Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chrisye Melintas Zaman

Kompas.com - 01/04/2012, 03:44 WIB

Chrisye (1949-2007) akan ”dihadirkan” kembali dalam konser ”Kidung Abadi Chrisye” pada 5 April di Jakarta Convention Center. Konser yang digarap Erwin Gutawa dengan orkestranya dan Jay Subiyakto itu membuktikan bahwa lagu-lagu Chrisye masih hidup, melampaui kariernya semasa hidup yang terentang sekitar 30 tahun.

Penyanyi Chrisye yang meninggal pada 30 Maret 2007 mulai dikenal luas pada tahun 1977 lewat lagu ”Lilin-lilin Kecil” gubahan James F Sundah. Selama 30 tahun, ia bisa menyesuaikan diri dengan selera generasi penikmat musik pop pada era 2000-an.

Chrisye sangat luwes beradaptasi dengan zaman yang berbeda-beda. Kita tengok tahun 2004 ketika industri musik tengah diramaikan dengan lagu-lagu karya Ahmad Dhani, Eross Candra (Sheila on 7), Ariel (Peterpan), sampai Yosi (Project Pop). Pelaku industri musik saat itu menempatkan Chrisye di tengah ”bintang-bintang” muda tersebut lewat album Senyawa.

Maka, Chrisye pun bernyanyi bersama Ariel (yang saat itu vokalis band Peterpan) dalam lagu ”Menunggumu”. Chrisye pada album Senyawa juga masuk dalam gaya Project Pop membawakan lagu ”Bur-Kat” yang terkesan main-main lengkap dengan rap- nya. Chrisye juga pas berduet bersama Ahmad Dhani lewat lagu ”Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada”.

Sekadar catatan, lagu-lagu dalam album Senyawa sangat berbeda dengan karakter lagu-lagu yang dibawakan Chrisye pada album fenomenalnya, yaitu Badai Pasti Berlalu (1977) dan Sabda Alam (1978).

Lewat Senyawa, Chrisye terbukti mampu dengan luwes melintas zaman. Sekadar catatan, saat album Sabda Alam populer, Ariel bahkan belum lahir—ia lahir 1981. Sedangkan Eross Candra baru berusia dua tahun.

Erwin Gutawa, yang banyak menggarap musik Chrisye sejak tahun 1994, menengarai sikap kesenimanan Chrisye. ”Dia (Chrisye) itu tak banyak omong tetapi terbuka untuk menerima ide-ide. Dia lentur dengan bekerja sama dengan siapa saja. Dia mau menerima dan mengeksekusinya dengan bagus,” kata Erwin.

Lentur

Kelenturan Chrisye itu sudah tampak sejak album-album awalnya. Tahun 1976 dia ikut bereksperimen dengan Guruh Soekarno, Keenan Nasution, dan kawan-kawan dalam album Guruh Gipsy yang menggabungkan musik rock dengan gamelan Bali. Setahun kemudian Chrisye bersama Eros Djarot dan Jockey Suryoprayogo membuat album Badai Pasti Berlalu yang sama sekali berbeda konsep musik dengan Guruh Gipsy.

Tahun 1980, Chrisye membuat kejutan dengan berduet bersama Iis Sugianto dalam lagu ”Seindah Rembulan” gubahan Rinto Harahap. Sekadar catatan, pada masa itu Chrisye dianggap sebagai kutub yang berbeda dengan Iis/Rinto. Setidaknya jenis lagu-lagu Chrisye dikategorikan sebagai pop kreatif. Sedangkan lagu Rinto disebut pop saja. Toh Chrisye, meminjam istilah Erwin, mampu dengan bagus mengeksekusi lagu ”Seindah Rembulan” dan populer.

Kelenturan Chrisye juga terlihat ketika produser Musica Studios menyarankan Chrisye untuk berganti penata musik. Alkisah, setelah album Sabda Alam, Chrisye sukses dengan album Percik Pesona dan Puspa Indah Taman Hati (1979). Kemudian Resesi, Metropolitan, dan Nona Lisa (1984).

Setelah album itu, Chrisye bersedia digarap penata musik lain seperti Addie MS dan penulis lagu Adjie Soetama pada album Sendiri (1984), Aku Cinta Dia (1985), Hip Hip Hura (1985). Dan ternyata Chrisye dengan luwes masuk ke dalam rasa musik yang berbeda dibanding album-album yang digarap penata musik sebelumnya. Begitu seterusnya ketika Chrisye digarap Younki Soewarno pada album Pergilah Kasih (1989) dan Sendiri Lagi (1993).

Erwin Gutawa

Memasuki paruh kedua era 1990-an, Chrisye masih cukup kuat di belantika musik pop yang mulai diramaikan band. Kali ini datang Erwin Gutawa yang menggarap Chrisye dengan orkestra pop-nya. Dan rupanya Chrisye nyaman-nyaman saja bernyanyi dalam balutan orkestra Erwin Gutawa di album AkustiChrisye (1996), Kala Cinta Menggoda (1997), Badai Pasti Berlalu (1999), dan Dekade (2002).

Pada album Dekade, Chrisye dengan cerdik menginterpretasi lagu bercengkok dangdut ”Pengalaman Pertama” tanpa jatuh menjadi dangdut. Lagu yang pernah dipopulerkan penyanyi dangdut A Rafiq pada 1977 tetap berasa pop di tangan Chrisye dan Erwin. Begitu pula lagu keroncong ”Pasar Gambir” yang dibawakan Chrisye, terasa tidak terlalu keroncong.

Dengan sikap terbuka dan lentur itu, Chrisye bertahan selama tiga dekade, tanpa kehilangan karakter pribadinya sebagai penyanyi. Konser ”Kidung Abadi Chrisye” yang digelar Live Action itu dirancang untuk mengajak kita menikmati kesenimanan Chrisye lewat sentuhan musik hari ini. (XAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com