Film produksi bersama Kompas Gramedia Production, Indika Pictures, Les Petites Lumieres, dan Lynx Films itu berkisah tentang seorang ronggeng di Dukuh Paruk pada pergolakan politik pertengahan 1960-an. Film diadaptasi dari trilogi novel karya Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk.
Selain menjadi film terbaik, Sang Penari juga menyabet tiga Piala Citra lain, yakni untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik oleh Prisia Nasution. Ia menyisihkan Dinda Hauw (Surat Kecil untuk Tuhan), Fanny Fabriana (True Love), Gita Novalista (The Mirror Never Lies), dan
”Setelah 28 tahun menunggu, akhirnya memperoleh Piala Citra,” ujar Dewi yang jadi calon penerima Citra tahun 1983.
Pemeran Utama Pria Terbaik direbut Emir Mahira (Rumah Tanpa Jendela), menyisihkan Alex Komang (Surat Kecil untuk Tuhan), Oka Antara (Sang Penari), Tio Pakusadewo (Tebus), dan Ferdy Tahier (Masih Bukan Cinta Biasa).
Demikian hasil FFI 2011, Sabtu (10/11) malam, di tengah hujan deras. Bangku di area penonton di Jakarta International Expo Kemayoran itu hanya terisi setengah.
Secara keseluruhan, Sang Penari menyabet empat Piala
Budi Irawanto, peneliti dan pengamat film dari Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, menyatakan, FFI sekarang coba mendekatkan film dengan penonton dengan memutar film di kampus atau klub film.
Ia menyoroti kekurangan FFI. Selain menerima pendaftaran film, panitia seharusnya proaktif ”jemput bola” mencari film-film berkualitas di Indonesia.
Tahun ini FFI memberi penghargaan Pengabdian Seumur Hidup kepada JB Kristanto, mantan wartawan Kompas yang mendokumentasikan data film Indonesia.