Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NII Tindakan Makar

Kompas.com - 06/05/2011, 02:50 WIB

Jakarta, Kompas - Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di Dewan Perwakilan Rakyat Marwan Jafar menegaskan, gerakan negara dalam negara seperti Negara Islam Indonesia adalah tindakan makar. Untuk itu, pemerintah harus segera menindak tegas gerakan itu jika terbukti ada.

”Namun, problem di Indonesia satu tahun terakhir adalah masalah keamanan. Ada apa di balik isu NII ini?” ujar Marwan, Kamis (5/5) di kompleks gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta.

Jafar Hafsah, Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, menegaskan bahwa Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, harus ditertibkan jika terbukti terkait dengan NII. Jafar mengaku pernah ke Pondok Pesantren Al-Zaytun bersama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Namun, dia mengaku tidak tahu jika pondok pesantren itu terkait dengan NII.

Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso juga menegaskan, partainya meninggalkan NII. Namun, terkait sikap dengan Al-Zaytun, Golkar masih menunggu hasil pemeriksaan pemerintah. Bagi Golkar, dugaan keterlibatan Al-Zaytun dengan NII belum jelas dan harus dibuktikan. Saat ini putri Panji Gumilang, pengasuh Pondok Pesantren Al-Zaytun, ada yang menjadi anggota DPRD Indramayu dari Partai Golkar.

Imam Supriyanto, mantan menteri di NII, menuturkan, ada tiga pola gerakan radikal di Indonesia. Pertama, gerakan mirip militer, bergerak terbuka dan di bawah tanah. Kedua adalah gerakan melalui partai politik. Imam menyebut mirip Ikhwanul Muslimin yang bergerak melalui parlemen agar kehidupan atau ideologi mereka bisa terwujud.

Pola ketiga adalah menyusup ke parpol. Untuk mendukung gerakan itu, pada tahun 2004, menurut Imam, Al-Zaytun mulai mencari simpati ke parpol. Caranya antara lain adalah dengan mendukung Wiranto di Pemilihan Presiden 2004.

”Dulu teknis, pola, dan metode DI/TII adalah bergerilya di hutan dan gunung, sekarang malah masuk ke perkotaan, jantungnya, dan sangat mengkhawatirkan. Ini sudah makar,” tutur mantan Kepala Bais Letjen (Purn) Ari Sudewo di Yogyakarta, Kamis.

Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia Kamarudin dalam diskusi ”Negara Islam Indonesia dan Ma’had Al Zaytun” di Balai Sidang UI, Kamis, berharap, ”Presiden Yudhoyono harap ada empati dengan orang-orang tua yang kehilangan anaknya sehingga segera menuntaskan masalah yang sudah terjadi bertahun-tahun ini.”

Dalam acara sama, Sukanto yang tahun 1996-2001 menjadi aktivis NII mengatakan, sejak 2001 ia telah mendatangi berbagai institusi negara. ”Saya ke Polri, Komnas HAM, BIN, Bais, Kemhan, MUI, Departemen Agama, akhirnya hanya dilempar-lempar saja,” katanya.

Praktisi hukum Todung Mulya Lubis juga meminta pemerintah bersikap tegas, terutama keberadaan anggota NII di birokrasi.

Menurut Abdul Aziz SR, dosen Program Pascasarjana UI, kegagalan reformasi ikut menyuburkan radikalisme baru ataupun memperkokoh radikalisme lama. Sayangnya, negara cenderung menyalahkan kelompok radikalisme lama.

Terkait dengan masuknya pengaruh NII melalui kampus, Rektor Institut Pertanian Bogor Herry Suhardiyanto mengaku sudah meminta dosen untuk membangun kehidupan mahasiswa yang aktif dan positif.

Pengajar pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, Bazri Zain, mengatakan, pembaruan kurikulum pendidikan Islam yang diarahkan kepada guru agama dan murid jadi jalan keluar untuk deradikalisasi generasi muda.

Di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, mahasiswa bersama TNI, polisi, dan Pemerintah Kabupaten Banyumas kemarin menandatangani deklarasi anti-NII. Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan perguruan tinggi kini tengah merumuskan lembaga yang bertujuan membangun ketahanan mahasiswa.(nwo/edn/ina/ong/gal/who/ano/rek/gre/ody)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com