Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jazz di Bulan Ramadhan

Kompas.com - 14/08/2011, 01:57 WIB

Perhelatan musik Ramadhan Jazz Festival digelar di halaman Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, pada 12-13 Agustus malam. ”Agar remaja lebih rajin datang ke masjid,” kata Ketua Remaja Islam Masjid Cut Meutia (Ricma) Muhammad Suharto, penghajat festival.

Plaza halaman Masjid Cut Meutia yang rindang oleh pohon beringin dan angsana malam itu terasa marak. Deretan lampion kelap-kelip dan bulan terang di langit menambah malam menjadi cerah. Puluhan remaja masjid yang habis shalat tarawih duduk lesehan, rapi dan tertib di depan panggung Ramadhan Jazz Festival. Ketika nama penyanyi Andien disebut pembawa acara, mereka bersorak riuh menyambut. Andien muncul bersama Chamber Jazz dengan Iwan Hasan pada gitar, Enggar Widodo pada tuba, serta Andy Gomez di keyboards.

Andien berlenggak-lenggok gemulai dan santai membawakan ”My Favourite Things” lagu karya Richard Rodgers dan Oscar Hammerstein yang populer lewat film musikal The Sound of Music. Di samping panggung, seorang remaja tampak menikmati suguhan Andien. Zida atau Mazida Ulya (19) menirukan lagu yang tampaknya ia kenal baik. Akan tetapi, ia mengaku asing dengan lagu Andien berikutnya, yaitu ”Honeysuckle Rose.” Ini lagu standar jazz yang ditulis Fats Waller tahun 1928. ”Enggak berat sih. Tetap enjoy karena pada dasarnya saya suka jazz,” kata Zida.

Chamber Jazz memang penampil paling jazz malam itu. Dua band penampil sebelumnya tidak terlalu meniupkan hawa jazz meski mencoba membawakan lagu ”So Nice”-nya Astrud Gilberto. Mereka lebih terkesan sebagai pembawa suasana meriah. Lagu ”Ada Anak Bertanya pada Bapaknya” yang dibawakan kelompok Voiceless dengan gaya yang maunya nge-jazz malah kehilangan ”roh”nya. Mengubah kemasan lagu memang tidak tabu dalam jazz sejauh inti rasa lagu tetap sampai. Lagu tersebut digubah Bimbo dengan lirik dari penyair Taufiq Ismail dan dibawakan Bimbo dalam versi kasidah pop dengan sangat mengena.

Penyanyi Zarro, yang tampil solo, dengan gitar membawakan shalawat dengan gaya agak terkesan bossanova serta lagu Papua ”Apuse” dengan rentak Bugis. Ia memang sedang menggali beat-beat lokal Tanah Air.

Pembelajaran dan syiar

Format drumless trio alias trio tanpa drum dari Chamber Jazz cukup unik untuk ukuran panggung jazz di Tanah Air. Fungsi bas lebih banyak diambil alih oleh tuba, instrumen tiup logam dengan pitch, jangkauan nada paling rendah—dan paling berat secara fisik. Gitar Iwan Hasan leluasa berimprovisasi dengan kawalan tuba dan keyboards. Begitu juga Andien bisa lincah berimprovisasi vokal.

Bentuk dan suara tuba itu menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton muda. ”Lucu, terompetnya gede banget,” kata seorang penonton anak-anak. Reaksi anak soal bentuk tuba atau pengakuan Zida yang katanya enjoy dengan ”Honeysuckle Rose” serta kesan berat, mungkin menjadi bagian dari proses apresiasi. Dan untuk itulah sebuah festival digelar.

”Acara ini namanya festival jazz, jadi kami main jazz,” kata Iwan Hasan tentang alasan membawakan repertoar jazz standar.

”Chamber jazz kami tampilkan untuk pembelajaran audience,” kata Agus Setiawan Basuni dari Warta Jazz yang menggagas dan menggelar acara bersama Ricma.

Festival dua malam itu menampilkan, antara lain, Tompi, Soulvibe, dan Beben Jazz. Festival jazz dihelat sebagai bagian dari rangkaian acara menyambut Ramadhan oleh Ricma. Ricma juga menggelar acara ”Takjil on the Road”, acara mode ”Jakarta Islamic Fashion Guide”, ”Dialog Ramadhan”, dan acara gowes ”Merah Putih Bersepeda” yang merupakan lanjutan dari gerakan ”Bike to Mosque” atau bersepeda ke masjid.

”Kami mengadakan acara ini untuk mengajak remaja lebih rajin datang ke masjid. Agar remaja bisa melakukan hal-hal positif, bukan hanya dari sisi keagamaan,” kata Mohamad Suharto yang juga menjadi Ketua Panitia Ramadhan Jazz Festival.

Sebelum acara digelar, Ricma sempat menjajaki respons anggota lewat media sosial Twitter. Ternyata, menurut Arta, anggota menyatakan sangat antusias. Ricma dan Warta Jazz juga belajar dari sejarah syiar Islam di Indonesia. Para sunan, kata mereka, menggunakan medium kesenian dalam bersyiar. ”Islam bisa berkembang dan tersebar salah satunya melalui musik,” kata Arta.

Kurang spesifik

Acara ini menarik karena membuat warga antusias datang dan terhibur. Hanya saja kurang spesifik. Sebagai sebuah acara jazz yang digelar di bulan Ramadhan, acara ini belum mempunyai kekhasan secara auditif. Repertoar kebanyakan masih diambil dari standard tunes. Itu menarik juga, tetapi sebenarnya banyak materi yang bisa digali untuk mendapatkan kekhasan itu.

Seniman jazz Indonesia, misalnya, pernah melahirkan album yang mengungkapkan ekspresi personal dan niat menyampaikan nilai-nilai religi. Seperti pada album The Sound of Belief (2004) dari Idang Rasjidi, Arief Setiadi, Bintang Indrianto, dan kawan-kawan. Lewat lagu mereka menyampaikan shalawat atau puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW dalam kemasan jazz swing.

Idang juga menulis komposisi ”The Beauty of Honesty (Al-Ikhlas)” lengkap dengan penyampaian surat Al-Ikhlas oleh Soegeng Sarjadi. Materi semacam itu menarik ditampilkan pada perhelatan seperti Ramadhan Jazz Festival. Dan rasa khas itu yang belum terdengar di festival ini. (XAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com