Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membuka Mata dengan "Mata Tertutup"

Kompas.com - 21/02/2012, 02:34 WIB

Negara Islam Indonesia dan Jamaah Islamiyah adalah gerakan radikalisme yang menganggap Darul Islam sebagai konsep negara yang tepat untuk Indonesia. Mereka menolak konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Organisasi ini membuat orang resah dengan teror bom yang mereka buat di sejumlah tempat di Indonesia. Belum lagi muncul kasus lain, hilangnya beberapa mahasiswa dan pelajar yang diduga telah direkrut Negara Islam Indonesia (NII) dan Jamaah Islamiyah (JI) untuk dijadikan anggota baru.

Melalui film berjudul Mata Tertutup, sutradara Garin Nugroho mengajak kita lebih mengenal organisasi ini sehingga bisa lebih membuka mata dan waspada.

Mata Tertutup rencananya ditayangkan pertengahan Maret 2012 dan mulai disosialisasikan di beberapa universitas, salah satunya Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada Rabu (8/2).

Perspektif korban

Acara yang merupakan kerja sama antara program Pascasarjana STAIN Salatiga dan Maarif Institute ini bertajuk ”Bedah Film Mata Tertutup”. Acara dilaksanakan di aula Kampus 1 STAIN Salatiga.

Acara yang diikuti lebih dari 500 peserta ini menghadirkan Garin (sutradara), Fajar Riza Ul Haq (Direktur Eksekutif Maarif Institute), dan Mohammad Nasir Abbas (mantan Ketua Mantiqi III JI) sebagai pembicara.

Film ini bercerita tentang para korban gerakan NII dan JI yang melakukan kegiatan mereka secara tersembunyi. Diwakili tokoh Rima, proses perekrutan dengan penculikan dan penutupan mata korban saat berada di dalam mobil, pencucian otak dengan memberikan potongan-potongan Al Quran dan hadis yang dimaknai sembarangan, sampai pengumpulan dana untuk merealisasikan tujuan utama NII, mendirikan Darul Islam, digambarkan dengan gamblang.

Ada juga Jabir, pemuda yang putus asa dengan kehidupan keluarganya yang miskin. Dia rela melakukan aksi bom bunuh diri untuk menyerang Thaghut, pemerintahan yang dianggap kafir, yaitu Pemerintah Indonesia, agar dapat memberikan syafaat (pertolongan) bagi keluarganya di akhirat nanti.

Dalam film ini, Garin juga membuka sisi lain dari NII dan JI lewat tokoh Aini. Di sini digambarkan perekrutan anggota baru dapat terjadi pada siapa saja, tak hanya orang yang bermasalah atau miskin. Aini adalah anak tunggal seorang perajin asal Padang yang sukses. Dia hilang selama tiga bulan. Saat kembali, dia mengalami trauma berat.

Kontrol sosial dan antisipasi

Karena mengangkat seluk-beluk organisasi tertentu, Mata Tertutup mengalami hambatan dalam proses edarnya.

”Film ini tidak akan masuk jaringan bioskop 21 dan hanya akan ditayangkan di Blitzmegaplex. Untuk sosialisasinya, kami akan memutarnya di sekolah-sekolah dan pondok pesantren di 40 titik, khususnya di Pulau Jawa. Sasarannya adalah mahasiswa, guru, pelajar, dan mubalig,” ujar Fajar Riza Ul Haq.

Padahal, film ini penting untuk ditonton khalayak umum sebagai kontrol sosial dan antisipasi terhadap gerakan radikalisme.

”Film ini harus diedarkan karena penting bagi masyarakat untuk mengetahui nilai-nilai agama Islam yang sebenarnya, dan masyarakat harus diberi informasi sebanyak-banyaknya tentang modus operasi yang biasa dilakukan NII dan JI sehingga mereka dapat melakukan tindakan antisipasi,” ujar Prof Zakiyuddin Baidhawy, Wakil Direktur Program Pascasarjana STAIN Salatiga.

Tentang sejarah NII dan JI, cara kerja, dan kepengurusannya, Mohammad Nasir Abbas memberikan penjelasan dari pengalamannya secara detail. Dia juga menceritakan perjalanannya dalam organisasi ini, dari direkrut, dikirim ke Afganistan, sampai menjadi ketua Mantiqi III.

Dari kisahnya tersebut, dapat diketahui bahwa anggota NII tak hanya warga Indonesia. NII juga merekrut anggota dari negara tetangga, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, dan beberapa negara lain di Asia Tenggara.

Jaringan yang lebih besar itu disebut Jamaah Islamiyah. Sasaran NII bukan hanya orang miskin, melainkan juga mereka yang terpelajar dan orang kaya.

Pada akhir penjelasannya, Nasir Abbas memberikan dua tip untuk mencegah radikalisme NII dan JI. Pertama, kritis terhadap lingkungan sekitar. Ketika ada sekelompok orang berkumpul, hendaknya kita mencoba membaur dengan mereka sehingga bisa mencegah mereka menjadi eksklusif.

Kedua, sharing atau berbagi. Biasakan berbagi cerita dan saling terbuka tentang segala rutinitas serta kegiatan sehari-hari. Dengan demikian, deteksi dini terhadap pengaruh organisasi ini dapat diketahui.

Isna Fikriyah/Khoirul Bariyyah Mahasiswa International Class STAIN Salatiga, Jawa Tengah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com