Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sting dan Musik yang Menyembuhkan

Kompas.com - 09/12/2012, 16:48 WIB

Sting kembali hadir di Jakarta pada 15 Desember 2012. Dalam konser bertajuk "Back to Bass Tour", musisi, penyanyi, dan penulis lagu ini sekaligus merayakan kiprahnya selama 25 tahun berkarier solo. Kepada Kompas, ia berbagi cerita tentang proses kreatif, kebahagiaan, dan juga hari tuanya.

Yang menarik tentang Sting, ia selalu bergerak. Ia tak pernah diam di satu titik puncak. Eksplorasi kreatifnya—ia lebih sering menyebutnya sebagai proses belajar—melintasi pakem-pakem normatif. Hal itu bisa dilihat dalam warna musiknya yang kaya dan menyentuh beragam genre atau dalam lirik-lirik lagunya yang dalam dan puitik, yang mengantarnya meraih 16 penghargaan Grammy. Eksplorasi kreatifnya juga merambah layar lebar. Aktingnya dalam memerankan sosok-sosok berkepribadian "gelap" menarik perhatian sutradara sekaliber David Lynch dan Wim Wenders.

Sting sepertinya memiliki semua hal yang dibutuhkan untuk menjadi superstar. Talenta, popularitas, pengakuan, juga kepribadian. Uniknya, ia tidak pernah merasa sebagai sang bintang, terlebih ingin diperlakukan sebagai superstar.

Promotor Sting asal New York, Samantha Tszovolos, dari Third Eye Management Asia, kepada Kompas, mengatakan, dari begitu banyak superstar dan diva yang pernah ia tangani, Sting adalah bintang yang membuatnya seperti "menganggur" karena nyaris tidak punya tuntutan.

"Sting sudah melakukan tur dunia selama beberapa dekade, tetapi dia tidak pernah menuntut macam-macam. Itu membuat kerja saya sangat-sangat mudah,” kata Samantha, yang kenyang menangani tuntutan aneh-aneh dari para selebritas dunia.

Menurut Samantha, Sting hanya minta disediakan makanan sehat yang organik, minuman mineral yang banyak, dan tidak ada yang merokok di sekitarnya.

Selain karena usianya yang memang telah memasuki periode "bijak" (61 tahun), pada dasarnya Sting juga sangat peduli terhadap perasaan orang-orang di sekelilingnya. Mereka yang pernah bekerja sama dengan Sting selalu mengingatnya dengan rasa hormat.

Dalam buku Sting: A Biography karya Robert Sellers, Sting mengungkapkan, ia merasa dirinya berubah menjadi lebih hangat dan jenaka justru setelah meninggalkan The Police di pertengahan 1980-an.

"Di grup ini (The Police), saya hanya jadi robot. Saya menjadi pribadi yang menyebalkan, sulit diajak kerja sama, selfish. Sama seperti anggota band lainnya."

Setelah berpisah dengan The Police, Sting giat melakukan eksperimentasi dan eksplorasi musik, di antaranya bersama drumer Omar Hakim dari Weather Report, bassist Darryl Jones, dan pemain saksofon Branford Marsalis. Terbitlah album Dream of The Blue Turtles, yang sekaligus menandai "kelahiran" kembali dirinya.

Namun, pada 2007, terjadilah keajaiban itu. The Police, yang beranggotakan Sting, Stewart Copeland, dan Andy Summers "rujuk" serta melakukan tur dunia, mulai dari Agustus 2007 sampai Mei 2008. Kemunculan mereka disambut gempita oleh penggemarnya di seluruh dunia, bahkan tur ini disebut sebagai salah satu tur tersukses dalam sejarah musik, dengan pemasukan sekitar 340 juta dollar AS. Toh, kebersamaan itu hanya sampai di situ.

"Itu betul-betul sekadar nostalgia. Tak ada hal baru di dalamnya. Tak ada lagu baru ataupun energi baru. Bahkan, tak ada keinginan untuk membawanya ke sebuah level yang baru. Saya sudah selesai (dengan The Police)," kata Sting seperti dikutip The Telegraph.

Sting sudah menginspirasi dunia dengan caranya: tidak memaksa. Dengan musiknya: musik yang bebas interpretasi. Berikut petikan wawancara tertulis Kompas dengan Sting, yang terlahir sebagai Gordon Matthew Sumner.

