Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Shakira, 'Waka Waka', dan Afrika

Kompas.com - 23/06/2010, 17:36 WIB

Kelenturan tubuh para penari latar—yang pada beberapa bagian bernuansa Amerika Latin, karena Shakira sendiri penyanyi asal Kolombia —mewakili wajah penduduk Afrika yang secara genetis memiliki kemampuan tari luar biasa. Tarian menjadi ekspresi diri, yang keluar tanpa harus dipikirkan langkahnya, gerakannya, atau ritmenya.

Yang menjadi dasar dari gerakan biasanya adalah drum dan suara yang keluar dari mulut. Tabuhan drum seolah seperti detak jantung yang menyentuh emosi dan jiwa siapa pun yang mendengar. Itulah yang menggerakkan mereka untuk berputar, menggoyangkan kaki, merunduk, menekuk kaki, meloncat, yang semuanya itu sekaligus menjadi alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi, musik dan tarian pun kemudian menyatukan komunitas.

Berbeda dengan musik tradisional Afrika yang hanya berbasis pada suara drum dan mulut, seruan Shakira pada klip videonya tentu disesuaikan dengan selera pasar internasional modern, ada nada, lagu, harmoni. ”People are raising//Their expections//Go on and feed them//This is your moment//No hesitations (Orang makin berharap//Tampil dan tunjukkan kepada mereka// Inilah momenmu//Jangan ragu- ragu),” begitu Shakira membangkitkan semangat Afrika dalam lagu ”Waka Waka”.

Menghancurkan lawan

”Huhuhuhuhu…,” begitu teriakan lebih dari 10 orang Afrika saat menerima tamu di Lesedi Cultural Village, sekitar 30 kilometer sebelah utara Johannesburg, Afrika Selatan. Musik berdentam. Hanya sebuah tambur besar, tetapi ritmenya membuat kaki ingin mengentak.

Tiga pria maju dengan pakaian tradisional Zulu, membawa tombak dan tameng terbuat dari kulit. Bertelanjang dada, perut ke bawah ditutup dengan rumbai-rumbai berwarna krem. Rumbai-rumbai juga dipakai di bagian betis.

Gerakannya tampak sederhana, tetapi lumayan sulit. Mundur dan maju beberapa langkah dalam tiga hitungan, lantas pada hitungan keempat kaki kiri diangkat ke depan setinggi mungkin dalam gerakan cepat dan bertenaga. Ini diulangi hingga tiga kali dan pada gerakan keempat menjatuhkan badan secara cepat.

”Ini adalah tarian perang yang memberikan gambaran bahwa mereka akan menghancurkan lawan habis-habisan,” kata Deon Landmann, yang memandu ke desa budaya dari negeri pelangi ini.

Entakan kaki kiri tiga kali yang kuat dan seperti melumatkan tanah melambangkan semangat menghancurkan. Sementara itu, gerakan tubuh menjatuhkan badan mewakili gagasan jatuhnya lawan yang sekaligus merupakan kekalahan.

Dalam variasi beragam, tarian ini pun dimodifikasi dan ditampilkan oleh penampil perempuan atau anak-anak. Namun, pada dasarnya sama: tambur, suara mulut, gerakan kaki dan tubuh, serta sesekali tangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com