Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menu Pengungsi Mestinya Sekelas Restoran

Kompas.com - 03/11/2010, 22:57 WIB

 

JAKARTA, KOMPAS.com- Menu makanan bagi pengungsi korban bencana mestinya bisa sekelas restoran bintang lima. Tentu saja dengan bahan makanan yang disesuaikan dengan potensi setempat.

Demikian dikatakan Direktur Bantuan Sosial Korban Bencana Alam (BSKBA) Kementerian Sosial Andi Hanindito, dalam bincang-bincang khusus dengan Kompas di ruang kerjanya, Rabu (3/11/2010) petang di Jakarta.

Akan tetapi, lanjut Andi, kenyataannya menu makan bagi pengungsi korban bencana sehari-hari hanya mie instan dan ikan sarden. Ini terjadi, katanya, karena bantuan dana tunai dari Kementerian Sosial tidak dibelanjakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk kebutuhan dasar/pokok.

"Kementerian Sosial tidak memaksa masyarakat makan mie instan. Bantuan natura berupa mie instan memang ada, tapi selain itu ada bantuan dana tunai untuk menambah kelengkapan bantuan natura itu. Dan itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Kementerian Sosial tidak bisa langsung intervensi secara operasional," katanya.

Andi menjelaskan, untuk masa tanggap darurat, hal yang paling esensi dalam penanggulangan korban bencana adalah bagaimana memperlakukan korban secara optimal. Soal dapur umum lapangan, Kementerian Sosial dalam kesempatan pertama mendrop natura pokok/dasar berupa beras, mi instan, sarden, sambal, dan kecap.

Yang menjadi persoalan, Kementerian Sosial hanya bertanggung jawab mendrop sampai ibu kota provinsi. Sedangkan untuk sampai ke lokasi kejadian, selanjutnya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Selama ini, untuk distribusi bantuan natura itu, baik kebutuhan makanan dan tenda dengan kelengkapan lainnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tidak menyediakan APBD.

Kemudian, lanjut Andi, bantuan dana tunai tidak dibelanjakan segera oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk kebutuhan natura tambahan dari bahan baku lokal. Dana tersebut, antara lain bisa dibelikan untuk lauk-pauk seperti telur, ikan asin, abon, dan ayam. Juga beli sayur-sayuran, tahu, tempe, kerupuk, bubur kacang hijau, dan lainnya. Bahkan, juga kebutuhan dasar lain seperti pembalut wanita, bedak bayi, gas elpiji untuk masak, minyak tanah, dan sebagainya.

"Silakan belanjakan bantuan dana cash Kementerian Sosial untuk keperluan itu. Syaratnya bisa dipertanggungjawabkan. Kalau dananya kurang, akan ditambah. Jika tak bisa dipertanggungjawabkan, akan berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," katanya.

"Yang terjadi selama ini, hal ini tidak dilakukan. Sehingga persoalan natura dasar ini selalu menjadi masalah setiap kali terjadi bencana," paparnya.

Bukan hanya para pengungsi, relawan dan petugas juga harus sehat, sehingga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu juga memikirkan suplemen untuk mereka. "Malam ada kudapan (snack), boleh saja. Petugas di daerah harus kreatif," kata Andi.

Jika dana operasional untuk distribusi bahan makanan tidak ada, bantuan Kementerian Sosial bisa digunakan untuk itu. "Itu namanya resiko sosial. Jadi tak ada masalah, asal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota peduli dengan kebutuhan dasar pengungsi," ujar Direktur KSKBA ini.

Karena hal ini tidak mendapat perhatian, makanya warga pengungsi bosan karena menunya membosankan. Inilah yang menjadi pemicu masalah.   

 

 

Penampungan sementara

Untuk tempat penampungan sementara, seperti temporary shelter, Kementerian Sosial punya gudang di setiap provinsi yang menyimpan tenda beragam ukuran, mulai dari tenda peleton (kapasitas 40 orang), tenda tegu (20 orang) tenda family , dan tenda pengungsi. Lainnya ada tikar, velt bed, lampu, matras, dan genset.

"Pemerintah provinsi tinggal mendrop ke lokasi bencana, sehingga kalau hal itu menjadi perhatian utama, tak akan ada masalah di lapangan," tandasnya.

Sedangkan soal sanitasi dan air besih, bukan menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial, tapi Kementerian PU. Seharusnya, di mana didirikan tenda pengungsi, pihak Kementerian PU harus sigap memikirkan sanitasi dan air bersih yang menjadi kebutuhan utama warga.

Jika temporary shelter tidak mencukupi, sekolah, masjid, bedeng, dan barak bisa jadi tempat penampungan semipermanen (semipermanen shelter). Fasilitas dapur umum juga harus ada, begitu juga sanitasi dan air bersih.

Untuk penampungan permanen, menjadi tanggung jawab Kementerian PU dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sedangkan yang menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial, kalau rumah permanen untuk korban itu rusak berat, maka ada bantuan stimulan sebesar Rp10 juta-Rp 15 juta per kepala keluarga per rumah.

Jika karena masalah teknis, sebab karakteristik masing-masing daerah bencana berbeda, terjadi keterlambatan bantuan dari Kementerian Sosial, gunakan dana daerah dulu. "Pakai APBD, nanti diganti. Uang bisa ditagih asal ada bukti pengeluaran," papar Andi .

Andi melukiskan, untuk bencana di Wasior, Kementerian Sosial menyerahkan bantuan dana tunai Rp 2 miliar, di Mentawai juga Rp 2 miliar dan untuk bencana Merapi diserahkan ke Bupati Sleman sebesar Rp 500 juta.

Bantuan tersebut sebaiknya oleh daerah, kata Andi, diserahkan pengelolaannya ke Dinas Sosial, karena petugasnya sudah terlatih. U ang tersebut jangan disimpan di kas daerah dan digunakan untuk hal-hal yang tidak menjadi kebutuhan pokok korban bencana.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com