Anda tampil terakhir kali di Jakarta tahun 1994 untuk mempromosikan album Ten Summoner’s Tales, yang musik dan liriknya begitu personal. Bagaimana dengan "Back to Bass Tour" kali ini?

Setelah melakukan tur album Symphonicity, di mana saya menampilkan lagu-lagu dengan aransemen simfoni dan dengan orkestra yang besar, saya ingin sekali melakukan sesuatu yang benar-benar berbeda. Kami lalu punya ide untuk kembali ke akar, tampil dalam band dengan lima personel, dan dengan pendekatan yang lebih sederhana. Kami memainkan lagu-lagu yang untuk sementara waktu tidak dimainkan dan musiknya lebih hebat daripada yang pernah saya mainkan selama ini. Dan, yang paling penting, it's a lot of fun!

Dalam sebuah wawancara, Anda pernah mengatakan bahwa Anda bukan seseorang yang suka bernostalgia ke masa lampau (nostalgic) dan selalu bergerak maju (moving forward). Namun, coba Anda tengok daftar lagu-lagu dalam "Back to Bass Tour", bukannya sulit untuk lepas dari atmosfer nostalgia? Apa yang Anda maksud dengan bergerak maju?

Pada dasarnya saya memang bukan seseorang yang nostalgic. Jadi, pada awalnya memang cukup sulit bagi saya untuk benar-benar menengok ke belakang ketika insting saya selalu bergerak maju. Namun, rasanya cukup layak kalau sesekali melakukan refleksi tentang apa yang telah saya capai selama 25 tahun ini.

Saya sungguh memiliki masa yang menyenangkan selama 25 tahun itu dan itu merupakan tonggak yang signifikan dalam perjalanan karier saya. Jadi, saya berpikir, seandainya ada waktu yang paling pas untuk menengok kembali ke hal itu, ya, sekarang ini. Bahkan, dengan lagu seperti "Roxanne" sekalipun, saya mungkin pernah menyanyikannya ribuan kali, tetapi selalu ada hal baru di dalamnya. Menurut saya, banyak lagu yang dihidupkan kembali berkat para musisi hebat yang ada di grup ini.

Anda berkolaborasi dengan gitaris Dominic Miller dan drumer Vinnie Colaiuta sudah sangat lama (bersama Dominic Miller sekitar 20 tahun). Apa yang membuat keduanya begitu spesial? Apa yang Anda lakukan sehingga bisa memelihara sebuah kolaborasi begitu lama?

Strategi saya adalah selalu bermain dengan para musisi yang lebih hebat daripada saya. Saya selalu berupaya untuk meningkatkan tantangan bagi diri saya. Saya juga cenderung untuk berada bersama orang-orang di mana saya bisa belajar dari mereka.

Banyak lirik lagu Anda yang bernuansa ambigu dan bisa disalahinterpretasikan. Bagaimana Anda mengharapkan para pendengar menginterpretasikan lagu-lagu Anda?

Saya tidak akan pernah menyanggah interpretasi seseorang tentang lagu saya karena buat saya perbedaan itu justru akan memperkaya. Tak sedikit mungkin yang berpikir sesuatu tentang lagu saya yang justru tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh saya dan saya tidak akan mengatakan, "Ya ampun, bukan kayak gitu!" Kalau maknanya memang seperti itu bagi Anda, ya, itulah maknanya.

Menyembuhkan
Sulit untuk tidak mengatakan bahwa lagu-lagu Sting begitu personal. Keluarga adalah jangkar dalam kehidupan Sting. Ketika ibunya meninggal, lahirlah album Nothing Like the Sun. Lagu "Lazarus Heart" khusus ditulisnya untuk sang ibu, sosok yang mengasah bakat musiknya. Ketika kemudian ayahnya meninggal dunia, Sting sempat mengalami kebuntuan menulis lagu sampai kemudian lahirlah "The Soul Cages", sebuah karya yang luar biasa.

Kepeduliannya terhadap penderitaan di Dunia Ketiga mulai menggugahnya sejak ia masih bersama The Police. Lagu "Driven to Tears" (1980) adalah "kemarahannya" menyaksikan berita-berita tentang anak-anak yang tewas karena perang dan kelaparan. Spirit itu semakin mengental ketika ia berkarier solo.

