JAKARTA, KOMPAS.com — Meski sudah digelar sebanyak delapan kali, Q! Film Festival yang digagas komunitas kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT justru baru populer di kalangan publik dalam beberapa hari terakhir ini.
Pada penyelenggaraan tahun ini, kegiatan tersebut makin menjadi pusat perhatian menyusul adanya aksi penolakan yang dilakukan ormas Front Pembela Islam (FPI). Ormas ini menggelar aksi demo, bahkan mengancam akan melakukan aksi lebih tegas bila kegiatan ini masih tetap digelar.
Tahun ini, kegiatan pemutaran film dilakukan di 12 lokasi dengan menayangkan beragam film yang mengangkat isu tentang kehidupan kalangan LGBT. Kegiatan berlangsung sejak 24 September hingga 3 Oktober mendatang.
Film-film bermuatan LGBT inilah yang dianggap FPI akan merusak moral generasi muda.
Sebagai gambaran, Q! Film Festival sudah digelar sejak tahun 2002. Q sendiri berasal dari kata queer yang berarti 'aneh' atau 'ganjil', sebuah istilah untuk kalangan LGBT.
Sejumlah jurnalis freelance, termasuk John Badalu, tercatat sebagai pemrakarsa festival film ini. Sejak awal, pemutaran festival film ini bertujuan mengangkat konflik-konflik kehidupan kalangan LGBT dari seluruh dunia dan keinginan mereka untuk mendapatkan pengakuan.
John Badalu adalah sosok yang menjadi inspirator kegiatan ini. Ia dikenal sebagai kritikus film, bahkan pernah didaulat sebagai juri khusus film-film gay di Berlin Film Festival ketika ia sedang studi di Eropa.
Seorang bloger gay dalam blognya menuturkan, lewat Q! Fest, John berharap agar kalangan LGBT Indonesia bisa lebih berani menunjukkan jati dirinya. Banyak sekali sisi negatif dari gay yang ditampilkan TV dan media massa. Karenanya, mereka berusaha menampilkan sisi positif dari komunitas gay lewat sebuah film.
Tak hanya mengangkat isu kehidupan yang berkaitan dengan kalangan LGBT, festival film ini juga ditujukan untuk mengangkat tema-tema terkait HIV/AIDS.
Dari salah satu forum komunitas kalangan LGBT diketahui bahwa festival film ini awalnya dijadikan ajang alternatif dari film-film mainstream di pasaran guna mengangkat kesadaran terhadap isu-isu LGBT, yang khusus bagi kalangan transeksual.
Ini terbukti dari penayangan film yang hanya boleh diikuti oleh kalangan terbatas. Mereka yang hendak menonton harus menjadi anggota dari komunitas yang menamakan dirinya Q-munity. Hadir pula sejumlah komunitas lain yang juga memberikan advokasi kepada para queer.
Sejak awal pula, festival film ini ditayangkan di sejumlah pusat kebudayaan, baik TIM maupun pusat kebudayaan negara sahabat. Meski selalu menuai pro-kontra dari tahun ke tahun, festival ini justru terus berkembang.
Perkembangannya ditunjukkan dengan ekspansi penyelenggaraan festival dari Jakarta ke sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Surabaya (5-10 Oktober), Malang (7-9 Oktober), Yogyakarta (11-15 Oktober), Bali (13-17 Oktober), dan Makassar (19-22 Oktober). Sebelumnya, festival ini juga sempat "mampir" di Purwokerto.
Bahkan, untuk Indonesia, Q! Film Festival menjadi festival film queer terbesar di Asia untuk saat ini. Selain pemutaran film, rangkaian festival juga terdiri dari pameran, acara literatur, pesta, dan workshop film. Dalam lima tahun, ada klaim bahwa sekitar 75.000 orang datang untuk menonton sekitar 500 film.
Untuk tahun ini saja di Jakarta, rencananya ada puluhan film yang akan ditayangkan, seperti Women on Top, Happy Hookers, MUNAFIK, Cin(T)a (God is A Director), My Buddy Claudia, serta Elvis & Madona.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.