Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangguk Untung Bersama Musik Melayu

Kompas.com - 26/04/2011, 19:55 WIB

Tren musik itu seperti gelombang laut. Kadang pasang, di lain waktu surut. Pun yang terjadi pada musik pop kita yang terpengaruh oleh nuansa "Melayu".

Jika ditarik jauh ke belakang, musik melayu pernah amat berjaya di negeri ini. Sejarah mencatat, pada dekade 30-an, nuansa musik melayu sedemikian dominan mewarnai jagad permusikan Indonesia. Bahkan, tak ada yang bisa memungkiri bahwa akar dari dangdut yang tetap digemari hingga kini adalah musik Melayu.

Orang pun menyebut dr. A.K. Gani sebagai orang yang mula pertama menggunakan istilah "Melayu" untuk menyebut musik yang merakyat kala itu.

Adapun anasir musik melayu bisa ditengarai lewat alat-alat yang dipakai, seperti akordeon, seruling, bas, kadang-kadang gambus dan rebana (pengaruh musik Arab), juga gendang yang menghentak. Gendang ini dipakai untuk mengiringi tarian yang mengutamakan gerak kaki.

Kala itu, jika menyebut musik melayu, maka ingatan orang langsung menunjuk pada "merlayu deli", dengan Orkes Melayu Chandralela pimpinan Mashabi dengan penyanyi-penyanyi Said Effendi, Ellya Agus (Ellya Khadam), Juhana Satar, dan Elvy Sukaesih; yang sangat populer di tahun 1955.

Irama Melayu terus menafasi permusikan Indonesia sampai awal tahun 70an, saat Ellya Khadam menggelorakan lagu "Boneka India", hingga akhirnya musik Melayu benar-benar surut akibat munculnya band-band beraliran pop yang kian digemari masyarakat seperti Koes Plus, Panbers, D'Loyd's, Favorit's, dan nama-nama lain yang langsung menenggelamkan aroma melayu pada musik kita.

Hingga awal 90an, nuansa musik melayu berdenyut kembali oleh hadirnya band dari Malaysia, Search, yang beranggotakan Amy (vocals), Yazit (drums), Hillary Ang (guitar), Nasir (bass guitar), Zainal (guitar, vocals).

Lagu "Isabella" yang dibawakan oleh Amy dan Inka Kristie, benar-benar menjadi wabah baru kembalinya nuansa musik melayu dalam percaturan musik Indonesia di tahun 90an.

Wabah "Melayu" tak bertahan kelewat lama, munculnya band-band beraliran pop keratif langsung membenamkan mereka rada lama. Hingga akhirnya di tahun 2008, muncul band ST 12 yang menggelorakan lagu-lagu bernuansa "Melayu" melalui lagu "Puspa".

ST 12 adalah grup band Indonesia yang didirikan di Bandung, Jawa Barat pada tahun 2004. Grup ini didirikan oleh Ilham Febry alias Pepep (drum), Dedy Sudrajat alias Pepeng (gitar), Muhammad Charly van Houten alias Charly (vokalis), dan Iman Rush (gitaris). Nama ST 12 sendiri merupakan kependekan dari Jl. Stasiun Timur No. 12 yang merupakan markas berkumpulnya band ini. Sampai saat ini ST 12 telah menghasilkan 5 album musik.

Berbarengan dengan ST 12, muncul pula band-band pengusung aroma "Melayu" seperti Kangen Band, Wali, D'Bagindas, dan nama-nama lainnya. Di ceruk ini, rasanya penikmat musik pop beraroma melayu masih cukup banyak. Pertanyaannya, hingga kapan gelombang "melayu" ini masih akan terus bertahan?

Kangen Band Hilang, Slima Menjelang

Salah satu godaan terberat bagi pemain band, konon, adalah narkoba. Entah sudah berapa puluh pemain band hancur kariernya gara-gara narkoba. Itulah yang terjadi pada Kengen Band, nyaris semua anggota kelompok musik ini masuk bui gara-gara narkoba. Dan sudah pasti, entah untuk sementara atau selamanya, Kangen Band surut dari garis edar blantik musik Indonesia.

Namun seperti yang sudah-sudah, jika satu band tenggelam, maka tempatnya akan digantikan oleh band yang lain. Pun demikian dengan Kangen Band yang surut, tempatnya kini boleh jadi bakal ditempati oleh Slima, band asal Bandung yang mulai merangkak ke permukaan.

Performa Slima sendiri rasanya memang punya potensi untuk naik ke permukaan. Dengan mengambil idiom syair cinta yang mudah dicerna, komposisi yang melankolis, Slima memang punya kans untuk berada di barisan band pengusung warna melayu pada musiknya. Modal besar band ini ada pada vokalisnya, Hara Papika yang kelahiran Bangka, salah satu pusat budaya Melayu.

Itulah sebabnya, kelompok ini langsung bisa merangsek ke depan dengan menangguk untung besar di Hongkong. Menurut Ryan Supit yang memegang manajemen Slima, di koloni Inggris itu RBT lagu "Wanita" milik Slima sudah diunduh oleh sekira 1 juta orang.

Terlebih, jika mencermati band-band lain yang saat ini sedang "beristirahat" semacam Kangen Band, dan beberapa band lainnya yang personelnya sedang sibuk bersoloi karier macam ST 12. Satu-satunya yang masih berkibar tentu saja Wali yang tampilannya terus ditunggu oleh penonton program musik di beberapa televisi swasta kita.

Bangkitnya warna musik melayu pada dekade ini tergolong cukup awet, dan dipercaya oleh Ryan Supit dari Boss Entertainment masih akan menangguk laba hingga tahun depan.

Jodhi Yudono

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com