Vocalista Angels, paduan suara anak-anak dari Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, meraih juara pertama dalam The 7th World Choir Games, yang berlangsung di Cincinnati, Ohio, Amerika, Serikat, 4-14 Juli. Dengan prestasinya itu, anak-anak tersebut membuktikan, sekalipun berangkat dari desa, mereka mampu bernyanyi dan berjaya di tingkat dunia.
Dengan pencapaiannya dalam The 7th World Choir Games, Vocalista Angels selain berhasil mengalahkan kontingen dari Afrika Selatan yang sudah lima kali meraih juara I dalam The World Choir Games, juga sekaligus mengalahkan sang tuan rumah, Amerika Serikat, yang hanya mampu menjadi juara III.
Yason Christy Pranowo, Pelatih Vocalista Angels, mengatakan, ini bukanlah prestasi pertama yang diraih di tingkat dunia. Sebelumnya, sejak 2007 hingga 2010, Vocalista Angels telah meraih penghargaan lain, yaitu 2 kali menjuarai lomba paduan suara tingkat Asia Pasifik yang diselenggarakan di Jakarta dan Manado, mendapatkan 2 medali emas di World Choir Championship di Korea Selatan, serta meraih juara I untuk kategori folklore dengan koreografi dan 2 medali emas di The 6th World Choir Games di China.
Yason, yang sekaligus juga sebagai pendiri Vocalista Angels, mengatakan, kelompok paduan suara ini sebenarnya bermula dari sebuah grup tanpa nama yang dibentuknya pada 1994. Awalnya, grup ini hanya beranggotakan sembilan anak, yang semuanya berasal dari kampung halaman Yason, Kampung Groyokan, Desa Kemudo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Anak-anak tersebut berasal dari keluarga petani sederhana.
Ketika memulai membentuk grup ini, Yason yang ketika itu masih berstatus sebagai mahasiswa semester II di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mengatakan, dirinya hanya ingin sekadar membantu melatih vokal anak-anak di lingkungan sekitarnya yang dilihat memiliki bakat terpendam menyanyi.
”Membentuk paduan suara anak-anak menjadi bagian yang melengkapi hobi saya yang lain, yang sejak dulu memang suka mencipta lagu anak-anak,” ujarnya.
Namun, membuat kelompok paduan suara anak bukan hal mudah. Saat latihan, mereka selalu saja terkendala masalah dengan tetangga. Suara anak-anak yang nyaring dan keras saat bernyanyi tak urung membuat lingkungan sekitarnya terganggu.
”Kami sering dibentak-bentak, pintu rumah digedor-gedor, hingga akhirnya sempat pula diusir dan dilarang berlatih di kampung,” ujarnya.
Ketika kecaman dan kemarahan masyarakat semakin memuncak, Yason pun memindahkan lokasi latihan ke pusat keramaian Kabupaten Klaten di Kecamatan Klaten. Di sanalah, grup paduan suara berusaha mencari-cari tempat latihan yang paling pas dan tidak mengganggu lingkungan sekitar, dengan cara berpindah-pindah tempat latihan.
Setahun setelah terbentuk, grup anak-anak ini pun mencoba berbagai lomba grup vokal, mulai dari tingkat RT, RW, hingga kecamatan. Setelah keindahan suara dan kepandaian mereka mulai terekspos di depan publik, perlahan masyarakat pun bisa menerima dan menghargai keberadaan grup musik ini.
Tahun 1997, setelah minat anak-anak untuk bergabung semakin bertambah, grup anak-anak ini pun dideklarasikan dengan nama Vocalista Angels, yang bermakna suara-suara malaikat.
Lepas dari tingkat RT, RW, dan kecamatan, tahun 2001, Vocalista Angels mulai mengikuti ajang Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi). Keikutsertaan mereka secara intens dalam ajang ini, pada tahun 2003, akhirnya mempertemukan mereka dengan CA Tersierra Rosa atau yang akrab disapa Tea, tokoh pengusaha di Kabupaten Klaten. Tea inilah yang rajin mendampingi dan pada 2007 resmi ditunjuk sebagai Manajer Vocalista Angels.
Paduan suara Vocalista Angels merupakan sebuah kelompok multikultur. Walaupun mayoritas anggota beragama Katolik dan Kristen, sebagian anak ada pula yang beragama Islam dan Hindu.
Menyadari keberagaman tersebut, mereka pun tidak membatasi diri dan menerima tawaran menyanyi untuk acara agama-agama tertentu. Hal ini membuat mereka bisa saja bernyanyi mulai dari di gereja hingga memeriahkan acara buka puasa bersama.
Kesediaan mereka menyanyi juga tidak diukur dari besaran bayaran yang diterima. Tea mengatakan, sekalipun berstatus manajer, dia tidak pernah melakukan fungsi tawar- menawar harga dan hanya menerima berapa pun yang diberikan pengundang. Bahkan, mereka pun pernah lima kali diundang pentas tanpa dibayar.
”Ketika tidak dibayar, saya bilang kepada anak-anak bahwa menyanyi itu juga bagian dari tugas pelayanan dan menyenangkan orang lain,” ujarnya.
Ketika menerima bayaran, uang tersebut ditabung dan kemudian dipakai untuk membiayai berbagai kebutuhan lain, seperti akomodasi ketika mengikuti lomba. Namun, tentu saja dana tersebut tidak bisa mencukupi semua kebutuhan yang ada.
”Ketika akan berangkat lomba dan dana yang ada tidak cukup, barulah kemudian kami mencari donatur,” ujarnya. Donasi yang dimaksudkan di sini, antara lain, juga berasal dari kantong Tea sendiri.
Dalam perjalanan mengembangkan Vocalista Angels, semua yang terlibat memang menyadari penuh bahwa apa yang mereka lakukan dapat menghasilkan uang. Selain anak-anak yang diajari untuk bernyanyi dengan tidak berpatokan nominal bayaran, Yason mengatakan, tiga pelatih Vocalista Angels juga menjalankan tugas tanpa mengartikan pekerjaannya sebagai sandaran hidup karena hanya mendapatkan uang transportasi sekadarnya.