Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alternatif Tontonan Masyarakat Indonesia

Kompas.com - 17/12/2010, 04:02 WIB

Sutradara dan Produser Film Riri Riza membuka memori lama perihal kesuksesan film remaja Ada Apa Dengan Cinta yang dibuat sekitar delapan tahun lalu, saat menjawab pertanyaan apakah musikal ”Laskar Pelangi” bisa diterima masyarakat Indonesia. Alasannya, musikal masih jarang dipentaskan sehingga kurang dikenal masyarakat.

”Kami berharap dan selalu berpikir optimistis bahwa penerimaan masyarakat pada musikal akan sama baiknya dengan film AADC (Ada Apa Dengan Cinta),” kata Riri saat menjawab pertanyaan peserta diskusi ”Musikal Laskar Pelangi: Tren Baru Hiburan Anak Muda” dalam rangkaian acara MuDA Creativity 4th Anniversary, yang diadakan Kompas bersama Aqua di Institut Teknologi Bandung, Sabtu (4/12).

Menurut Riri, saat AADC hendak digarap, kondisi film Indonesia dianggap tak mendukung bagi film bergenre remaja. Saat itu produksi film Indonesia didominasi film dewasa, dan gempuran film dari luar negeri yang terus menggurita. Banyak pihak meragukan kalau AADC bisa sukses dan diterima masyarakat.

Hasilnya ternyata berhasil mementahkan keraguan itu. AADC tercatat sebagai salah satu film sukses Indonesia dari sisi penonton. Namun, yang paling fenomenal, AADC berhasil menjadi tonggak kebangkitan Indonesia.

Sejak itu, berbagai genre film Indonesia pun bermunculan. Meski banyak yang tidak sesukses AADC, kemunculan film Indonesia menunjukkan kalau masyarakat sesungguhnya menunggu para sineas film lokal unjuk gigi dengan karyanya.

”Saat membuat karya, sebaiknya kita jangan terlalu kaku. Kerjakan apa yang kita yakini baik dengan sungguh-sungguh, maka akan ada hasil yang bakal kita dapat,” kata Riri.

Sajian terbaru

Musikal ”Laskar Pelangi” adalah sajian terbaru duet Mira Lesmana (produser) dan Riri Riza (sutradara) yang akan ditampilkan di Gedung Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 17 Desember 2010 sampai 9 Januari 2011.

Inspirasi cerita diambil dari buku dengan judul sama karangan Andrea Hirata. Cerita ini sudah diangkat ke layar lebar dan berhasil menarik 4,6 juta penonton. Nama-nama besar yang ikut terlibat antara lain komposer Erwin Gutawa, koreografer Hartati, penata vokal Nya Ina Raseuki alias Ubiet, dan penata artistik Jay Subiakto.

Menurut Riri, musikal sebenarnya tidak sepenuhnya asing bagi masyarakat. Sadar atau tidak, pentas musikal sebenarnya sudah hidup di tengah masyarakat sejak lama. Kesenian tradisional sejak dulu punya pentas musikal yang kita kenal sebagai ketoprak atau wayang orang. Para pemerannya berakting sembari ”menyanyi”.

Bandung juga tercatat memiliki sejarah panjang terkait musikal. Secara kontemporer, diyakini sajian musikal tumbuh dan berkembang di Bandung lewat Rock Opera-nya Harry Roesli.

Selanjutnya, muncul pula kelompok Padhyangan Project— mahasiswa dari dua universitas di Bandung, yaitu Parahyangan dan Padjadjaran, menjadi satu kesatuan. Beberapa pentolannya, seperti Denny Chandra, Izhur Muchtar, Joe, dan Daan Aria, sukses membawa musikal ke layar kaca dan dinikmati banyak orang.

Sementara di layar kaca, yang terbaru adalah serial musikal Glee, yang juga diminati masyarakat Indonesia. Glee tak hanya ditonton pemirsa televisi, tetapi juga laris dalam bentuk cakram film bajakan di kaki lima.

Perjuangan inspiratif

Dengan ”fakta sejarah” itu, Mira mengatakan tetap optimistis dengan masa depan musikal ”Laskar Pelangi”. Dengan amunisi alur cerita yang sudah dikenal masyarakat, tambahan improvisasi karya, dan dukungan tata panggung yang digarap secara detail, Mira yakin musikal akan mendapat tempat di masyarakat.

Inti cerita musikal ini masih sama, bercerita tentang perjuangan inspiratif anak-anak Desa Gantong di Belitung yang mencoba meraih mimpi mereka dengan sekolah. Namun, Mira berjanji akan banyak hal baru yang dimunculkan dalam musikal ini. Salah satunya, kami akan menonjolkan karakter para pekerja pabrik timah PTPN Timah dan masyarakat Desa Gantong.

Hal baru lainnya adalah kemampuan yang dimiliki para pemain. Sebagai konsekuensi dari sajian musikal, Mira mengatakan, para pemain diharuskan bisa menyanyi dan menari. Oleh karena itu, proses audisi pun berjalan ketat karena mereka harus bisa menjaring pemain yang kemampuan aktingnya sama dengan menyanyi.

Bahkan, untuk mencari pemeran tokoh Harun, Mira-Riri melakukan audisi di beberapa sekolah luar biasa di Jakarta. Hingga tahap audisi selesai, sebanyak 100 aktor dan 50 pemusik lolos seleksi.

”Satu pelajaran yang bisa kami petik, Indonesia memiliki banyak bibit dan bakat menyanyi yang hebat. Pembeda dengan artis ternama, mereka tidak masuk studio rekaman dan membuat album,” katanya.

Selain itu, karena disajikan langsung di atas panggung, urusan visual akan dibuat sedemikian rupa. Riri mengakui, ini bukan tugas yang mudah karena jauh berbeda dengan saat membuat film.

Dalam pembuatan film, visual penonton bisa dibatasi dan dibingkai dengan kamera. Namun, dalam musikal, mata penonton dibiarkan bebas melihat semua keadaan di atas panggung.

”Hal ini membuat kami harus memberikan kemampuan terbaik agar mata dan hati penonton bisa terpuaskan,” kata Riri.

Meski berharap musikal ini diminati masyarakat, Mira-Riri menolak apabila karya ini disebut sekadar berdagang. Alasannya, apabila sekadar mencari uang, musikal atau film bukan ladang subur.

Ia mencontohkan, beberapa film yang telah digarapnya tidak semua meraup penghasilan tinggi. Dari 10 film, hanya AADC, Petualangan Sherina, Laskar Pelangi, dan Sang Pemimpi yang menghasilkan keuntungan tinggi karena ditonton masyarakat. Sisanya, film seperti Gie, Eliana Eliana, dan Rumah Ketujuh, tak menghasilkan keuntungan besar.

”Pada prinsipnya, kami percaya pada ide dan gagasan saat ingin menawarkan alternatif baru bagi masyarakat,” kata Mira.

Saat ditanya apakah musikal ”Laskar Pelangi” akan ditampilkan di luar Jakarta? Mira menjawab, masih sulit diwujudkan. Salah satu alasannya, keterbatasan panggung berkapasitas sama besar dengan TIM yang belum tersedia di daerah lain.

”Semoga saja setelah ini ada minat atau niat dari kepala daerah, seperti di Bandung, untuk membangun tempat pertunjukan yang representatif,” ujar Mira. (Cornelius Helmy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com