Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanung Sadarkan Presiden soal Pajak

Kompas.com - 23/12/2010, 17:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sutradara muda Tanah Air, Hanung Bramantyo, akhirnya mampu membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyadari adanya masalah serius dalam kebijakan perpajakan yang saat ini diterapkan oleh pemerintah. Kritik Hanung melalui sebuah situs jejaring sosial menarik perhatian Presiden hingga membuat keputusan penting dan tergolong signifikan ini.

"Satu yang menggelitik Presiden sampai mengangkat persoalan ini adalah sutradara Hanung Bramantyo yang mengatakan bahwa industri perfilman kita dibunuh oleh pemerintahnya sendiri. Nah, itu betul-betul kami dibuat tidak enak, dan Presiden meminta untuk langsung melakukan pengecekan," ungkap Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Kamis (23/12/2010).

Kritik Hanung terkait perpajakan ini menjadi bahan pembicaraan utama di sidang kabinet yang digelar Presiden pada Kamis siang hingga sore tadi. Kritik ini juga yang membuat pemerintah melihat kembali seluruh kebijakan perpajakan yang sudah dibuat.

Salah satu sorotan pemerintah ke depan adalah jangan sampai ada industri di Indonesia yang tertekan akibat kebijakan perpajakan. "Semua peraturan perpajakan akan kami lihat lagi, termasuk ada permintaan Presiden agar setiap perusahaan aturan perpajakan, baik peraturan pemerintah maupun surat edaran direktur jenderal pajak, wajib dilaporkan kepada beliau," ungkap Hatta.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak dinilai sebagai direktorat jenderal yang memiliki kinerja terendah dalam menghimpun penerimaan negara. Ditjen Pajak sebagai ujung tombak penerimaan negara menyumbang tiga perempat dari nilai shortfall atau realisasi penerimaan negara yang tidak tercapai dalam empat tahun terakhir ini, yakni sekitar Rp 123 triliun.

"Dalam periode 2006-2009, realisasi pendapatan pajak dalam negeri yang ditangani Ditjen Pajak malah memprihatinkan. Dibandingkan target APBN, shortfall kumulatifnya mencapai Rp 123 triliun selama empat tahun, atau rata-rata Rp 31 triliun per tahun. Kalau APBN-P (APBN Perubahan) yang dijadikan rujukan, shortfall-nya adalah Rp 53 triliun atau sekitar Rp 13 triliun setahun. Ini pun masih tertolong oleh kinerja tahun 2008 yang Rp 13 triliun di atas target," ungkap Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI), Dradjad H Wibowo.

Khusus untuk 2010, Dradjad menyebutkan, penerimaan negara di luar hibah hingga akhir November 2010 terkumpul Rp 832 triliun, atau masih shortfall (kurang dari target yang ditetapkan) Rp 158,7 triliun terhadap target APBN-P 2010. Bila dibagi rata per bulan, secara teori, kekurangannya Rp 83 triliun. Dengan kata lain, Kementerian Keuangan harus mengejar ketinggalan dua bulan dalam sebulan terakhir 2010.

"Ditjen Pajak masih mengalami shortfall Rp 119,1 triliun per akhir November, atau 75,1 persen dari keseluruhan shortfall Kementerian Keuangan. Bahkan dibandingkan ditjen lain, Ditjen Pajak menunjukkan tingkat realisasi penerimaan terendah. Padahal, target Ditjen Pajak sudah diturunkan dari APBN sebesar Rp 5,1 triliun," ujarnya.

Meski berkinerja rendah di penerimaan pajak, Kementerian Keuangan mencatatkan realisasi penerimaan yang baik pada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Padahal, targetnya dinaikkan Rp 42 triliun dalam APBN-P 2010.

Realisasi PNBP 2010 masih Rp 60 triliun di atas target selama 2006-2009. Selain itu, realisasi PNBP terlihat sangat fluktuatif dengan selang yang mencapai Rp 105 triliun (antara Rp 215 triliun hingga Rp 320 triliun).

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas, Ditjen Pajak, M Iqbal Alamsjah menegaskan, realisasi penerimaan pajak dalam empat tahun terakhir ini hampir seluruhnya mencapai target. Dengan demikian, jika ada potensi hilangnya penerimaan, maka kemungkinannya sangat kecil.

"Perhitungan rencana penerimaan telah dibicarakan dengan DPR, termasuk segala formula perhitungannya. Apabila ada perhitungan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sudah sepantasnya kami apresiasi," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com