Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lutung Kasarung, Prahara Tujuh Putri

Kompas.com - 30/12/2011, 04:50 WIB

Syahdan, ada tujuh bersaudara cantik jelita, putri-putri Raja Pasir Batang, Prabu Tapa Ageung. Mereka adalah Purbararang, Purbamanik, Purbaleuwih, Purbaendah, Purbakencana, Purbadewata, dan Purbasari.

Kerajaan Pasir Batang di Buana Panca Tengah yang semula makmur berubah 180 derajat tatkala Prabu Tapa Ageung meninggalkan takhta dan menyerahkannya kepada Purbararang, si putri sulung.

Ikatan saudara tidak menghalangi iri dan dengki yang tumbuh di hati Purbararang. Dia tega merusak wajah Purbasari dan mengusirnya ke hutan Cupu Mandalayu demi mempertahankan takhtanya.

Dalam pengasingan, Purbasari bertemu seekor lutung atau sejenis monyet yang bisa berbicara. Lutung itu ternyata penjelmaan Sang Hyang Guruminda, makhluk kahyangan yang turun ke Buana Panca Tengah demi mencari cinta sejati.

Bersama lutung itu, Purbasari menghadapi Purbararang demi keselamatan Kerajaan Pasir Batang. Purbasari pada akhirnya juga menemukan cinta sejati. Tentu saja semua itu dilakukan sembari bernyanyi dan menari.

Lutung Kasarung, cerita rakyat Jawa Barat, dikemas ulang menjadi seni musikal dan dipertontonkan di Sasana Budaya Ganesha, Bandung. Pertunjukan yang disiapkan selama enam bulan itu digelar perdana pada Selasa (27/12) malam. Akan ada 11 pertunjukan, sejak hari pertama hingga berakhir 1 Januari 2012.

Tetap relevan

Aktor kawakan Didi Petet yang menjadi sutradara pertunjukan musikal itu menuturkan, Lutung Kasarung adalah cerita yang akrab di hati anak-anak Jawa Barat. Kasarung, dalam bahasa Sunda berarti tersesat, menjelaskan latar belakang Guruminda yang mengambil wujud sebagai lutung dan berkeliaran di Buana Panca Tengah mencari cinta.

Meskipun kisah ini sudah berusia tua, moral ceritanya tetap kuat dan relevan hingga kini. ”Ada nilai mengenai kesetiakawanan, ikatan saudara, kejujuran, hingga kesucian cinta,” ujar Didi Petet dalam jumpa pers sebelum pertunjukan.

Kendati berlatar belakang cerita rakyat Jawa Barat, pertunjukan ini tak hanya bisa dinikmati urang Jawa Barat. Memang, beberapa kali terselip celetukan dalam bahasa Sunda, namun bukan hal yang krusial.

Pemilihan kostum oleh Dede Siswanto sengaja bergaya etnik futuristik agar seluruh kalangan penonton bisa menikmatinya. Sama halnya dengan penggunaan instrumen musik agar penonton tidak merasa asing dengan penampilan di panggung.

Penggagas pertunjukan ini, Dede Yusuf, mengungkapkan bahwa Musikal Lutung Kasarung diharapkan menjadi pembuktian bagi seniman asal Jawa Barat untuk berkiprah di kancah nasional, bahkan internasional. Selain itu, perhelatan yang sengaja digelar pada akhir tahun 2011 ini memang dimaksudkan sebagai atraksi wisata bagi keluarga yang ingin menghabiskan liburan akhir tahun di Bandung.

Tarian

Kisah Musikal Lutung Kasarung menyuguhkan adegan-adegan menarik, di antaranya tarian puluhan pemain yang menggambarkan suasana Kerajaan Pasir Batang. Purbararang juga diperkenalkan sekilas di awal cerita dengan kesan antagonisnya.

Selama pertunjukan, penonton bisa menikmati nyanyian, tarian, dan permainan cahaya di dalam gedung berkapasitas 1.100 kursi ini. Kisah Lutung Kasarung dimainkan dalam dua babak, diselingi jeda 20 menit.

Menurut Didi Petet, para pemain berlatih tanpa henti selama enam bulan di Kabupaten Bandung Barat. Hampir seluruh pemain—yang diseleksi melalui audisi—tidak berpengalaman bermain teater. Namun, Didi mengaku puas dengan hasilnya.

Daya tarik Musikal Lutung Kasarung tidak hanya pada penampilan di atas panggung. Di luar ruang pertunjukan juga disulap menjadi pameran kebudayaan Jawa Barat. Beberapa barang peraga dibawa dari Museum Sri Baduga, Bandung, agar penonton dan pengunjung bisa menghayati suasana Jawa Barat pada zaman dulu.

Beberapa penonton yang dijumpai seusai pertunjukan mengaku cukup puas menyaksikan Musikal Lutung Kasarung yang menghibur. Pertunjukan seni memiliki catatan masing-masing. Namun, umumnya penonton sepakat menjadikan pertunjukan musikal ini sebagai hiburan yang tepat bagi keluarga.

Musisi Melly Goeslaw yang ikut menonton pertunjukan perdana mengacungkan jempol atas upaya menghidupkan legenda Jawa Barat. Dia berharap lebih banyak lagi kisah yang dikemas dengan pertunjukan menarik seperti ini.

(didit putra erlangga Rahardjo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com