Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melongok Toilet Candi Prambanan

Kompas.com - 29/07/2010, 14:22 WIB

Candi Prambanan yang baru pertama kali didatangi memang mengesankan bagi Katca (40), warga negara Jerman. Peninggalan budaya ini benar-benar indah dan Indonesia pantas berbangga. Namun, keningnya lantas berkerut saat ditanya tentang toilet.

Katca pada Rabu (28/7) sore baru saja keluar dari toilet yang terletak di dekat pintu keluar kompleks candi tersebut. "Tidak ada sabun, tidak ada tisu, airnya kotor kehitaman," keluhnya.

Ia lantas bercerita, sebelumnya ia pernah ke Candi Borobudur. Kondisi toiletnya sama saja. Bau pesing di toilet umum yang baru saja dipakainya ini hanya setingkat lebih baik ketimbang toilet di Borobudur. Tapi tetap saja dirasa bau pesing.

"Toilet umum di Jerman, misalnya di tempat wisata, sebenarnya juga cukup tidak enak baunya dan kotor, tetapi masih lebih bersih dari ini," kata Katca sembari mengusulkan agar toilet ini sering dibersihkan.

Kalau saja Katca mau berjalan agak jauh ke arah pintu masuk kompleks candi, ia akan menemukan toilet yang bagus dan bersih. Namun, ia sengaja melihat kondisi toilet yang ini. Penampilan di luar kurang meyakinkan, menggambarkan kondisi di dalam.

Toilet khusus putra sama saja. Tempat kencing yang desain gede sehingga bagian dasarnya menyentuh lantai, warnanya tak lagi putih. Ada semburat warna kuning di dinding dalam tempat kencing itu. Mata terganggu, dan hidung pun demikian.

Beranjak ke kamar mandi yang berukuran sekitar 1,5 meter x 1,5 meter, dinding dan lantainya tidak kinclong. Buram. Sebuah ember dan ciduk ditempatkan di dalamnya. Ada sih tempat gulungan tisu, tetapi tak ada tisunya. Tempat tisu yang dipaku di dinding kamar mandi malah menjadi tempat sepotong sabun berwarna merah.

Kalau menengok toilet di dekat pintu masuk kompleks, ya bersih keadaannya. Lha wong berstandar nasional. Bahkan, dilengkapi mesin pengering tangan yang ketika Kompas mencobanya, berfungsi. Namun, pemandangan di dua toilet ini memang kontras.

Beranjak ke toilet di area kios cenderamata, yang sekali masuk ditarik Rp 1.000, kondisinya lebih parah. Selain bau pesing, tiga keran di tiga wastafel saat diputar tak ada air mengalir. Menurut petugas di sana, ini sudah terjadi tiga bulan.

Wahyudi (39), salah satu pengunjung asal Jakarta, berpendapat pengelola mesti memerhatikan toilet. "Prambanan kan ikon Yogyakarta, mestinya toiletnya ya bersih. Apalagi tempat ini didatangi banyak wisatawan," katanya.

Tak hanya di dalam kompleks, di luar, tepatnya di tepi pagar, bau pesing pun menyeruak. Deretan kuda penarik andong menjadi aktornya. Namun, Marno, salah satu kusir andong yang sore itu ngetem, mengatakan, begitu kuda buang air langsung disiram. 'Tapi kencing kuda, kan ya baunya menyengat," katanya.

Karena menyadari tempat ini kawasan wisata, Marno menahan diri untuk tidak kencing di luar pagar. Kalau kebelet, ia masuk ke toilet umum di area kios cinderamata. Ongkos kencing Rp 1.000 sejatinya dirasa mahal. Namun ia tak bisa apa-apa. Yang bisa dilakukan adalah sebisa mungkin tidak kencing.

Kepala Kantor Candi Prambanan Djoko Sutono mengatakan, toilet memang jadi fokus perhatian. "Namun, kami sudah punya rencana untuk memugar dan mendesain baru secepatnya toilet-toilet yang selama ini dikeluhkan pengunjung," kata Djoko memastikan.

Terlepas dari pesingnya toilet karena ulah pemakai, setidaknya pengelola Prambanan tetap berupaya menjaga agar toilet tetap bersih. Setidaknya itu sebagai tanggung jawab karena pengunjung sudah rela mengeluarkan uang Rp 15.000 guna membeli tiket. (PRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau