengan tekun.

Menurut Zukh, Imunimasi Studio yang beranggota 20 orang itu pernah mengerjakan proyek seri animasi berjudul Badang. Badang adalah seri animasi superhero modern Malaysia. Namun, karena sistem pembayaran merugikan, mereka hanya bertahan dua seri. "Sekarang, kami mengerjakan iklan layanan masyarakat dan animasi pendidikan," kata penggemar Spongebob dan The Legend of Aang ini.

Animator lainnya, Elang Perkasa, juga pernah bermimpi membuat film layar lebar. Melihat kondisi animasi di Yogyakarta yang redup, ia pergi ke Batam pada 2008. Di sana, ia terlibat proyek pembuatan film layar lebar 3 D berjudul Meraih Mimpi yang suara tokoh utamanya diisi penyanyi Gita Gutawa.

Sebenarnya beberapa tahun sebelumnya sejumlah animator Yogyakarta telah menelurkan sejumlah film animasi layar lebar. Bening Animasi, studio animasi pertama di Yogyakarta, membuat film Rakai Panangkaran. Tonggak penting lain yang layak diingat adalah peluncuran film Homeland (2004) oleh Studio Kasatmata. Film ini menyabet dua penghargaan, yakni Winner Bali International Film Festival 2004 dan Winner Indonesian Animated Film Festival 2005.

Namun, kehadiran film-film itu tetap tidak mampu membangkitkan industri animasi. Bahkan, tak sedikit studio animasi yang bubar sebelum sempat dikenal luas.

Hariyanto yang membawa animasi ke Yogyakarta melalui Bening Animasi menuturkan, mengembangkan animasi membutuhkan biaya besar. Akibatnya banyak studio animasi muncul dan menghilang setelah dana tak mendukung.

Hariyanto yang aktif di Animacity kini mengaku fokus menampung animator muda yang ingin belajar. Di studionya, saat ini ada sekitar 90 pelajar sekolah menengah kejuruan di DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang belajar animasi.

Ia juga fokus membangun teknologi pembuatan animasi berbasis open source. Dengan begitu, biaya pembuatan film lebih murah dan peluang masuk pasar lokal makin terbuka.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com