Kepeduliannya tidak hanya dituangkan lewat lagu, tetapi juga aksi. Sting selalu menyuarakan harapannya tentang dunia yang damai dan bersahabat, khususnya untuk anak-anak, para pemimpin masa depan. Seperti yang terefleksikan pada "Russian", yang musiknya begitu menyayat dan melekat dalam pikiran.

Atau "Love is the Seventh Wave", yang merupakan bentuk keprihatinannya pada senjata nuklir. Dan, tentu saja "They Dance Alone", yang menyuarakan nuraninya dan juga para ibu yang anak atau suaminya menjadi korban politik sebuah rezim.

Anda musisi sekaligus pejuang lingkungan dan aktivis HAM. Bagaimana Anda menggeluti peran-peran itu? Apa Anda kerap menghadapi situasi yang saling bertentangan?

Saya tidak pernah ingin disederhanakan ke dalam satu kategori tertentu, dalam musik ataupun dalam hidup. Buat saya, kebebasan kreatif adalah kesuksesan. Saya telah bekerja keras untuk sampai pada titik di mana saya bisa menikmati privilese itu. Sebagai musisi, saya diberkati kesempatan untuk mengangkat isu-isu tertentu yang saya anggap penting.

Ada begitu banyak isu saat ini, seperti pemanasan global, air bersih, kelaparan, dan perang. Apa Anda kerap merasa tak berdaya?

Saya pikir kuncinya adalah kesabaran. Pelajaran yang saya peroleh selama bertahun-tahun adalah keajaiban itu tidak mungkin terwujud dalam semalam dan yang bisa membuatnya berhasil adalah proses—tahan banting, determinasi, dan proses dari hari ke hari. Anda harus terus menggelutinya dan akhirnya Anda akan meraih hasilnya. Apa pun hasilnya, sekecil apa pun itu, itu layak diperjuangkan.

Apakah persoalan-persoalan di atas memengaruhi mood Anda sewaktu menulis lagu? Seberapa personalkah musik Anda? Apakah itu selalu merefleksikan pandangan Anda?

Menulis lagu itu buat saya therapeutic (memberikan efek yang menyembuhkan). Saya hunjamkan aneka pertanyaan kepada diri sendiri dan saya biarkan diri saya melalui semacam terapi. Beragam persoalan dalam kehidupan pribadi saya hadapi lewat perantaraan lagu. Sebaliknya, inspirasi bisa muncul dari mana saja, bisa dari berita, dari orang yang saya temui, percakapan, atau ide-ide yang muncul dalam benak saya. Asosiasi bebas juga jadi "alat" penting. Sebagai penulis lagu, saya bisa menempatkan diri saya pada diri orang lain dan kemudian menceritakannya dari perspektif yang berbeda.

Karier musik Anda telah melampaui seperempat abad, pencapaian apa yang paling Anda banggakan? Apa pula kekecewaan terbesar dalam hidup Anda?

Saya sungguh beruntung menikmati cukup banyak kesuksesan dalam hidup. Perspektif saya tentang hal itu adalah I am lucky dan saya tidak mau terlalu serius soal itu (pencapaian). I don't take life all that seriously. Juga tak ada yang saya sesali.

Anda sekarang berusia 61 tahun. Bagaimana Anda melihat perjalanan hidup Anda? Apakah Anda bahagia? Bagaimana Anda membayangkan diri Anda pada usia 70 tahun, bahkan 80 tahun?

Bekerja dan selalu kreatif membuat saya bahagia. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, tetapi yang pasti saya tidak akan diam. Saya tidak bakal ongkang-ongkang kaki. Saya juga tidak akan pernah berhenti belajar karena saya orang yang gampang bosan selain saya juga punya rasa ingin tahu yang besar—mirip anak kecil—soal musik. Jadi, selama saya masih bisa menyanyi in tune, saya akan selalu menyanyi....

Apa hal penting dalam hidup Anda yang tanpanya hidup Anda menjadi tidak bermakna?

Saya mengukur sebuah kesuksesan itu dalam bentuk hubungan—dengan keluarga, kolega, ataupun teman-teman saya. Kalau hubungan itu baik dan saya memiliki komunitas yang saya hormati di sekeliling saya dan hal itu berlangsung timbal balik, saya pikir I’m doing all right... (Myrna Ratna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com