JAKARTA, KOMPAS.com - Kompilasi karya film pendek (omnibus) menjadi trend yang menggejala dalam industri perfilman nasional. Film berbiaya rendah ini selain bisa menjadi wadah bagi sineas muda menampilkan karyanya, juga dianggap membuka celah pasar bagi masyarakat yang kini gaya hidupnya serba cepat.
Setelah Sanubari Jakarta yang disutradarai oleh Lola Amaria dan sembilan sutradara muda lainnya, akhir pekan lalu giliran film Sinema Purnama diluncurkan ramai-ramai oleh empat sutradara, yakni Radian Kanugroho, Andra Fembriarto, Pandu Bintoro dan Ray Nayoan.
Mereka memproduksi film pendek dengan benang merah tema tentang cinta. Dengan "bungkus" cinta, keempat sutradara tersebut lalu membuat film yang masing-masing diberi judul sendiri seperti Kios, Dongeng Ksatria, Dunia Paruh Waktu, lalu Sinema Purnama.
Abdul Dermawan Habir, co-produser film Dunia Paruh Waktu, mengatakan, omnibus sangat memberi peluang bagi sineas muda Indonesia untuk berkarya.
"Selama ini orang, terutama anak muda selalu berpikir membuat film itu sulit karena biayanya mahal. Tetapi dengan omnibus, biayanya cuma Rp 10 juta sudah jadi film," kata Habir, Sabtu (28/4/2012).
Pendanaan untuk film omnibus biasanya dicari secara beramai-ramai. Mereka bergerak untuk mengumpulkan dana dengan mencari sponsor baik perusahaan maupun perorangan.
"Kami mengedepankan semangat independen (mandiri). Kami berkarya tanpa harus bergantung pada investor besar," kata Pandu Birantoro sutradara film Kios.
Selain Sinema Purnama, tahun ini artis Wulan Guritno juga meluncurkan omnibus berjudul Dilema bersama rekan sutradara lainnya.
Praktisi di bidang perfilman yang juga Direktur Jive! Collection, Ronny P Tjandra mengatakan, omnibus merupakan bentuk perlawanan anak muda, untuk ikut terjun di industri perfilman nasional.
Selama ini, kata Ronny, produksi film lebih dikuasai rumah-rumah produksi besar yang biasanya membuat film panjang. Padahal di Indonesia banyak sekali sineas muda yang sudah membuat karya film pendek. Namun keberadaan mereka terpinggirkan karena karya-karyanya tidak diputar di bioskop.
Di dunia perfilman internasional, film omnibus sebenarnya bukan barang baru. Beberapa sutradara besar seperti Francis Copolla, Martin scoserse, dan Woody Allen sudah memproduksi omnibus pada tahun 1989.
Di Indonesian, karya omnibus pertama dibuat pada tahun 1998 oleh empat sineas yang kini punya nama yaitu Riri Riza, Mira Lesmana, Nan T Ahnas, dan Rizal Mantovani. Karya itu merupakan langkah awal mereka terjun ke dunia layar lebar.
Ronny melihat peluang omnibus untuk terus berkembang di Indonesia. Ia mengamati masyarakat sekarang hidupnya semakin terkotak-kotak. Karena kesibukan yang padat, mereka tidak punya waktu untuk menikmati satu kegiatan dengan durasi lama, termasuk menonton film panjang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.