Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pergumulan Kata-kata Christine Hakim

Kompas.com - 24/07/2010, 13:03 WIB

IDE justru datang dari seberang. Jauh pula jaraknya dari Ranah Minang. "Idenya dari Bali memang, dari Joger," begitu kata Christine Hakim berterus terang sembari memamerkan kaus jualannya.

Keringat menitik di dahi perempuan paruh baya ini. Pada siang yang terik itu, Rabu minggu lalu, tak henti-hentinya ia bercerita banyak hal. Mulai dari pengalamannya mengelola pusat penjualan oleh-oleh kripik balado hingga bisnis terbarunya, rumah makan, termasuk butik kaus khas.

Lokasi tempat usaha Christine memang tetap sama, di Jalan Nipah nomor 38, kawasan Muaro, Kota Padang. Cuma sepelemparan batu alias dekat sekali dengan Jembatan Siti Nurbaya.

Kalau dihitung, kala itu, baru sepuluh hari ia membuka tempat makan dengan menu khas tanah kelahirannya tersebut. "Konsepnya ambil, bayar, baru makan. Jadi, praktis," ujar sosok yang murah senyum itu.

Tapi, inspirasi dari Bali tadi memang jauh dari urusan perut. Spirit dari Bali adalah spirit kata-kata, sama persis dengan apa yang pernah dan sekarang menjadi pilihan bagi Joseph Theodorus Wulianadi, pendiri dan pemilik pusat suvenir Joger. Mencantumkan tanggal 19 Januari 1981 sebagai hari lahir Joger, kini, toko di Jalan Raya Kuta yang selalu ramai pengunjung itu eksis terus dengan tagline, pabrik kata-kata.

Christine mengatakan dirinya tak sungkan mengambil contoh dari Joger. Lantaran, dengan kekuatan kata-kata pada berbagai desain untuk kaus, khususnya, Joger memang sudah menjadi ikon Bali. "Saya ingin, tiap orang yang berkunjung ke Padang, ingat nama Christine Hakim," imbuh pemilik nama yang mengaku acap dikait-kaitkan dengan nama tokoh perfilman senior Indonesia itu.

Kalau Joger lebih banyak memilih kata-kata dalam Bahasa Indonesia, Christine justru memanfaatkan kata-kata Bahasa Minangkabau. Lebih khusus lagi, kata-kata yang dimanfaatkannya adalah kata-kata yang memang sudah tersusun sebagai pantun nasihat, komplit dengan penggunaan sama bunyi yang menjadi ciri khas budaya sastra Melayu. "Minangkabau kaya dengan 'petata-petiti' yang penuh nasihat bijak. Itu yang akan saya perkenalkan," kata perempuan yang selalu menyempatkan diri menyapa para pengunjung yang datang ke tokonya itu.

Lalu, Christine bercerita soal lelaki Minangkabau yang memang dikenal biasa merantau ke berbagai tempat di Nusantara, bahkan hingga ke mancanegara. Merantau untuk menjadi orang yang berhasil.

Selagi muda, pergilah merantau untuk mencari banyak pengalaman. Soalnya, kalau hanya diam di rumah, anak muda, memang belumlah berguna alias belum menghasilkan apa-apa untuk dirinya, begitu pula untuk keluarga. Begini petikan petata-petiti-nya.

Karantau madang di hulu Babuah babungo balun Marantau bujang dahulu Di rumah baguno balun

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com