Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Dicari dari Seorang Puteri Indonesia?

Kompas.com - 18/09/2011, 11:50 WIB

KOMPAS.com – Sikap skeptis negara lain terhadap Indonesia memang pernah dan mungkin masih dirasakan oleh bangsa kita. Lalu bagaimana jika sikap skeptis tersebut melanda Pemilihan Puteri Indonesia? Bagaimana para finalis Pemilihan Puteri Indonesia Daerah (PPID) Jawa Timur menanggapi hal ini?

“Sikap skeptis tersebut justru mendorong kami untuk memperkenalkan prestasi, menunjukkan bahwa kami bisa membawa diri, memiliki wawasan yang luas, berprestasi bagus, komunikatif, dengan rasa empati yang tinggi atau jiwa sosial yang tinggi,” ujar Febriana Chandra Dewi, peserta nomor urut satu, kepada Kompas Female, usai menjalani interview dengan dewan juri di Hotel Garden Palace, Surabaya, Selasa (13/9/2011) lalu.

Sedangkan peserta nomor empat, Ayu Paramitha, menyatakan bahwa dengan adanya peliputan dari media, masyarakat bisa tahu bahwa Pemilihan Puteri Indonesia tidak hanya mengandalkan kecantikan fisik, tetapi juga kepintaran, wawasan yang luas, dan kecintaan pada tanah air.

Pada sesi penjurian tersebut, para finalis masuk ke ruangan interview satu-persatu sesuai nomor urut. Keduapuluh finalis mendapatkan pertanyaan yang berbeda dari dewan juri, disesuaikan dengan latar belakang pendidikan dan profesi yang sedang dijalani. Pertanyaan dimulai dari hal-hal khusus mengenai ilmu yang dikuasai hingga pertanyaan tentang pengetahuan umum yang relevan dengan masing-masing bidang para finalis.

Seperti pertanyaan yang ditujukan kepada peserta nomor satu, Febriana. Sarjana Komunikasi yang berasal dari Madura ini ditanya oleh dewan juri tentang cara memperkenalkan pariwisata Indonesia. Lalu bagaimana cara menanggapi sikap skeptis bangsa lain terhadap Indonesia. “Saya akan menangkis dengan kemampuan, dengan berprestasi terlebih dahulu agar mereka tahu,” jawabnya.

Pertanyaan yang ditujukan kepada peserta nomor empat, Ayu Paramitha, adalah tentang fenomena hukuman mati dan suntik mati, karena terkait dengan bidangnya di ilmu kedokteran. “Saya tidak setuju dengan hukuman mati, karena tidak menghargai hak asasi manusia. Sedangkan untuk suntik mati, saya pikir itu juga tidak manusiawi. Kita tidak boleh mengakhiri hidup seseorang dengan melakukan itu. Memang ada aturannya bahwa dokter boleh menyuntik mati jika diizinkan pasien. (Tetapi) Kalau saya ada di posisi itu, saya akan menjelaskan dulu bagaimana resiko dan dampaknya karena secara pribadi saya tidak setuju dengan adanya suntik mati,” jelasnya.

Lain lagi dengan pertanyaan yang ditujukan kepada Lizza Elly Purnamasari, finalis nomor lima. Presenter program Paradiso di sebuah stasiun televisi swasta ini banyak ditanya tentang aktivitasnya di dunia pariwisata, khususnya setelah menjadi presenter program tersebut. Isu pemanasan global juga sempat dilontarkan pada Lizza. Perempuan hitam manis ini mengungkap fakta bahwa mudahnya kredit kendaraan bermotor menyumbang polusi dan pemanasan global.

”Sistem transportasi kita harus dibenahi, agar orang lebih nyaman menggunakan kendaraan umum, dan tidak selalu mengandalkan kendaraan pribadi,” ungkapnya.

Finalis nomor tujuh, Melyona Zenia Rabbil, banyak ditanya mengenai isu-isu wanita. Mana yang akan dipilihnya, karier atau suami? “Saya akan menyeimbangkan antara karier dengan keluarga. Namun, karena saya muslim yang punya kewajiban untuk taat pada suami, maka saya akan mendahulukan suami. Memang sulit ya, bagi wanita yang sudah memulai kariernya dari nol, harus meninggalkan apa yang sudah diraihnya. Oleh karena itu, harus ada komunikasi dengan suami,” ujarnya.

Ditanya mengenai kesetaraan gender, ia menyampaikan bahwa kesetaraan gender tidak sama dengan kesamaan gender. Masih banyak wanita Indonesia yang belum bisa membedakan hal itu, sehingga pria dan wanita dianggap sama dalam semua hal. “Bukan berarti laki-laki dan perempuan disamakan dalam semua hal. Tidak. Kita tetap berbeda, namun punya hak yang sama dalam hal pendidikan dan karier,” jelasnya.

Topik lain yang juga menjadi bahan pertanyaan juri adalah seputar dunia pendidikan, yang dilontarkan pada Fanny Salim, peserta nomor delapan. Bagaimana pendapatnya terhadap lulusan luar negeri yang dibayar lebih mahal di Indonesia?

“Wajar saja, karena orang kuliah di luar negeri menghabiskan lebih banyak uang untuk pendidikannya. Ia juga sudah mampu keluar dari zona nyaman, bisa adaptasi dengan beragam budaya, beragam bahasa, sehingga setelah lulus mereka berharap dapat karier yang lebih baik,” ujarnya.

Meskipun demikian, menurut Fanny, hal itu kembali kepada masing-masing orang. Ia sendiri memulai dari bawah, lalu meningkatkan kompetensi diri agar bisa naik ke jenjang yang lebih tinggi. "Hal ini bisa melatih kerendahan hati, bisa melihat hal-hal kecil yang tak bisa dilihat orang lain," ujarnya.

Selain interview, selama masa karantina para finalis PPID Jawa Timur ini juga mendapat bekal kelas modelling, public speaking, kepribadian, dan kelas-kelas lainnya. Pembekalan ini penting, karena seorang Puteri Indonesia tidak hanya mengandalkan fisik untuk menjalankan tugasnya, melainkan juga sikap, perilaku, dan cara berbicara.

“Para finalis juga dituntut untuk belajar mengenai periwisata agar bisa memperkenalkan pariwisata Indonesia dan mendorong orang untuk datang dan menikmati keindahan alam kita,” lanjut Fanny.

Puteri Indonesia harus bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat bahwa perempuan juga bisa sukses mengejar kariernya. “Acara ini juga bisa menjadi simbol bahwa kami bangga menjadi wanita Indonesia,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com