Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Mewujudkan Mimpi lewat Boneka Barbie

Kompas.com - 03/05/2012, 12:43 WIB

KOMPAS.com - Putu Restiti dan adiknya, Alit, hidup terkucil sepanjang hidup mereka. Kakak beradik ini hidup di sebuah gubuk kumuh di Desa Songan, Kintamani, Bali.

Mereka tidak bersekolah dan tidak punya teman karena kondisi fisik mereka. Namun mereka memiliki daya imajinasi yang luar biasa. Ketika mendapat hadiah berupa boneka Barbie, mereka mulai menjahit kain-kain perca sisa jahitan ibu mereka dan jadilah gaun indah untuk boneka itu. Sejak itu, merancang dan menjahit baju Barbie menjadi dunia baru bagi mereka.

Keindahan gaun karya mereka pun mulai tersebar. Gaun-gaun itu pun dipamerkan di kawasan wisata kondang di Bali. Sementara anak-anak tetangga mereka mulai mau berkunjung. Awalnya, mereka hanya melihat. Lama-lama mereka minta dibuatkan.

"Cantik kan," kata Putu (21) kepada Alit setelah menambahkan jahitan terakhir pada gaun batik yang kemudian dipakaikan pada sebuah boneka Barbie.

"Ya. Seksi sekali," kata adiknya yang berusia 11 tahun itu.

Keberadaan kakak beradik yang kreatif itu baru diketahui sekitar dua tahun lalu. Mereka seperti tersembunyi atau disembunyikan karena kondisi fisik mereka.

Adalah Sakti Soediro, seorang relawan sebuah yayasan kesehatan yang membantu pemuda difabel, yang memulainya. Dia membongkar data seorang bidan yang membantu sebuah proses kelahiran sekitar 20 tahun silam. Bayi itu dilahirkan sungsang dan sang ibu nyaris kehilangan nyawa.

Setelah kelahiran yang sulit itu, bayi yang dilahirkan itu seperti lenyap tanpa jejak. Tak ada catatan tentang sekolah, kunjungan ke klinik kesehatan, atau rumah sakit. Catatan tentang dia sama sekali tidak ada.

"Kami bertekad untuk mencari tahu yang terjadi," kata Sakti. Selama sebulan mengetuk setiap pintu dari desa ke desa, bahkan sampai yang di pedalaman di mana warganya hidup dalam kemiskinan. Sampai akhirnya dia sampai di sebuah desa di kaki Gunung Batur, Desa Songan.

Di Desa Songan, Kintamani, itu dia mendapati sebuah rumah tembok sederhana di ujung sebuah gang. Di rumah itu tinggal seorang penjahit bernama Jero Widiani yang menjadi orangtua tunggal dari lima anak setelah suaminya meninggalkanya.

Tiga anaknya hidup sehat. Namun tetangga bahkan tidak menyadari bahwa Widiani masih memiliki dua anak lain.

Waktu itu Sakti melihat Putu, putri sulung Widiani, bersimpuh di lantai dan tekun menjahit dengan tangan. Kedua kakinya yang tidak berkembang itu terlipat.

Kondisi Alit lebih buruk lagi. Bocah 11 tahun itu bertubuh kecil. Tulang rusuknya menekan paru-paru hingga dia sulit bernapas dan sulit berbicara. Kedua kakinya tidak bisa digerakkan. Hanya lengan kirinya saja yang masih berfungsi.

Beberapa hari kemudian, Sakti kembali dengan beberapa boneka Barbie. Ketika dia berkunjung lagi beberapa waktu kemudian, Putu dan Alit memamerkan setumpuk gaun, sarung, dan kemeja mungil. Salah satunya sudah dipakaikan pada Barbie.

"Sangat menakjubkan!" kata Sakti yang kemudian membantu gadis-gadis itu menjualkan gaun-gaun Barbie itu di sejumlah toko. Tak jarang dia membawa hasil tangan yang indah itu ke pameran.

Sepotong baju boneka itu dijual seharga Rp 20.000 hingga Rp 40.000. Dalam sebulan, baju-baju mungil itu menghasilkan Rp 650.000 yang cukup untuk membantu keuangan keluarga.

Namun yang jauh lebih berharga dari itu adalah Putu dan Alit mulai berinteraksi dengan para tetangga. Kepada anak-anak tetangga, baju boneka hanya dihargai sekitar Rp 5.000.

"Mereka hanya ingin berteman dengan kami. Dan itu juga keinginan kami," kata Putu dengan senyum tersungging. Sementara anak-anak perempuan berlarian di ruang tamu di rumah sederhana itu.

"Saya merasa bahagia sekarang. Saya lebih bersemangat untuk hidup," ujarnya seraya memandangi ibunya menggendong Alit dan membawanya ke toilet.

Baju-baju buatan kakak beradik itu sudah mulai terkenal. Bahkan turis-turis Barat pun rela menempuh perjalanan empat jam dari Denpasar untuk mendatangi dua perempuan muda yang kreatif itu.

"Mereka menjadi inspirasi," kata seorang turis bernama Stephanie Crowe. Dia bersimpuh di lantai di samping Putu dan Alit dan mengagumi keindahan baju boneka karya keduanya.

"Mereka memang tidak berpunya. Tapi mereka dikelilingi, sekarang, oleh keluarga dan teman-teman," kata wisatawan Australia itu.

"Kami, orang-orang Barat, hanya memikirkan diri sendiri dan menabung untuk membeli lebih banyak barang. Kami tidak selalu menyadari bahwa yang penting dalam hidup dalah hubungan kita (dengan orang lain) dan apa yang bisa kita lakukan agar orang lain bahagia," tuturnya.

Putu yang lebih sehat ketimbang adiknya mendesain semua gaun dan menjahit sebagian besar di antaranya. Alit hanya membantu jika dia merasa cukup kuat. Namun pekan lalu bocah itu dilarikan ke rumah sakit karena mengalami gangguan pernapasan dan jantungnya bocor.

Dari selusin Barbie dan satu boneka Ken hadiah dari orang lain selama dua tahun ini, Alit mempunyai satu yang paling disukainya. Boneka itu Barbie berambut pirang yang belum diberinya nama.

Boneka itu dirawatnya dengan baik. Setiap hari dia mencuci rambut boneka itu, bahkan menambahkan kondisioner. Setelah itu boneka itu dibedakinya dan diberinya parfum.

Rumah keluarga itu kosong dari perabotan. Tidak ada ranjang, lemari, ataupun kursi. Namun kakak beradik itu "membangun" istana mungil dari kardus untuk rumah bagi boneka-boneka Barbe mereka.

Mereka juga membuat "furnitur" dari karton. Selimut-selimut kecil itu mereka jahit dengan tangan. Sementara itu dinding istana mereka berhias wallpaper dari kertas kado.

"Bagi saya, Barbie adalah putri," kata Putu. Dia tidak peduli kritik yang menyebut boneka buatan Mattel itu menyodorkan gagasan bentuk tubuh perempuan yang realistis.

"Dan bagi dia," kata Putu dengan senyum ke arah Alit, "mereka adalah peri yang cantik."

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com