Ada perasan ”aneh” menyaksikan Arthur Kipps— diperankan Daniel Radcliffe—saat pertama kali muncul dalam The Woman in Black
Radcliffe (22) bukan lagi Harry dengan tongkat sihirnya. Ia adalah Arthur, duda dengan satu anak, pengacara muda yang terancam kehilangan pekerjaan jika tak menuntaskan suatu tugas. Kisah ini berlatar Inggris pada zaman Victoria.
Oleh kantor pengacara tempatnya bekerja, Arthur ditugaskan membereskan berkas rumah tua di desa terpencil di utara Inggris agar rumah itu bisa dijual. Ia pun meninggalkan anaknya di London dan berangkat ke desa itu. Ketika sampai, penduduk desa memandang Arthur seperti melihat pemanggil hantu, marah sekaligus takut. Satu-satunya orang yang mau berkawan dengan Arthur di desa itu hanyalah Sam Daily (Ciaran Hinds), orang kaya yang skeptik, dan istrinya yang berduka karena kematian anak mereka.
Rumah kuno yang besar tanpa penerangan, kecuali lilin, lampu gantung, kursi goyang, koridor, tangga kayu, dan mainan anak, justru membuat bergidik. Setiap petang dan air laut pasang, rumah ini sama sekali terpisah dari desa, seperti berdiri sendiri di tengah pulau. Suasana mencekam sudah terbangun dari latar desa dan rumah itu.
Sosok Arthur dihadirkan Radcliffe dengan wajah berbeban kepahitan. Istri Arthur meninggal ketika melahirkan Joseph, putra mereka. Sesekali Arthur melihat bayangan mendiang istrinya itu. Bahkan, anaknya yang berumur empat tahun pun menyebut sang ayah berwajah sedih.
Namun, wajah Arthur juga mengekspresikan ketetapan hati untuk tak mundur selangkah pun dari tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Ia mencari jawaban atas misteri rumah berhantu yang dituding menghilangkan nyawa anak-anak di desa itu.
Ekspresi Radcliffe yang sedih tetapi pemberani mengingatkan penonton pada sosok Harry Potter saat bertarung dengan Voldemort. Bedanya, tampak jelas si ”Harry Potter” bukan lagi remaja pemberani berhati mulia. Kini, ia pria dewasa yang dipaksa berani karena hitungan logika— terancam kehilangan pekerjaan— serta kepedihan hati menyaksikan kematian.
Selain akting, setelan jas kuno dan wajah tak bercukur bersih juga membantu Radcliffe tampak lebih dewasa di film ini.
The Woman in Black
Baru di bagian akhir, trik horor ala film Jepang dan Korea—yang dibuat ulang Hollywood, seperti The Grudge dan The Ring—dicuplik Watkins di film ini.
Elemen sangat penting dalam film horor pastilah efek suara. Berkali-kali, film ini membuat penonton tercekat hanya karena paduan efek suara dan latar yang menyeramkan. Apalagi, ditambah sesosok bayangan bergerak yang hanya ditangkap mata penonton, tak disadari si tokoh dalam adegan.
Jalan cerita film ini tak selalu terjelaskan bagi penonton. Hal itu, misalnya, mengapa kehadiran Arthur membuat si hantu perempuan berbaju hitam itu kembali membunuhi anak-anak di desa. Namun, jika ingin terbawa suasana mencekam dalam latar gelap yang memikat bersama Radcliffe, film ini bisa menjadi pilihan.
Sebelum merampungkan perannya sebagai Harry Potter, Radcliffe sudah mencoba melepaskan diri dari citra Harry Potter lewat film December Boys (2007) dan film televisi My Boy Jack (2007). Namun, baru pada The Woman in Black, ia mengajak penonton melepas bayangan remaja penyihir kesayangan itu.
Film ini dibuat dari adaptasi novel Susan Hill (1983). Novel yang sama sebelumnya juga pernah difilmkan untuk jaringan televisi Inggris pada 1989.