Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian Geisha Terakhir atas Tsunami

Kompas.com - 29/03/2011, 06:01 WIB

KAMAISHI. KOMPAS.com — Tsuyako Ito adalah geisha terakhir yang bekerja di kota baja Jepang, Kamaishi. Dia tak asing lagi dengan bencana. Dia merupakan koban selamat dari bombardir Angkatan Udara AS pada Perang Dunia II dan tiga bencana tsunami besar.

"Namun, tsunami yang ini adalah yang terburuk dari semuanya," kata perempuan berusia 84 tahun tersebut mengomentari gelombang raksasa yang menghancurkan kota-kota seperti Kamaishi di sepanjang pantai timur Jepang pada 11 Maret lalu.

Gelombang tsunami menerjang Jepang ketika Ito tengah bersiap menyanyi dan memainkan alat musik tradisional shamisen untuk menghibur para tamu di sebuah restoran mewah.

Gelombang memusnahkan rumahnya, menyapu semua peralatan berharganya.

"Kimono, gendang, dua shamisen, aksesori rambut... semuanya sirna. Bagaimana  hal ini bisa terjadi?" katanya seperti dikutip AFP.

Rumahnya kini adalah segulung tikar untuk alas tidur di sebuah gimnasium sekolah lokal, tempat Ito melarikan diri dari terjangan tsunami bersama sekitar 100 warga yang sebagian besar berusia lanjut.

"Namun, saya masih memiliki kemampuan dan semangat. Ini kebanggaan saya. Bahkan tsunami tidak bisa merampasnya dari saya," katanya.

Salah satu dari kenangan paling diingat Ito adalah bencana alam.

"Ibuku berlari, sambil menggendongku di punggungnya, dulu, dulu sekali sewaktu ada tsunmai, saat saya masih bayi," katanya.

Setelah selamat dari kematian, dia memulai kariernya sebagai geisha di usia remaja 12 tahun di Kamaishi, kota yang dikenal sebagai penghasil baja nan ramai yang jaraknya sekitar 450 kilometer sebelah utara Tokyo.

"Saya mulai menjadi geisha untuk menghidupi keluarga saya setelah ayah jatuh sakit. Walau begitu, saya merasakan bahwa profesi ini membahagiakan saya," kata Ito, yang memiliki nama geisha Chikano Fujima.

Rumah spiritual para geisha adalah ibu kota kuno Jepang, Kyoto. Di sana, tradisi itu mengakar pada abad ke-18 sebelum menyebar ke kota-kota besar lainnya.

Sebagai seorang penyanyi, penari, dan musisi andal, Ito dulu adalah salah satu dari 100 lebih geisha yang bekerja di Kamaishi ketika perusahaan baja terbesar Jepang, Nippon Steel, masih menggunakan tungku.

Kota ini menjadi jantung bagi perkembangan industri pasca-Perang Dunia II, tetapi kemudian meredup pada 1980-an ketika pabrik baja harus bergulat melewati resesi dan meningkatnya kompetisi dari perusahaan-perusahaan asing.

"Akhirnya semua geisha pun pergi. Sayalah yang terakhir, dan satu-satunya geisha yang tersisa," kata Ito, mengangkat bahunya. "Saya tidak menyesali hidup saya," tambahnya.

"Tuan saya mengajarkan untuk selalu bekerja keras sehingga kamu memiliki sesuatu yang tidak seorang pun bisa mengambilnya darimu," katanya.

Sejumlah pelanggan tetapnya yang hampir semuaya berusia lebih muda darinya adalah sekian di antara 1.250 jiwa yang tewas atau dilaporkan hilang di kota itu, menyusul gempa besar berkekuatan 9,0 yang disusul oleh dinding gelombang air yang mengempaskan seluruh wilayah itu.

Dia menggambarkan tsunami sebagai "kenangan yang pahit", dengan mengingat satu peristiwa ketika dia mendapati sebuah kendaraan dan satu jenazah berada di dalam rumahnya.

"Hal yang tersulit adalah banyak dari penggemar saya meninggal dunia. Hati saya hancur," katanya.

Sampai Senin ini, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa disertai tsunami itu dipastikan sudah lebih dari 10.000 orang dengan hampir 17.000 orang hilang dan 3.000 jiwa terluka.

Meskipun kerusakan melanda lingkungan sekitarnya, serta koleksi kimono dan rangkaian instrumen musik miliknya hilang entah ke mana, Ito mengatakan bahwa dia tetap berkesenian.

"Saya bahkan masih ingin bernyanyi dan menari untuk semua orang di sini (di tempat penampungan)," katanya.

Dia berencana terus bekerja sampai usia pensiun 88 tahun, yaitu usia yang ditargetkannya untuk berhenti menjadi geisha.

"Saya ingin menyenangkan semua orang dengan penampilan saya ketika kota ini kembali direstorasi. Saya ingin aktif kembali menjadi geisha. Meskipun saya sudah tidak memiliki teman geisha, saya masih ingin bermain dan menari," katanya.

"Jika saya masih hidup sampai tiga atau empat tahun setelah ini, ketika usia saya 88 tahun, dan jika tamu-tamu saya ingin saya tetap tampil, maka saya akan menunda masa pensiun saya."

"Sampai pada waktu itu, saya akan terus melanjutkan hidup," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com