Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Hallo Rich People...!"

Kompas.com - 06/03/2011, 04:07 WIB

 Budi Suwarna

Sapaan itu disampaikan David Foster kepada penonton yang membayar hingga Rp 25 juta untuk menonton konsernya di Jakarta, Oktober tahun lalu.  

Konser yang berlangsung di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, itu ditonton sekitar 3.000 orang. Sebagian besar membayar tiket biasa seharga Rp 1 juta-Rp 7 juta. ”Hanya” 150 penonton yang berada di bangku depan yang membayar tiket spesial Rp 25 juta. Mereka adalah para sosialita, kaum berpunya Jakarta. Sebagian hasil memang untuk tujuan amal.

Selain para rich people itu, ada beberapa segmen pasar industri musik yang tiga tahun terakhir berduyun-duyun mendatangi hampir semua konser musik band/artis asing, mulai dari Pitbull, Secondhand Serenade, Janet Jackson, Smashing Pumpkin, Firehouse, Slash, hingga Iron Maiden. Para penggemar konser itu terdiri dari remaja ABG, anak muda, atau mereka yang sudah pantas disapa oom dan tante.

Salah seorang di antaranya Tituk (40), penerjemah lepas. Setiap bulan, dia bisa menonton 2-4 konser. Januari lalu, dia menonton Secondhand Serenade di Bandung dan dua konser musik indie di Singapura. Februari, dia menonton konser Iron Maiden di Jakarta.

”Bulan Maret ini saya nonton Java Jazz, Stone Temple Pilots, dan MGMT. Juli nanti saya wajib nonton Rockin’land,” ujar Tituk yang mulai intensif nonton konser sejak tiga tahun lalu.

Tituk rata-rata mengeluarkan uang untuk nonton konser Rp 1 juta per bulan. Itu belum termasuk pengeluaran untuk makan serta membayar hotel dan tiket pesawat jika nonton konser di Singapura, Malaysia, atau Australia.

Ryan Novianto (23) sejak usia belasan menggemari konser dan benar-benar keranjingan konser semasa kuliah. ”Konser band apa saja saya datangi, termasuk di Singapura. Sebulan bisa nonton 4-5 konser. Duit Rp 2 juta sebulan saya siapkan untuk beli tiket,” katanya.

Sejak tahun 2007, Ryan dan beberapa temannya membuat komunitas penggemar konser di internet bernama jakartaconcert.com. Dari situ, dia bisa menghimpun sekitar 4.000 anggota komunitas. Kemudian, dia juga membuat akun di Twitter yang kini diikuti sekitar 41.000 orang.

Melalui forum di internet dan Twitter, Ryan menjadi sumber informasi bagi pencinta konser lainnya. ”Semua rencana konser yang sudah pasti saya posting di internet dan Twitter,” tambahnya.

Para promotor konser pun rebutan merangkul Ryan. Ada yang mengajak diskusi mengenai band mana yang laku dijual, minta mencarikan nama sebuah festival, hingga menjadikannya penjual tiket konser.

”Sekarang saya bisa nonton hampir semua konser secara gratis karena jadi partner promotor,” ujar Ryan yang berhasil menjual 1.300 lembar tiket Java Rockin’land I. 

Ikhwan (30), aktivis sebuah LSM bidang pertanian, juga rajin wira-wiri di sejumlah konser, terutama yang menghadirkan band rock, seperti Java Rockin’land. Bulan ini, dia telah mengantongi tiket konser Stone Temple Pilots pertengahan Maret nanti. Namun batak karena ada tugas lain. Untuk mengobati rasa penasarannya, dia hadir di sebuah acara klub yang menggelar lagu-lagu Stone Temple Pilots, pekan lalu. ”Ini menyakitkan. Band favorit gue datang ke Jakarta, gue malah pergi ke Swiss,” katanya. 

Berkembang

Tommy Pratama, promotor dari Original Productions yang baru saja mementaskan Iron Maiden di Jakarta dan Bali, mengatakan, industri konser di Indonesia berkembang pesat 5 tahun terakhir. ”Di ASEAN, pasar Indonesia itu paling besar. Band apa pun yang ditampilkan, ada marketnya.”

Tommy melirik segmen penonton keluarga dan penggemar band-band yang melegenda. ”Mereka berani beli tiket konser ratusan ribu hingga puluhan juta,” katanya.

Marchel Permadhi (34), Direktur Berlian Entertainment, menilai Indonesia telah menjadi tujuan emas (golden destination) buat artis dunia. Sebelumnya, tujuan emas mereka adalah Singapura dan Malaysia.

”Potensi market kita besar karena jumlah penduduk banyak dan daya belinya cukup baik,” ujar Marchel yang mendatangkan David Foster dan Janet Jackson yang ditonton para rich people itu.

Promotor Java Musikindo Adrie Subono fokus menyasar pasar anak muda. April mendatang, dia akan mementaskan Bruno Mars dan Maroon 5. ”Tujuh jam sejak dipromosikan di Twitter, tiket Bruno Mars habis terjual. Tiket Maroon 5 habis terjual dalam 8 jam, padahal tiket yang dijual masing- masing 7.000 buah,” klaim Adrie yang rajin berpromosi lewat Twitter dengan pengikut 400.000 orang.

Dia yakin ada 1.001 macam warna musik yang masing-masing memiliki penggemar. Namun, sebagai promotor, dia hanya mendatangkan artis yang sudah jelas ada pasarnya.

Tetapi, mengapa orang bisa kecanduan nonton konser? Buat Ikhwan, arena konser sekarang menjadi satu-satunya tempat rekreasi yang asyik. ”Gue bisa jingkrak-jingkrakan sepuas hati, apalagi kalau nonton bareng teman- teman.”

Ryan menambahkan, di arena konser, dia bisa berbagi euforia dengan penonton lain. ”Itu pengalaman asyik yang enggak mungkin dilupakan,” ujarnya.

Sedangkan Tituk mengaku, konser bisa membuat emosinya diaduk-aduk. ”Kalau sudah begitu, saya biasanya nangis.”

Ribuan penikmat musik berbondong-bondong datang ke perhelatan musik untuk berbagi sukacita—bukan membuat huru-hara yang sangat mahal harganya. (WKM/XAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com