Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kotak, Pelan-pelan Beraksi

Kompas.com - 24/07/2011, 03:52 WIB

 Budi Suwarna

Ke mana pun Kotak pergi, tidak terhitung berapa orang yang ingin berfoto bersama ketiga personelnya: Tantri, Chua, dan Cella. Maklum, band hasil rakitan industri ini namanya tengah melambung tinggi. 

Tantri dan Chua terlihat lelah. Namun, begitu ada penggemar yang minta foto bersama, mereka langsung tersenyum dan bergaya. Ini semacam ”ritual” yang harus mereka jalani sebagai band yang sedang ngetop, termasuk ketika mereka dalam perjalanan Balikpapan-Bontang dua pekan lalu. Mulai di ruang tunggu bandara, di atas pesawat, hingga di hotel, mereka dikuntit penggemar yang ingin berfoto bersama.

Penggemarnya bermacam-macam, mulai remaja, ibu rumah tangga, petugas bandara, pramugari, hingga pilot pesawat. ”Kami sampai hapal gaya penggemar. Kalau yang minta foto penggemar laki-laki, mereka hampir pasti bergaya seperti raja minyak,” ujar Tantri.

Yang dimaksud gaya raja minyak adalah si penggemar berdiri di tengah sambil merangkul Tantri dan Chua. Kemudian mereka difoto bertiga.

Sebagai manusia biasa, Tantri dan Chua kadang merasa bosan. Namun, mereka sadar benar penggemar adalah segalanya dalam industri musik. Penggemarlah yang memberi mereka energi untuk bermusik, seperti yang tampak pada konser Kotak pertengahan Juli lalu di Town Center PT Badak LNG, Bontang, Kalimantan Timur.

Sejak gebukan drum pertama menggema, sekitar 1.500 penonton konser Kotak berteriak dan tepuk tangan panjang. Arena konser pun langsung panas ketika lagu pertama ”Rock Never Dies” yang energik dinyanyikan.

Lewat dua lagu, Kotak mendinginkan suasana dengan menyanyikan lagu-lagu pop rocknya, seperti ”Pelan-pelan”, ”Masih Cinta”, dan ”Selalu Cinta”. Kali ini giliran penonton remaja putri dan ibu-ibu yang hanyut. Mereka ikut menyanyi dari awal sampai akhir lagu, beberapa dengan mata berkaca-kaca saking senangnya bisa bernyanyi bersama band pujaan.

Kotak kembali menunjukkan keganasannya dengan menyanyikan lagu ”Beraksi”—sebuah lagu berisik yang menjadi anthem hampir di setiap konser Kotak.

”Hey yang ada di sana, yang ada di sini semua ikut bernyanyi. Hey, hey, yang datang di sini, jangan bikin keki, bikin suasana happy. Beraksi..., beraksi”.

Di puncak histeria penonton, Kotak menyelesaikan lagu ”Beraksi”. Mereka bergegas ke belakang panggung dan masuk ke bus khusus. Dari dalam mobil, ketiga personel Kotak menatap penonton dan melambaikan tangan. ”Malam ini penontonnya asyik banget,” kata Tantri masih dengan napas ngos-ngosan.

Satu konser telah berlalu. Masih ada sederet jadwal konser yang harus dijalani Kotak di hari berikutnya, mulai Jakarta, Pekanbaru, sampai Korea Selatan. Dua tahun terakhir, Kotak benar-benar sibuk. Tahun lalu, kenang Tantri, dalam sebulan mereka bisa konser 22 kali dan belasan kali tampil di berbagai acara musik televisi.

”Kadang mau bertemu orangtua saja susah saking padatnya acara manggung,” tutur Chua.

Begitulah, band asal Jakarta ini memang sedang laris manis. ”Permintaan tampil di panggung dan televisi datang silih berganti. Tidak semuanya bisa kami penuhi karena jadwalnya bentrok,” ujar Erie Prasetyo, personal manager Kotak.

Kontes bakat

Kotak adalah salah satu contoh band rock rakitan industri yang sukses. Proses kelahirannya tergolong instan, yakni melalui sebuah acara kontes bakat (talent show) di TV7 (sekarang Trans7) bernama ”Dream Band” pada tahun 2004. Ajang yang diikuti ratusan musisi muda itu berhasil menjaring Cella, Icez, Pare, dan Posan. Mereka kemudian dibentuk menjadi sebuah band bernama Kotak.

Jalur kontes seperti ini—meski tidak sama persis—juga ditempuh band-band lain agar bisa menembus industri musik yang persaingannya kian ketat. 

Personel Kotak berubah tahun 2007 setelah Icez dan Pare memutuskan hengkang. Posisi mereka selanjutnya diisi oleh Tantri (vokal) dan Chua (bas). Saat ini formasi terakhir Kotak adalah Tantri, Chua, dan Cella. Adapun penggebuk drum Posan mengundurkan diri.

Sejak awal, kata Erie, Kotak memang diracik sebagai band yang bisa diterima industri musik. Karena itu, kesadaran yang terbangun di kalangan personel kotak adalah kesadaran industri. ”Kami selalu berpikir bagaimana membuat musik yang berkualitas, tapi bisa diterima industri,” ujarnya.

Salah satu jurusnya adalah Kotak menyiapkan satu-dua lagu pop rock yang lebih lembut, seperti lagu hits ”Pelan-pelan” atau ”Selalu Cinta”. Lagu-lagu seperti itu bisa diterima beragam pendengar musik mulai anak-anak, remaja, hingga orangtua. Ini bisa dilihat dari penjualan ring back tone (RBT) lagu ”Pelan-pelan” yang menembus angka 2,5 juta.

Seperti band bentukan industri lainnya, band ini dikelola dengan manajemen industri terkini. Kotak tak hanya dipandang sebagai band, tetapi juga brand . Dengan begitu yang bisa dijual oleh Kotak bukan sekadar musiknya, tetapi juga citra para personelnya.

Ruang-ruang bisnis yang bisa mereka masuki jadi lebih lebar. Mereka tidak hanya melayani permintaan konser dengan bayaran rata-rata Rp 50 juta sekali tampil, penjualan RBT, tetapi juga bersedia meminjamkan citranya untuk promosi produk dan jasa. Bahkan, mereka mulai masuk ke bisnis Twitter berbayar.

”Tuntutan industri musik sekarang memang seperti itu. Banyak produk yang ingin memanfaatkan citra kami. Tapi bagaimanapun peluang-peluang (bisnis) itu datang karena kami punya musik yang bagus,” ujar Erie.

Begitulah. Dari sebuah band instan, pelan tapi pasti Kotak beraksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com